This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 20 November 2012

MENGECILKAN PERUT BUNCIT

Saat perjalanan dari Mataram ke Bandung via Bandara Ngurah Rai Internasional (15/10/2012) saya membaca The Magazine if Wings Air - Oktober 2012 terutama tentang tips bagaimana mengecilkan perut buncit secara alami. Tulisan itu sangat menggoda dan diperlukan untuk diinformasikan kepada semua masyarakat yang mempunyai permasalahan obesitas ataupun perut buncit.

KETIDAKTAHUAN YANG TERPELAJAR

Satu hari ini, saya mencoba mencari makna kata itu, terutama makna filosofisnya. Saya sudah lama sekali tidak membuka buku-buku referensi yang berkaitan dengan filsafat. Dan ternyata ketidaktahuan yang terpelajar berkaitan dengan sejarah awal filsafat. Berfilsafat berarti aktivitas yang khusus bagi filosof adalah bertanya. Dengan berfilsafat kita tidak memperoleh pengetahuan dan tidak mdmperluas erudisi, kita hanya memperdalam ketidaktahuan saja, kata K. Bertens dalam bukunya panorama filsafat modern. Filsafat menghantar kita kepada docta ignorantia kata Nicolaus Cusanus atau kepada ketidaktahuan yang terpelajar. Contoh historis tentang konsepsi filsafat ini adalah Sokrates. Ia tidak menulis dan tidak mengajar. Ia mempraktekkan seni kebidanannya hanya dengan mengajukan pertanyaan terus menerus.

PANTAI GOA SUMBAWA

Sabtu, 3 Nopember 2012, sekitar 22.30 wita. Kami bersama 5 orang tim seleksi calon panwas baru saja aelesai menjalankan tugas wawancara dengan calon panwas se pulau Sumbawa, meliputi kota Bima. Kabupaten Bima. Dompu. Sumbawa Besar dan kabupaten Sumbawa Barat. Keluar dari ruangan ber ac, terasa kondisi udara Sumbawa Besar sangat panas dan ditambah dengan kondisi tubuh kami yang belum makan siang.

Senin, 19 November 2012

KATUP PENYELAMAT

Istilah katup penyelamat saya meminjam dari Lois Coser, seorang ahli konflkk berkebangsaan Inggris. Istilah itu sangat tepat untuk menggambarkan berbagai konflik yang terjadi di Indonesia dewasa ini. Kita sebagai warga negara sangat prihatin dengam berbagai tindakan kekerasan dan konflik yang seakan terjadi by desain. Tentu, kita tidak boleh berprasangka buruk bahwa semua kejadian itu direncanakan, namun yang terpenting saat ini bagaimana memahami dan resolusi konflik diberikan agar tidak terulang kembali.

MANUSIA YANG BERMAIN

Manusia oleh para philosof Yunani sampai zaman modern mendapatkan banyak sebutan yang dilihat dari potensi manusia sendiri. Misalnya manusia pernah disebut homo sapiens, manusia arif yang memiliki akal budi dan dengannya bisa mengungguli mahluk Tuhan lainnya. Dari kemampuan akal budi ini pula muncul konsep cogito ergo sum, saya berfikir maka saya ada dari philosof Rene Descartes.

HIDUP UNTUKMU MATI TANPAMU

Memasuki pesawat Merpati MZ 6060 rute Mataram menuju Bima jam 9.20 wita (Jumat, 9 Nopember 2012), tangan saya membuka lembaran demi lembaran majalah penerbangan Merpati. Banyak informasi yang tertulis dalam majalah itu, namun yang menarik perhatian saya judul lagu yang baru beberapa minggu lalu dilounching group band Noah. Seperti diketahui bahwa group band Noah dimoto
ri oleh Ariel. Noah band dulunya bernama Peterpan.

Judul lagu Noah band itu, merupakan kritik terhadap janji-janji manis yang selalu diucapkan muda mudi yang sedang dimabuk cinta. Tujuanya tidak lain kecuali untuk membuat lawan jenisnya secepatnya jatuh ke dalam pangkuannya. Ucapan janji yang sering diikrarkan para kaula muda adalah janji sehidup dan semati. Maksudnya atas nama cinta hidup bareng dan matipun bersama. Memang ikrar janji seperti itu telah banyak dicontohkan, misalnya cintanya Rama dan Sinta dalam efos Ramayana dan cintanya Romeo dan Juliet dalam efos Yunani kuno. Mungkin cinta sehidup dan semati seperti itu, hanya di dapatkan dalam cerita-cerita efos, dan tidak dalam dunia nyata, apalagi zaman sekarang ini.

Kini, paradigma percintaan kita sangat berbeda jauh dengan cerita-cerita efos. Perubahannya pun sangat jomplang, misalnya saja, bila kamu menerima cintaku, hidup dan mati kita bersama. Hidup kita jalani bersama suka mupun duka, namun jika kamu mati duluan, maka aku akan kawin lagi. Aku tidak sanggup mati bersama. Itulah perubahan paradigma dalam percintaan era sekarang ini. Dan kira-kira itulah kritik sosial yang disampaikan group band Noah dalam lagunya hidup untukmu mati tanpamu.

Setuju atau tidak teradap bait-bait syair lagu Noah band itu, tetapi itulah faktisitasnya. Cinta seakan terbatas pada saat manusia masih hidup saja, soal kematian silahkan duluan saja. Kita akui atau tidak, itulah faktanya, bukan. Bahkan saking menggebunya sang nafsu, dalam beberapa contoh istri atau suaminya baru meninggal beberapa hari, malah sudah menikah lagi. Dan ada yang lebih parah lagi, belum meninggal suami atau istrinya, malah sudah nikah siri. Sungguh, cinta kita saat ini hanya cinta sehidup saja, dan tidak diikuti cinta semati, sebagaimana efos Romeo dan Juliet atau cinta Rama dan Sinta.

Tentu, Ariel Noah, tidak salah untuk mengingatkan kita, akan cinta yang kita jalani saat ini. Kita, mungkin masih bisa berharap muncul dan tumbuhnya kembali cinta sehidup dan semati sebagaimana janji-janji gombal kita untuk menaklukkan lawan jenis kita. Dan dengan harapan yang sama agar tidak berkembang mengabadi hidup untukmu mati tanpamu, sebagaimana syair lagu Noah band.

Akhirnya, saya harus mengakhiri tulisan ini, sebagai bentuk refleksi dan otokritik akan cinta yang kita jalani karena pesawat Merpati yang saya tumpangi akan segera landing di Bandar Udara Sultan Salahudin Bima. Dan pramugari memang tidak mengijinkan untuk menghidupkan segala bentuk elektronik saat pesawat takeoff maupun landing. Wallahul muwafiq ila Darissalam.