Muhammad Saw adalah insanul kamil (manusia sempurna) yang pada dirinya terletak untaian mutiara hikmah sebagai obor penerang dalam hidup dan kehidupan sekalian penghuni alam, yang mengeluarkan manusia dari kekafiran menuju agama yang hanief yakni Islam. Kehadiran beliau adalah sebagai reformis sejati mengantarkan manusia ke kebahagiaan zohir dan bathin, dunia-akherat. Oleh karena itu, menyambut dan memperingati kehadiran beliau menjadi sebuah keniscayaan bagi orang yang tahu terima kasih dan berbalas budi. Hari dan bulan kelahiran beliau hendaklah kita peringati sebagai titik awal bagi peningkatan pengabdian kepada Allah sebagai dzat yang telah menyempurnakan semua kenikmatan-Nya.
Itulah yang saya sampaikan saat menjadi khatib (11/2/2012) di masjid Nururrahman Tanak Beak Narmada. Satu Minggu sebelumnya, saya sudah diminta untuk menyampaikan materi khutbah yang bertemakan Maulid nabi Muhammad Saw oleh Takmir Masjid itu. Hari itu, menurut pengurus Masjid Nururrahman H.M. Darwan sengaja dirangkaikan dengan peringatan maulid Rasulullah Saw. Fikir saya, kenapa tidak mengambil hari lain saja sebagaimana umumnya masyarakat di Lombok merayakan maulid? Menurut Mamik Darwan karena kondisi masyarakat yang sedang membangun masjid dan sampai saat ini masih dalam proses finishing.
Saat ini, kita telah kembali memasuki bulan rabiul Awwal. Bulan dimana ummat Islam di seluruh penjuru dunia merayakan hari kelahiran atau maulid nabi besar Muhammad Saw yang tepatnya jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awwal setiap tahunnya.
Setidaknya, ada tiga peristiwa penting pada tanggal 12 Rabiul Awwal. Pertama. Sebagai hari kelahiran Rasulullah Saw. Kedua. Pada tanggal tersebut rasulullah Saw melakukan hijrahnya dari Mekkah ke Madinah. Ketiga. Pada tanggal itu pula, Rasulullah tutup usia (wapat) untuk menghadap ke hadirat allah Swt.
Di antara beberapa peristiwa besar itu, kelihatannya yang biasa diperingati kaum muslimin adalah hari kelahiran Rasulullah Saw yang terkenal dengan peringatan maulid nabi Muhammad Saw. Peringatan maulid nabi Muhammad Saw telah menjadi tradisi ummat Islam sejak dahulu hingga sekarang, walaupun dengan cara dan bentuk yang berbeda-beda, namun tetap dalam konteks dan semangat yang sama yaitu mencintai dan meneladani Rasulullah Saw.
Peringatan maulid nabi Muhammad Saw akan menjadi lebih baik bila kita mau mencontoh peringatan yang diadakan oleh para ulama terdahulu. Dalam kitab “At-tanbihatul Waajibat” karya Syekh KH. Hasyim Asy’ari menjelaskan bahwa bentuk peringatan maulid nabi Muhammad Saw dengan menyelenggarakan suatu acara yang Islami, bersedekah, menyantuni fakir miskin dan anak-anak yatim serta menampakkan perasaan bahagia atas kelahiran beliau dan mengikuti segala ajarannya, menyelenggarakan pengajian dan ceramah-ceramah agama yang bermaterikan keagungan dan akhlak beliau yang patut digugu dan di contoh.
Manifestasi cinta kepada Rasulullah Saw agaknya memerlukan penyegaran kembali pada akhir-akhir ini, sebab merupakan tuntutan ajaran agama yang harus dijaga kemurniannya, jangan sampai diarahkan kepada hal-hal yang menyimpang. Ketika kita mengadakan perigatan maulid Muhammad Saw. Kita harus menyadari bahwa peringatan yang dilakukan adalah bagian dari manifestasi cinta Rasulullah Saw. Untuk itu, nilai ritual yang ada di dalamnya harus mencerminkan logika kecintaan kepada beliau. Hadist yang diriwayatkan oleh sahabat Anas ra menjelaskan bahwa “barang siapa mencintai sunnahku, maka sungguh ia telah mencintai aku, maka ia bersamaku di syurga”.
Ungkapan rasa cinta kepada beliau harus diaktualisasikan dalam bentuk sikap dan perbuatan yang berorientasi kepada nilai agama, karena ujung dari rasa cinta itu adalah peningkatan kualitas diri dalam pengamalan ajaran agama yang dibawa oleh beliau. Pengakuan cinta kepada beliau, haruslah disertai perbuatan yang mencerminkan kecintaan kepada beliau, bila tidak, maka sama saja cinta itu bohong adanya. Waliyullah Hatim Az-zahid menyatakan bahwa “Barang siapa yang mengaku cinta Rasulullah Saw. Tanpa mau mengikuti perilaku beliau, maka ia adalah seorang pembohong”.
Kehadiran Rasulullah saw sebagai utusan Allah Swt dalam situasi dunia yang fasad. Dalam bahasa Indonesia fasad dapat berarti kerusakan, kemerosotan, kebinasaan, kekejaman, kebathilan, kekejian dan kehancuran. Di sadari atau tidak semua kerusakan tersebut bersumber pada kekotoran jiwa, hasad, dengki, kegelapan rohani dan kekaburan pandangan hidup.
Kehadiran Rasulullah Saw sebagai utusan Allah Swt untuk menolong ummat manusia dari kehancuran yang sedemikian parah itu. Potensi dan modal pribadi yang dimiliki Rasulullah Saw guna mengemban amanah yang teramat berat itu hanya “siddiq, Amanah, Tablig dan Fatonah serta akhlak yang agung”. Dengan modal-modal pribadi itu, setidaknya ada tiga hal besar yang direformasi oleh Rasulullah Saw. Yakni menyangkut bidang akidah, bidang sosial, dan bidang akhlak.
Selama 13 tahun masa kerasulannya, beliau memprioritaskan penanaman akidah dan tauhid. Reformasi akidah syirik lalu menggantinya dengan akidah ketauhidan terhadap Allah Swt telah berhasil beliau lakukan sehingga pada gilirannya mampu merubah pola pikir manusia. Perubahan dalam bidang akidah dan tauhid itu merupakan energi yang memotivasi dan mengalirkan perubahan-perubahan dalam berbagai aspek kehidupan lainnya.
Bidang sosial kemasyarakatan, politik, ekonomi, peradaban dan budaya menjadi garapan prioritas beliau setelah akidah ketauhidan. Beliau mereformasi sistem pemerintahan yang aristokrasi, autokrasi dan kediktatoran menjadi suatu sistem yang berdasarkan nilai-nilai kebebasan manusia, demokrasi, musyawarah, menegakkan keadilan dan kebenaran, menanamkan semangat persaudaraan dan persamaan.
Pemerataan ekonomi didasarkan pada keadilan sosial. Setiap orang diberikan kebebasan dan kesempatan untuk berusaha mencari kekayaan dan keuntungan sebanyak-banyaknya, tetapi harus mengeluarkan zakat dan infaq untuk menyantuni kaum yang lemah dan kemaslahatan ummat.
Dalam bidang akhlak, beliau menancapkan tonggak akhlakul karimah, yang meliputi nilai-nilai budi pekerti yang luhur dan terpuji. Dengan bangunan akhlakul karimah itu, lambat laun sifat-sifat yang tercela, yang semula mendarah mendaging itu terlepas dan tergusur dari realitas kehidupan.
Rahasia kesuksesan beliau melakukan reformasi akhlak ini adalah terlebih dahulu beliau mempraktekkan dalam kehidupan pribadi beliau. Sehingga hal tiu menjadi keteladanan yang sangat menarik untuk diikuti oleh para sahabatnya dan kita sebagai pengikutnya.
Sungguh akhlak rasulullah Muhammad SAW adalah sangat tinggi dan mulia, sehingga Allah SWT sampai memuji ketinggian akhlak beliau itu. Sebagaimana dinyatakan dalam Qs Al-Qalam ayat 4 yakni “Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung”.
Permasalahannya, mampukah kita (khususnya para pemimpin bangsa) meneladani perilaku Rasulullah Saw untuk membangun Indonesia menuju kesejahteraan “gemah ripah luh jinawe” di tengah perilaku hidup boros pemegang kekuasaan di Republik ini. Saya kira, inilah pekerjaan berat yang mestinya sudah mulai terbangun mulai sekarang, apalagi dalam suasana perayaan maulid Rasulullah Saw.
Siapapun boleh pesimis terhadap kondisi bangsa saat ini, tetapi bukan berarti diam dan tidak bergerak menuju cita perubahan. Perilaku hidup boros yang ditunjukkan eksekutif dan legislatif di tengah kemelaratan rakyat menjadi alas dasar masyarakat pesimis untuk menjadi lebih baik. Saya kira sangat rasional dan tentu tidak salah bukan. Pesimisme masyarakat itu menjadi cambuk atau kritikan bagi siapapun yang mengaku dirinya pemimpin. Kita butuh pemimpin yang bersih, jujur, dipercaya, dan memiliki akhlak yang agung seperti Rasulullah Saw. Mungkinkah?
*********
0 komentar:
Posting Komentar