Selasa, 07 Februari 2012

Maulid Nabi sebagai media Reformasi Moral menuju kebahagiaan


Memasuki bulan Rabiul Awwal tiap tahunnya masyarakat Muslim Indonesia disibukkan oleh berbagai aktivitas untuk memperingati hari lahirnya Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Selama bulan Rabiul Awwal banyak ragam kegiatan keagamaan dilakukan masyarakat untuk memperingati kelahiran sang reformis sejati. Peringatan kelahiran kanjeng nabi Muhammad SAW oleh ummat Islam Indonesia sebagai bentuk kecintaan kepadanya.
Adalah komunitas muslim Sasak mulai disibukkan oleh berbagai kegiatan  merayakan kelahiran kanjeng nabi Muhammad SAW. Aneka macam kegiatan dan lomba keagamaan diadakan oleh masyarakat Islam Sasak.  Entah itu kegiatan yang ada hubungan dengan keagamaan maupun lomba yang tidak ada hubungannya dengan agama. Perlombaan yang bernuansa agama, seperti lomba azan, hapalan ayat-ayat pendek alqur’an, pidato dengan bahasa Arab ataupun bahasa Indonesia, busana muslim dan muslimah, lari karung, sepak bola, makan kerupuk, panjat pinang, sampai sepak bola memakai sarung-pun diadakan. Aneka macam lomba itu diikuti oleh anak-anak remaja sampai orang dewasa.
Sementara para ibu rumah tangga menyiapkan aneka jenis makanan sebagai sajian pada hari perayaan Maulid nabi Muhammad SAW untuk di hidangkan kepada para tamu undangan. kesemua jenis mata lomba dan jenis makanan tersebut didasari pada semangat dan niatan menyambut kelahiran junjungan alam nabi Muhammad SAW.
Dari perspektif  syara’ peringatan maulid kanjeng nabi Muhammad SAW tidak ditemukan di dalam nash atau ayat-ayat alqur’an ataupun hadits nabi yang menganjurkan atau melarangnya. Peringatan maulid nabi Muhammad SAW merupakan hasil kontruksi masyarakat Indonesia yang dimotori oleh wali sembilan. Salah tujuan diadakannya perayaan maulid nabi Muhammad SAW adalah untuk menambah kecintaan ummat Islam kepada sang reformis sejati serta mampu mengikuti jejak langkahnya. Karena memang Rasulullah SAW yang harus dijadikan panutan guna menggapai kehidupan bahagia di dunia dan akherat.
Makna sebuah tradisi
K.H. Hasyim Asy’ari pendiri Nahdlatul Ulama yang berasal dari Tebuireng Jombang Jawa Timur dapat dijadikan rujukan dalam hal bentuk penyelenggaraan peringatan maulid nabi Muhammad SAW dalam kitabnya “At-Tanbihatul Waajibat”. Bentuk penyelenggaraan peringatan maulid nabi yang biasa dan disukai ulama terdahulu berupa berkumpul di suatu tempat, baik di masjid, langgar, musholla, dan tempat tinggal warga, lalu dibaca ayat-ayat alqur’an dan hadits-hadits yang mengisahkan tentang peristiwa dan kelebihan-kelebihan rasulullah semasa dalam kandungan, saat kelahiran, maupun perjuangan menegakkan syari’at Islam sampai akhir hayatnya, termasuk budi pekerti dan akhlak mulianya. Setelah perayaan itu, adakalanya dibagikan kepada jamaah sekedar makanan sebagai jamuan dengan diiringi tabuhan rebana salawat badar, namun tetap dalam koridor kewajaran.
Sementara itu, Syaikh Umar bin Muhammad Al-Mulia, salah seorang salafus shaleh di kota Irbil menyelenggarakan perayaan maulid nabi dengan bersedekah, berbuat kebajikan, dan menampakkan rasa suka cita atas kelahiran beliau. Bentuk-bentuk peringatan sebagaimana terurai di atas merupakan wujud kecintaan, pengagungan dan pemuliaan terhadap baginda Rasulullah Saw. Serta ungkapan rasa syukur kepada Allah Swt. Atas nikmat dan anugerah-Nya yang besar berupa datangnya utusan pembawa hidayah, kebenaran serta kasih sayang untuk seluruh alam.
Abu Lahab yang diabadikan namanya dalam alqur’an, masih bisa berbuat kebajikan dengan membebaskan Tsuwaibah budak perempuannya karena diberikan kabar gembira tentang kelahiran Muhammad dari rahim Aminah dan Abdullah. Aku dibebaskan oleh Abu Lahab karena jasaku memberikan kabar gembira tentang telah melahirkannya Aminah dan lantaran susuannya kepada nabi. Sungguh satu bentuk kebajikan dari seorang Abu Lahab yang jelas-jelas kafir, penghalang, dan penentang syiar Islam yang di bawa nabi mau membebaskan budaknya karena kabar kelahiran nabi.
Di kesultanan Ngayogyakarto Hadiningrat juga diadakan gerebek Maulid dalam rangka memperingati kelahiran kanjeng nabi Muhammad Saw yang merupakan konstruksi kultural dan sampai saat ini rutin dilakukan setiap tahunnya. Pusat perayaan gerebeg maulid di pusatkan di alun-alun Utara kasultanan Yogyakarta atau sebelah Timur masjid Keraton. Begitu juga di Kesunanan Surakarta diadakan gerebeg maulid sebagaimana di kasultanan Yogyakarta.
Begitu juga di kalangan Muslim Sasak, merayakan maulid nabi sudah menjadi tradisi yang sejak lama dibiasakan. Tentu, peringatan maulid nabi Muhammada SAW di samping memperingati kelahiran kanjeng nabi,  juga sebagai media silaturahiem antar keluarga, handai taulan, dan sahabat. Dari beberapa pengakuan masyarakat bahwa perayaan maulid nabi setiap tahunnya dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat, yang mana dapat mengundang sanak keluarga dan handai taulan yang berada di tempat jauh.
Dengan demikian perayaan maulid nabi Muhammad SAW sebagai sebuah tradisi dapat menyambung kembali tali silaturrahiem dan menambah keakraban kekeluargaan. Pada aras ini, tentu tidak salahnya jika perayaan maulid nabi Muhammad SAW setiap tahunnya harus tetap dirayakan okeh kaum muslimin Indonesia selama dapat mendatangkan manfaat dan nilai tambah bagi persaudaraan kemanusiaan, baik intra ummat beragama maupun antar ummat beragama.
Reformasi Ruhaniah
Setiap bulan  Rabiul  Awal tiap tahunnya, ummat Islam memperingati hari kelahiran kanjeng nabi Muhammad Saw dengan berbagai macam cara sesuai kondisi dan kebiasaan masyarakat.  Ummat dalam memperingatinya, tidak dibatasi dan diatur penyelenggaraannya, tetapi harus tetap berada pada koridor tidak melanggar kaidah dasar atau hakekat perayaan maulid itu. Artinya peringatan maulid harus membawa nilai-nilai positif bagi perubahan perilaku ummat setelah usai pesta dilakukan. Reformasi ruhaniah harus dilakukan pasca perayaan, perilaku ummat menjadi lebih baik dari sebelumnya, kualitas ibadah semakin meningkat, dengan bersandar pada sifat-sifat sidik, amanah, tablig, dan fatonah-nya kanjeng nabi.
Nilai-nilai tersebut mesti diambil dari even peringatan maulid nabi setiap tahunnya. Rasanya tidak cukup sampai pada selesainya ritual zhohiriah maulid (seperti aneka macam perlombaan, aneka macam hidangan saat ritual berlangsung) semata, tetapi yang urgen adalah terjadi perubahan nilai moralitas-ruhaniah yang membekas pada diri ummat untuk bekal mengarungi kehidupan kedepan yang penuh tantangan dan ketidakpastian di era global saat ini? Sekali lagi yang terpenting justru bagaimana even maulid nabi dapat dijadikan sebagai tonggak dasar melakukan reformasi ruhaniah ummat untuk berkarya dan dapat memadukan tiga pilar utama keberislaman yakni Iman, Islam, dan Ihsan. Kemampuan memadukan tiga pilar utama keberislaman itu dalam kehidupan nyata dapat menjadi indikator kualitas keislaman seseorang.
Keberhasilan Rasulullah Saw dalam mengantarkan ummatnya meraih kejayaan hidup dapat dijadikan referensi utama pemaduan ketiga pilar utama tersebut. Tidak kurang dari 12 tahun lamanya, nabi berhasil mengubah kehidupan sosial masyarakat Arab yang primordial-sektarianistik menjadi masyarakat yang berlandaskan persaudaraan universal dan bermoral perennial dan dari masyarakat yang membanggakan ashabiah, keturunan, darah biru menjadi masyarakat yang egalitarian. Keberhasilan tersebut dapat dijadikannya sebagai landasan membangun negara Madinah dengan konstitusi yang dikenal dengan “piagam Madinah”. Di negara Madinah ini, nabi Muhammad Saw. mampu membangun persaudaraan yang berlandaskan nilai-nilai humanitarianism, mampu membangun toleransi antara kepercayaan yang berbeda keyakinan (Islam, Yahudi, Kristen, dan Penyembah Api) dalam satu masyarakat Madani atau civil society meminjam istilah Ernest Gellner.
