Jumat, 18 Januari 2013

IKLAN POLITIK

Tahun 2013 sudah ditasbihkan menjadi tahun politik. Rasanya tidak berlebihan pelabelan itu, sebab semua kegiatan pemerintah diarahkan untuk menyambut perhelatan demokrasi atau pemilihan umum, terutama penyiapan anggarannya. Walaupun pemilihan umum baru akan dilangsungkan di tahun 2014 mendatang.

Rona-rona pemilu memang sudah terasa dan gendrang persaingan sudah ditabuh. Partai-partai politik sudah mulai bersiap menyongsong perhelatan demokrasi itu. Iklan-iklan politikpun sudah mulai memasuki ruang private masyarakat yang tersuguhkan lewat media massa, baik cetak maupun elektronik.

Tahun 2013 memang tahun politik. Semua elemen kepemiluan sudah bergerak sesuai perannya. Pemerintah sudah mulai menyiapkan anggaran pemilu. Penyelenggara pemilu, seperti KPU dan BAWASLU sudah m dan sedang menyiapkan regulasi dan peraturan untuk kesuksesan pelaksanaan pemilu. Partai-partai politikpun sudah tidak bisa berdiam diri untuk menggapai kemenangan dengan cara apapun.

Sosialisasi melalui iklan politik boleh jadi merupakan strategi yang pasti akan dilakukan oleh partai politik peserta pemilu 2014 mendatang. Tercatat di KPU ada 10 partai politik yang akan menjadi peserta pemilu pada pemilu mendatang. Hal ini lebih sedikit dari pemilu 2009 yang lalu.

Iklan politik menjadi medium ampuh untuk mensosialisasikan partai politik peserta pemilu 2014 mendatang, terutama visi, misi, ideologi dan program kerja partai politik. Kontens iklan menjadi penting karena masyarakat pemilih sudah tergolong pemilih rasional dan cerdas. Penolakan 100 warga Sekotong Lombok Barat yang tidak mau didaftar sebagai pemilih menjadi bukti bahwa masyarakat sudah semakin cerdas. Dan sekaligus menjadi pendorong pentingnya iklan politik untuk masyarakat.

Hanya saja, iklan politik tidak ditujukan untuk menyerang atau menjelekan partai politik lain. Artinya kontens iklan politik sebaiknya disesuaikan dengan etika dan budaya politik keindonesiaan. Budaya politik Indonesia harusnya berbeda dengan budaya politik negara lainnya, misalnya saja Amerika. Ya, harus berbeda.

Dengan demikian, kalaupun menjadi pemenang maka jadilah pemenang yang bermartabat dan kalaupun kalah, maka jadilah pecundang yang sabar dan tidak anarkis. Inilah budaya luhur yang seharusnya terlahir dari rahim politik keindonesiaan. Beriklan politik yang sopan dan santun adalah pintu masuknya.

Wallahul Musta'an ila Darissalam

0 komentar: