Penyakit yang paling menyebalkan kata sebagian orang adalah sakit gigi. Benar tidaknya pernyataan itu tergantung dari orang yang pernah mengalami sakit gigi. Bagi mereka yang belum pernah sakit gigi mungkin pernyataan itu dianggap berlebihan. Agar tahu bagaimana rasanya orang sakit gigi sebaiknya di rasakan sendiri. Kalau tidak mau merasakan derita orang sakit gigi sebaiknya percaya saja bahwa sakit gigi sungguh menyakitkan.
Ketika orang menderita sakit gigi, semua jenis makanan terasa tidak enak. Hanya erangan dan ngedumel yang terus dinyanyikan karena hanya itu yang bisa dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri. Rasa nyeri akibat sakit gigi dapat menjalar ke seluruh tubuh dan bahkan menyumpahi orang yang lalu lalang di hadapannya sebagai manusia yang tidak mau berempati atas sakit yang dideritanya. Bahkan ada yang sampai melempari ayam kesayangannya gara-gara terus berkokok. Sungguh sakit gigi membuat badan kita panas dingin dan membuat perilaku penderitanya sedikit beda, seperti bernyanyi walau sebenarnya tidak pandai bernyanyi.
Adalah Mursan salah seorang staff di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Darussalam, Tanak Beak, Narmada, Lombok Barat, NTB ketika itu sedang sakit gigi. Ia menceritakan bahwa ketika siang, sakit giginya tidak apa-apa. Tetapi di dalam ketenangan malam, saat orang lain sudah tertidur lelap dibuai mimpi nan indah, ketika para dokter gigi sudah tidur dan toko obat tutup, ia mulai sakit.
Ketika orang sakit gigi, seluruh tubuh ikut menderita. Lingkungan sekitar kita ikut-ikutan menjadi tidak benar. Bagaimanapun merdu dan lembutnya lagu dengan judul “rambut” yang dinyanyikan biduwanita Evi Tamala menjadi tidak enak didengarkan atau lagu “wulan merindu” yang dilantunkan Cici Paramida membikin pekak telinga si penderita sakit gigi dan cendrung menyumpahinya. Bahkan bunyi cecak yang karena gembiranya menangkap serangga juga ikut disumpahi dan dilemparinya. Sakit gigi sungguh menyebalkan.
Saya menganjurkan si Mursan untuk pergi periksa ke dokter gigi. Apakah di cabut atau diobati sangat tergantung dari hasil pemeriksaan dokter. Pagi harinya dia tidak sabaran (karena malam harinya tidak bisa tidur sampai fajar menjelang) dan tanpa pikir panjang dia pergi ke dokter gigi dan menyuruhnya untuk mencabut giginya yang sakit itu karena membuatnya tidak bisa tidur dengan nyenyak dan karena sakitnya mengubah keheningan malamnya menjadi erangan dan amukan. Si cecak yang tidak tahu menahu tentang sakitnya si empunya rumah menjadi sasaran kemarahan dan lemparan.
Pak dokter gigi setelah memeriksa si Mursan hanya tersenyum dan berkata, “adalah bodoh mencabut gigi yang dapat diobati”. Lalu si dokter mulai mengikir sisi-sisi gigi pasien dan membersihkan celah-celahnya dengan menggunakan sarana yang ada untuk memulihkannya dan membebaskannya dari kerusakan. Setelah selesai mengikir, si dokter menambalnya dan berkata, “gigimu yang rusak sekarang lebih kuat dan lebih mantap daripada gigimu yang lain”. Si Mursan sangat percaya pada dokter dan di bayar lalu pulang.
Jeda dua minggu, gigi si Mursan kembali sakit dan siksaannya mengubah nyanyian indah menjadi ratapan dan derita. Namun kali ini, si Mursan tidak datang ke dokter yang memeriksa dan telah menambalkan giginya. Dia pergi ke dokter gigi lain dan meminta dokter untuk segera mencabut giginya yang sakit. Cabutlah gigi yang terkutuk ini, kata Mursan yang tidak sabaran. Setelah memeriksa gigi dengan sangat teliti, “untung engkau minta gigi rusak ini dicabut” kata Dokter.
Secara medis sakit gigi dapat disebabkan oleh tidak istiqomahnya manusia menggosok giginya setiap hari. Menggosok gigi sebaiknya dilakukan tiga kali dalam sehari, sehabis makan, ketika akan tidur dan bangun tidur. Waktu-waktu gosok gigi yang dianjurkan secara medis tersebut dapat menghilangkan sisa-sisa makanan yang tertinggal di sela-sela gigi kita dan dapat menghilangkan bau mulut akibat mengkonsumsi berbagai jenis makanan.
Islam sebagai doktrin dan ajaran memberikan ajaran kepada pemeluknya (Muslim) untuk menjaga dan memelihara lidah. Perlu disadari bahwa lidah memiliki dampak negatif yang sangat besar bagi kehidupan manusia, karena itu Rasulullah Saw. Mengingatkan kepada ummatnya melalui sabdanya “kendalikanlah (peliharalah) lidahmu, tetaplah dalam rumahmu dan tangisilah dosa-dosamu” (HR Turmudzi).
Ada beberapa sebab mengapa orang-orang cendrung tidak mampu mengendalikan lidahnya. Pertama. Kurang menyadari bahwa lidah itu merupakan amanat Allah yang harus dijaga dan dipelihara dan dimanfaatkan untuk hal yang positif. Lidah menurut ajaran Islam akan dimintai pertanggungjawabannya di akherat kelak. “...sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan dimintai pertanggungjawaban kelah di hadapan Allah Swt” (Qs. Al-Isra : 36). Kedua. Kurang menyadari bahwa diri manusia selalu berada dalam pengawasan Allah Swt. Segala gerak, ucapan, detakan hati manusia selalu diawasi dan diketahui Allah Swt. “...Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi” (Al-Fajr : 14). Ketiga. Kurang menyadari dampak negatif yang ditimbulkan oleh oleh ucapan lidahnya. Dampak negatif ucapan yang buruk jika disadarinya pasti ia akan selalu memelihara lidahnya dan berfikir sebelum berkata. Mengendalikan lidah seharusnya tetap dipelihara agar dapat berkata baik dan bermanfaat bagi kemaslahatan hidup manusia. Patut direnungi sabda Rasulullah Saw. “Sesungguhnya seorang hamba bisa tergelincir ke dalam neraka yang luasnya lebih luas dari jarak antara Timur dan Barat disebabkan mengucapkan sesuatu tanpa dipikirkan terlebih dahulu akibat yang akan ditimbulkan” (HR Muttafaqun Alaih).
Di dalam mulut masyarakat ada banyak gigi yang rusak sampai ke tulang rahang, kata Kahlil Gibran dalam novelnya yang berjudul Renungan dan Meditasi. Tetapi masyarakat tidak berupaya untuk mencabutnya dan menyingkirkan derita yang diakibatkannya. Ia mencukupkan diri dengan tambalan dari bahan terbaik. Banyak dokter gigi yang merawat gigi masyarakat yang sakit dengan bahan terbaik. Itulah rayuan reforman yang membuat masyarakat menjadi tunduk dengan tetap membungkus kepedihan, penyakit dan maut menjadi nasib mereka.
Di dalam mulut bangsa Indonesia ada banyak gigi busuk, hitam dan kotor yang merongrong serta bau. Para dokter telah berupaya mengobatinya dengan tambalan dari bahan terbaik namun tidak mau mencabutnya. Dan karenanya penyakit tetap saja ada. Sebuah bangsa dengan giginya yang sakit pasti akan berimbas ke perut. Banyak bangsa yang menderita sakit pencernaan seperti itu.
Dewasa ini, di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sedang mengidap sakit gigi sekaligus pencernaan. Kedua penyakit tersebut dapat mempengaruhi rasa sakit ke seluruh sendi badan wadag kita. Bahkan mungkin dapat mempengaruhi mental spiritual. Memang kita lagi mengidap kedua penyakit itu. Buktinya, kita sangat mudah terpancing karena adanya isu-isu yang belum jelas sumbernya sehingga mudah terprovokasi oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab.
Lihat saja sekolah-sekolah, kalau ingin mengetahui gigi-gigi Indonesia yang sakit, dimana di tempat itulah putra-putri kita di didik, digembleng dan diajari sikap mental yang baik untuk menjadi manusia berguna di hari esok. Namun dikotori virus-virus yang mematikan, mereka dibikin tidak berdaya dan ikut-ikutan atau mungkin idiot. Bisakah berharap terlalu banyak dari output yang instan dan kuantitas menjadi skala prioritas pembangunannya. Tentu tidak.
Tentu kita semua harus segera sadar diri kalau tidak mau disadarkan atau dipaksa sadar. Sudah saatnya pemerintah mulai mengedepankan kualitas pendidikan. Sekolah-sekolah terutama sekolah-sekolah yang dibiayai negara, baik dasar, menengah dan atas untuk juga menjadikan kualitas sebagai acuan utamanya. Sekolah-sekolah negeri hendaknya menjadi pelopor peningkatan kualitas tidak malah terjebak ke kuantitas dengan perolehan Bantuan Operasioal Sekolah (BOS) sebagai target utamanya. Pihak Pemerintah Daerah juga harus bertanggungjawab dalam peningkatan kualitas ini jika tidak mau dikatagorikan sebagai pengidap penyakit sakit gigi.
Pemegang kekuasaan di Indonesia eksekutif, Legisltaif dan Yudikatif lagi megidap penyakit gigi dan pencernaan yang akut dan termasuk dalam katagori studium tiga, sehingga kita tidak bisa menaruh harapan terlalu besar. Ketiga lembaga pemegang kekuasaan itu menurut Karni Ilyas Pemred TV One terjebak ke dalam kubangan korupsi. Yang mengawasi dan diawasi sama-sama berada dalam kubangan korupsi. Sungguh butuh strategi dan pemikiran yang luar biasa untuk dapat keluar dari kubangan itu. Salah satu strategi luar biasa itu menurut Burhanudin Muhtadi (pengamat politik dan peneliti dari LSI Jakarta) dengan menyudahi politik transaksional di republik Indonesia. Politik transaksional itu adalah sumber segala petaka dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kata Muhtadi. Menyudahi politik transaksional cara luar biasa dan tidak ada cara lain katanya.
Kelihatannya sakit gigi yang diderita bangsa ini sudah mengalami komplikasi, dimana semua organ kenegaraan telah terkena dampaknya dan rakyat yang tidak tahu menahu tentang sakit gigipun mengalami sakit yang amat sangat. Kita sebagai rakyat hanya bisa berteriak, menuntut keadilan dan atau diam membisu untuk selamanya. Harus diketahui bahwa berteriak, menuntut, dan membisu bukan pilihan tetapi lebih merupakan proses yang linier yang terpaksa dijalani sebagai sebuah akibat dari penyakit gigi yang komplikasi.
Sakit gigi harus segera dicarikan dokter yang excelen gabungan dari dokter spesialis agar tidak berlama-lama merasakan nyeri, derita dan tidak menggejala ke seluruh sendi kehidupan bernegara. Kita sudah terlalu lelah menanggung derita akibat dari perilaku orang yang menderita sakit gigi. Dokter yang pemberani, bersih, tidak korup, pekerja dan yang terpenting tidak termos (terus omong kosong). Hanya dokter yang excelen yang dapat diandalkan untuk dapat menghilangkan derita sakit gigi, apakah dengan cara ditambal giginya yang sakit atau dicabut sekalian supaya rasa nyerinya cepat hilang. Kita serahkan saja kepada dokter untuk bekerja, tidak usah dicampuri apalagi ditekan dan diintimidasi. Biarkan bekerja sesuai keahliannya dan kita percaya sakit gigi akan segera berlalu. Wallahul Musta’an ila Darussalam.
*********
0 komentar:
Posting Komentar