Keberhasilan rasulullah melakukan reformasi ruhaniah pada masyarakat Arab saat itu, bukan disebabkan oleh kemampuan teoritis yang mumpuni sebagaimana Karl Marx menghasilkan karya monumentalnya “Das Capital”, toh gagal dalam eksekusi masyarakat yang ideal, tetapi lebih disebabkan oleh keimanan yang bersifat aksi. Di aras ini, agama diyakini sebagai sumber etika moral yang harus dilabuhkan ke dalam realitas. Keaksiannya tentang monoteisme mengantarkannya kepada penyikapan terhadap seluruh ummat manusia sebagai makhluk Tuhan yang setara dan harus diperlakukan sama berdasarkan nilai-nilai kesetaraan atau egalitarian itu.
Dengan demikian, Islam mestinya harus menjadi nilai-nilai transformatif yang dapat mengantarkan manusia kepada pencerahan bagi dirinya, dan manusia lain. Pencerahan yang harus dijewantahkan ke ruang publik atau public sphere dalam kehidupan sosial, ekonomi, budaya, dan politik. Di aras ini, struktur sosial, budaya, politik, dan lainnya dibenahi. Apa yang telah dilakukan nabi dalam melakukan perubahan ruhaniah di tanah Arab, sebagai bukti nyata bahwa dia tidak hanya berkutat pada tataran wacana, tetapi sekaligus terlibat dalam aksi konkrit. Ketika nabi menjelaskan keterkaitan egalitarianism, keadilan, humanism, demokrasi, dan nilai-nilai lainnya tidak berhenti ditataran wacana sebagaimana para philosof melakukannya, tetapi di saat yang sama ia sendiri melaksanakan nilai-nilai itu, termasuk menerapkannya pada dirinya sendiri. Di atas nilai-nilai itu, Islam sebagai agama mampu mengkonstruksi peradaban, mengembangkan sains dan teknologi dalam berbagai disiplin yang berorientasi pada kesejahteraan kehidupan.
Good society terlahir dari pola kepemimpinan yang diterapkannya ketika memimpin negara Madinah. Good society yang dimaksudkan adalah suatu masyarakat yang dapat memenuhi rasa keadilan, dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka yang bersifat ekonomi, keamanan, dan mampu mengembangkan asosiasi diantara mereka, serta bisa berpartisipasi aktif dalam mengurus masyarakat. Kuncinya dengan meneladani kanjeng nabi melalui pendekatan semiotis-hermeneutik untuk menguak substansi nilai dan inti tindakan yang dilakukan kanjeng nabi. Kontekstualisasi nilai dan tindakan dalam hidup kekinian itu bisa saja berbeda bentuk dan polanya dikarenakan kondisi dan ranah yang berbeda.
Pada aras ini, peringatan maulid yang dilaksanakan setiap tahunnya, seharusnya dapat dijadikan sebagai media reflektif dan muhasabah untuk pengkayaan spiritual, pematangan emosional dan untuk memperbaiki diri secara berkelanjutan. Semestinya hikmah peringatan maulid nabi Muhammad SAW dapat dijadikan filter untuk tidak melakukan tindakan melawan hukum, baik hukum agama maupun hukum positip, seperti tidak melakukan korupsi dan lain sebagainya.
Dengan kata lain, dengan momentum peringatan maulid kanjeng nabi dapat dijadikan alas dasar melakukan reformasi ruhaniah untuk terwujudnya manusia paripurna atau insan kamil dengan demikian manusia akan mampu melakukan dialog yang intens dengan sang khaliq. Sehingga, ummat tidak akan terjebak pada acara seremonial-ritualistik semata yang terus berulang tanpa mampu melakukan perubahan mendasar bagi kesejahteraan  ummat. Sebenarnya, reformasi diri dan mengikuti jejak kanjeng nabi itulah substansi dari peringatan maulid kanjeng nabi yang selama ini dilakukan ummat Islam dunia dengan berbagai macam cara dan kegiatan yang berbeda. Semoga dengan perayaan maulid kanjeng nabi Muhammad SAW kita dapat melakukan reformasi ruhaniah untuk kemudian dijadikan dasar pijakan dalam membangun ummat yang sejahtera dhohir dan bathin. Wallahul musta’an ila darussalam.
*********

0 komentar: