Sabtu, 21 April 2012

PENEGAKAN HUKUM JALANAN ALA GENG MOTOR


Pendahuluan
Adalah Anggi Darmawan seorang warga Jakarta yang baru kemarin di makamkan di pemakaman umum Sawit Sari Jakarta Selatan.Anggi Darmawan adalah bocah remaja putra dari keluarga buruh pencuci pakaian di sekitar tempat tinggalnya.Iamenjadi korban kebrutalan Geng motor yang sampai kini belum dapat diungkap eksistensinya oleh pihak kepolisian. Manusia jenis apa sebenarnya Geng Motor ini sehingga kepolisian sangat sulit utuk mengungkap jati dirinya, padahal sudah banyak kurban berjatuhan.
Dalam konteks Ilmu Sosial, Geng motor termasuk dalam katagori penyakit sosial dan lebih khusus Juvenile Delinquency atau kenakalan remaja. Kenakalan remaja biasanya muncul di kota-kota besar akibat dari pertumbuhan dan kemajuan fisik perkotaan yang cepat serta pola hidup yang materialistik.Turut sertanya faktor lingkungan keluarga dan sosial menambah kenakalan remaja semakin menjadi dan berkembang ke arah negative dan kriminal.Sungguh suatu tindakan biadab dan a-moral, kata sebagian warga Jakarta yang anak-anaknya menjadi kurban si Geng Motor.
Kesulitan masyarakat perkotaan (terutama anak-anak muda) melakukan adaftasi dan adjustment menyebabkan banyak kebimbangan, kecemasan dan konflik eksternal yang terbuka maupun yang internal dalam batin sendiri yang tersembunyi dan tertutup sifatnya. Sebagai dampaknya, orang lalu mengembangkan pola tingkah laku menyimpang dari norma-norma umum, dengan jalan berbuat semau sendiri demi keuntungan sendiri dan keperntingan pribadi, kemudian mengganggu dan merugikan pihak lain.
Amalgamasi atau keluluhan bermacam-macam budaya di kota-kota besar dapat berlangsung lancar dan lembut, akan tetapi tidak jarang beproses melalui konflik personal dan social yang hebat. Banyak pribadi yang mengalami gangguan jiwa dan muncul konflik budaya yang ditandai dengan keresahan social serta ketidakrukunan kelompok-kelompok social.Akibatnya timbul ketidaksinambungan, disharmoni, ketegangan, kecemasan, ketakutan, kerusuhan social dan perilaku yang melanggar norma-norma hokum formal.Situasi social sedemikian itu mengkondisionir timbulnya banyak perilaku fatologis social atau penyakit social yang menyimpang dari pola umum yang salah bentuknya adalah munculnya Geng Motor.
Geng Motor bukan fenomena baru, tetapi muncul bersamaan dengan modernisasi masyarakat.Di sekitar wilayah Jabodetabek perilaku Geng Motor semakin beringas dan tidak terkendali.Banyak kurban Jiwa dan luka ulah dari perbuatan Geng Motor.Walaupun demikian, tampaknya, aparat kepolisian masih sulit untuk melakukan penangkapan terhadap kelompok Geng Motor yang semakin meresahkan masyarakat. Polisi untuk sementara waktu hanya bisa beretorika bahwa mereka pasti akan ditangkap.
Geng Motor adalah penyakit social atau sosiopatik yang perlu dicarikan formulasi obat yang tepat sehingga bisa sembuh dengan segera dan kembali kepada kehidupan yang normal. Persoalannya kemudian mengapa Geng Motor sampai bisa melakukan tindakan-tindakan biadab dan tidak bermoral seperti membunuh kurbannya?.Lalu, bagaimana Geng Motor melakukan tindakan biadab secara berkelompok? Dan adakah cara yang efektif agar Geng Motor tidak kembali meresahkan masyarakat.
Karakter Geng Motor
Geng Motor adalah sekelompok orang yang memiliki motor dan tidak taat pada aturan berlalu lintas. Definisi tersebut diberikan oleh Irjen Pol Boy Rafli (Kabagpenum Polri) pada acara Indonesian Luyer Club, tanggal 17 April 2012 di TvOne.Kelihatannya definisi itu tidak berlebihan dan itulah faktanya.Tetapi masalahnya, apakah perilaku melanggar dan tidak tunduk pada aturan berlalu lintas menjadi karakter semua Geng Motor?Ya, semuanya bisa diperdebatkan untuk mencari titik temu.Paling tidak itulah gambaran sederhana tentang Geng Motor yang akhir-akhir ini meresahkan masyarakat.
Geng Motor boleh jadi merupakan fenomena baru anak-anak muda Indonesia akibat dari pengaruh lingkungan sosialnya. Perilaku keras dan kejam yang dipertontonkan anggota Geng Motor juga merupakan  bentuk dari rasa prustasi dan putus asa yang disebabkan oleh penilaian negative masyarakat terhadap mereka. Nah, untuk mendapat perhatian dan sekaligus menunjukkan jati dirinya, mereka berperilaku yang aneh-aneh dan bertentangan dengan norma-norma umum yang berlaku di masyarakat. Artinya, apa yang mereka perbuat menjadi pilihan guna merebut kembali dunia social yang hilang. Hanya salah langkah, bukannya simpati yang didapatkan malah hinaan dan label sebagai kelompok perusuh dan pembunuh.
Ya, akibat perilakunya, anak-anak Geng Motor telah dicap oleh masyarakat sebagai  kelompok penjambret, perusuh dan pembunuh, karena itu disebut sebagai anak cacat secara social. Mereka menderita cacat mental disebabkan oleh pengaruh social yang ada di tengah masyarakat.Baik itu pengaruh eksternal maupun internal (seperti lingkungan keluarga).Perilaku komplotan Geng Motor yang brutal dan tidak segan-segan menyakiti serta membunuh korbannya menjadi karakteristik utamanya.Karena itu, masyarakat tidak mau berurusan dengannya, kalau masih sayang jiwa-raganya.
Labeling  sebagai perusuh dan pembunuh terhadap Geng Motor telah menambah citra buruk yang memang sudah jelek. Adalah Laksamana Sukardi, mantan Menteri BUMN pada era Pemerintahan Megawati Sukarno Putri dan kini menjadi Ketua Geng Motor BRIGESmembatah penilaian masyarakat yang menyatakan Geng Motor identik dengan kekerasan. Pernyataan itu, Ia sampaikan saat membuka Rapat Kerja Geng Motor BRIGES di Sumedang, Jawa Barat. Geng Motor tidak selalu identik dengan kekerasan jelasnya, malahan kami sedang merancang BRIGES menjadi Ormas.
Di Negara Paman Sam atau AS, ternyata Geng Motor sudah berdiri pada Tahun 1948 yang bernama Hells Angels dan didirikan oleh seorang peteran perang AS, kata Neta S Pane dari Indonesia Police  Watch.. Kelahiran Geng Motor tersebut sangat berkaitan dengan kondisi psikologis yang dialami pendirinya. Betapa tidak, ia telah berdarah-darah berjuang untuk membela negaranya dalam perang tetapi Negara tidak menghargainya. Sehingga kelahiran Hells Angels sebagai bentuk pencarian jati diri dan peneguhan identitas di tengah pluralitas masyarakat.Asumsi dasar berdirinya Hells Angels tertuang dalam kalimat bahwa “ketika kami melakukan sesuatu kebaikan tidak ada seorangpun yang lihat, tetapi ketika kami melakukan kejelekan, malah semua orang berpaling dan menghujat”.
Jadi jelas bahwa Geng Motor terlahir dari suatu kondisi social masyarakat yang lagi sakit di satu pihak dan di pihak lain masyarakat ingin menemukan jati dirinya yang telah tergerus oleh modernisasi. Kelahiran mereka karena marah dengan keadaan yang tidak menentu dan pemerintah tidak mampu memberikan rasa aman secara ekonomi, sehingga mereka mencari jalan lain yakni jalan kekerasan dengan berkelompok.
Sepak terjang Geng Motor sudah meresahkan masyarakat, kata Neta S Pane dari IPW dalam acara dialog di TVOne, oleh karena itu, tugas polisi untuk mengungkap, menangkap dan menghukum kelompok Geng Motor itu. Polisi harus bertindak cepat menangkap Geng Motor itu sebelum memakan korban lebih banyak lagi.Sementara dari pihak kepolisian harus tetap bertindak hati-hati untuk menangkap Geng Motor, kata Irjen Pol Untung S. Radjab, Kapolda Metro Jaya, karena polisi harus menggunakan barang bukti.
Memang polisi harus berhati-hati, tetapi bukan berarti mati suri sebab kurban semakin bertambah dan meluas sampai ke Makassar. Dari catatan dan rekam jejak Geng Motor, ternyataterus melakukan aksi kekerasan dengan modus operandi yang hampir sama dengan kekerasan dan pembunuhan. Berawal dari penyerangan di sebuah mini market di sebuah SPBU di Sunter, kemudian penyerangan terhadap anggota TNI AU di jalan Pramuka Kemayoran, lalu penyerangan terhadap seorang Mahasiswa di Makasar, Sulawesi Selatan, dan penyerangan terhadap beberapa rumah di jalan Adi Darma Cirebon, Jawa Barat. Kesimpulan apa yang dapat diambil dari rentetan peristiwa itu? Ya, ternyata Polisi telah gagal melindungi dan memberikan rasa aman terhadap masyarakat.
Secara teoritis, perilaku delinkuen adalah perilaku jahat, dursila, durjana, criminal, sosiopatik, melanggar norma social dan hukum, serta ada konotasi pengabaian (Kartini, 1992). Lebih lanjut diuraikan Kartini Kartono dalam bukunya Patologi Sosial bahwa delinkuen merupakan produk konstitusi mental serta emosi yang sangat labil dan defektif, sebagai akibat dari proses pengkondisian lingkungan buruk terhadap pribadi anak, yang dilakukan oleh anak muda tanggung usia, puber dan adolesens.
Perilaku menyimpang dengan demikian menjadi karakter Geng Motor dan wujudnya bisa bermacam-macam.Kebut-kebutan di jalanan, perilaku ugal-ugalan, brandalan, urakan yang mengacaukan ketentraman lingkungan sekitar.Tingkah tersebut menurut Kartini, bersumber pada kelebihan energy dan dorongan primitive yang tidak terkendali serta kesukaan meneror lingkungannya. Perkelahian antar gang, antar kelompok, antar sekolah, antar suku, membolos sekolah dan bergelandangan sepanjang jalan merupakan ciri lain dari delinkuen Geng Motor.
Dalam kondisi statis, kata Kartini Kartono, gejala juvenile delinquency merupakan gejala social yang sebagian dapat diamati serta diukur kuantitas dan kualitas kejahatannya, namun sebagian lagi tidak bisa diamati dan tetap tersembunyi dan hanya bisa dirasakan ekses-eksesnya. Sedangkan dalam kondisi dinamis, gejala delinkuen tersebut merupakan gejala yang terus menerus berkembang berlangsung secara progresif sejajar dengan perkembangan teknologi, industrialisasi dan urbanisasi.
Bagaimana Memahami Geng Motor
Fenomena Geng motor dengan karakter jahatnya merupakan penyimpangan sosial dan dapat diambil sebagai kesimpulan sementara. Namun, persoalan utamanya mengapa juvenile delinquencymenggejala dikala masyarakat dunia menjadi semakin maju dan modern.Tentu secara teoritis ada sebab musabab yang majemuk dan sifatnya multi-kausal.
Para sosiolog berpendapat bahwa penyebab munculnya fenomena Geng Motor dengan berbagai tindakan kekerasan murni sosiologis atau social-psikologis sifatnya (Setiadi dan Kolip, 2011).Misalkan disebabkan oleh pengaruh struktur social yang deviatif, tekanan kelompok peranan social, status social dan internalisasi simbolis yang keliru.Maka factor-faktor kultural dan social itu sangat mempengaruhi bahkan mendominasi struktur lembaga-lembaga social dan peranan social setiap individu di tengah masyarakat, status individu di tengah kelompoknya, partisipasi social dan pendefinisian diri atau konsep dirinya.
Proses simbolisasi diri pada umumnya berlangsung tidak sadar dan berangsur-angsur, untuk kemudian menjadi bentuk kebiasaan jahat. Semua berlangsung sejak usia muda, dimulai dari keluarga sendiri yang berantakan, sampai pada masa remaja dan dewasa di tengah masyarakat. Berlangsunglah kini pembentukan pola tingkah laku yang menyimpang dari norma-norma umum yang progresif sifatnya untuk kemudian dirasionalisir dan dibenarkan sendiri oleh anak dalam kelompoknya lewat mekanisme negative dan proses pembiasaan diri.
Healy dan Bronner sebagaimana dikutip oleh Kartini Kartono (1986) adalah seorang Sarjana Sosial dari Universitas Chicago, ia sangat terkesan oleh kekuatan kultural dan disorganisasi social di kota-kota yang berkembang pesat dan membuahkan banyak tingkah laku delinkuen pada anak-anak remaja serta pola criminal pada orang dewasa. Healy dan Bronner menyatakan bahwa frekuensi kejahatan atau delinkuensi anak remaja itu lebih tinggi dari frekuensi kejahatan orang dewasa di kota-kota besar.  Jadi ciri-ciri karakteristik sosio-kultural yang stereotypis itu selalu saja berkaitan dengan kualitas kejahatan tingkat tinggi  yang dilakukan secara bersama-sama dalam bentuk Geng Motor misalnya.
Konsep kunci untuk dapat memahami sebab musabab terjadinya kenakalan remaja, pergaulan remaja dengan anak-anak muda lainnya yang memang sudah delinkuen, karena itu Sutherland (1960) mengembangkan teori asosiasi diferensial.Teori Sutherland menyatakan bahwa anak dan para remaja menjadi delinkuen disebabkan oleh partisipasinya di tengah-tengah suatu lingkungan social, yang ide dan teknik delinkuen tertentu dijadikan sarana yang efisien untuk mengatasi kesulitan hidupnya. Karena itu, semakin lama anak bergaul dan semakin intensif relasinya dengan anak-anak jahat lainnya, maka akan menjadi semakin lama pula proses berlangsungnya asosiasi diferensial tersebut. Dan semakin besar kemungkinan anak-anak remaja tadi benar-benar menjadi criminal.
Jadi, teori Sutherland menekankan hal-hal yang dipelajari atau proses pengkondisian terhadap individu anak, serta tipe kepribadian anak yang menjalani proses pengkondisian tersebut. Proses pengkondisian itu sangat mudah berlangsung pada anak-anak remaja yang memiliki struktur kejiwaan yang sangat labil pada periode perkembangan yang transisional sifatnya dan ditambah lagi dengan mental yang lemah dan tidak terdidik dengan baik.
Selain teori tersebut di atas, teori subkultur dapat dikedepankan untuk menganalisis sebab musabab kebringasan yang dilakukan oleh Geng Motor.Teori subkultur menyatakan bahwa sumber juvenile delinkquency ialah sifat-sifat suatu struktur social dengan pola budaya atau subkultur yang khas dari lingkungan familial, tetangga dan masyarakat yang didiami oleh para remaja. Sifat-sifat remaja tersebut antara lain punya populasi yang padat, status social ekonomis penghuninya rendah, kondisi fisik perkampungan yang sangat buruk (Dirdjosisworo, 1994) dan banyak disorganisasi familial dan social bertingkat tinggi.
Bermunculannya geng-geng subkultur itu merupakan reaksi terhadap permasalahan suatu stratifikasi penduduk dengan status social rendah yang ada di tengah suatu daerah yang menilai secara berlebihan status social tinggi dan harta kekayaan.Hanya faktanya pencapaian status social tinggi dan penumpukan harta kekayaan tadi sangat sulit dilakukan lewat jalan yang wajar (Kartono, 1986). Besarnya ambisi materiil dan kecilnya kesempatan untuk meraih sukses, memudahkan pemunculan kebiasaan hidup yang menyimpang dari norma hidup wajar, sehingga banyak anak remaja menjadi a-susila dan criminal, serta pengaruh lebih jauh memunculkan banyak anomi dalam lingkungan masyarakat.
Kondisi lingkungan yang buruk, ternyata tidak selamanya memunculkan delinkuen di kalangan anak-anak remaja.Dewasa ini muncul dan berkembang di kalangan kelas menengah dan tinggi dalam masyarakat modern.Pada dekade terakhir ini, anak-anak mudanya yang hidup sejahtera dan makmur banyak yang ikut-ikutan menjadi delinkuen, khususnya terdapat di Negara-negara yang sejahtera dan maju.
Mereka banyak menjadi delinkuen atau mengelompok ke dalam Geng-geng disebabkan factor kejenuhan dan kejemuan (jenuh hidup di tengah kemakmuran).[1]Kemewahan dan kemakmuran membuat anak-anak menjadi manja, lemah secara mental, bosan karena terlalu lama menganggur dan tidak mampu memanfaatkan waktu kosong dengan perbuatan yang bermanfaat, serta terlalu enak hidup santai.Maka dalam iklim subkultur makmur-santai tadi anak-anak remaja menjadi agresif dan memberontak, lalu berusaha mencari konpensasi bagi kehampaan jiwanya dengan melakukan perbuatan delinkuen jahat atau masuk kelompok gengster.
Juga, anak-anak delinkuen dari subkultur kelas menengah banyak yang terjebak menggunakan obat perangsang dan minuman alkoholik.Kebiasaan ini dipakai untuk menghilangkan kejemuan dan kejenuhan, untuk menghilangkan konflik batin sendiri, serta untuk memberikan kegairahan dan keberanian hidup.Kebiasaan mabuk ini banyak memunculkan keresahan dan permasalahan sosial baru.
Jadi jelas bahwa kemunculan Geng Motor dengan semua perilaku bringasnya merupakan mata rantai yang saling kait mengkait.Kondisi sosial dan subkultur budaya ikut memberikan andil bagi lahirnya kelompok Geng Motor itu.Pola perilaku jahat dan bringas sebagai medium agar eksistensinya diperhitungkan oleh masyarakat dan minimal dianggap ada oleh lingkungan family dan tetangganya.
Perlu Solusi Tepat
Mengapa polisi sangat sulit menangkap gerombolan Geng Motor? Padahal dalam dua hari terakhir Geng Motor telah memakan dua korban jiwa melayang dan merusak puluhan rumah di Cirebon Jawa Barat.Menurut Neta S Pane dari Indonesian Police Watch (IPW) kesulitan polisi menangkap Geng Motor disebabkan oleh/atau disinyalir adanya keterlibatan anak pejabat dan pihak kemanan sendiri. Penangkapan terhadap anggota Geng Motor seringkali dilakukan oleh kepolisian di sektor dan Polres, namun belum sempat ditindak, malah sudah dibebaskan. Kenapa?Karena ada permintaan dan telpon dari pejabat, kata Neta.Maka menjadi wajar, jika kepolisian kesulitan menangkap komplotan Geng Motor tersebut.
Namun, yang pasti bahwa tingkah polah Geng Motor semakin meresahkan masyarakat karena modus operandinya yang bringas dan tidak segan-segan membunuh korbannya. Selang beberapa hari, secara continue kita dikagetkan oleh pemberitaan dari media elektronik tentang korban jiwa yang terus berjatuhan akibat perlakuan Geng Motor.Tampaknya, Geng Motor terus melakukan aksinya di beberapa tempat di Jakarta dan bahkan kini sudah meluas sampai ke beberapa daerah di Jawa Barat dan Makassar Sulawesi Selatan.
Masyarakat seakan phobia terhadap aksi brutal Geng Motor. Polisi semestinya harus bertindak cepat dan cekatan mengungkap keberadaan Geng Motor tersebut.Aksi Geng Motor dengan tindakan kekerasan dan pembunuhan sudah berjalan hampir tiga bulan, tetapi aparat kepolisian belum menemukan titik teranguntuk mengungkap jati diri Geng Motor dan siapa yang berada di balik semua kejadian dan tindakan tersebut.Sampai saat ini, Polisi hanya bisa beretorika dan belum bisa menangkap satu pun dari anggota komplotan Geng Motor itu.
Polisi tidak bisa terus-terusan beretorika seperti itu, sementara korban dari masyarakat yang tidak berdosa akibat kebrutalan Geng Motor terus bertambah.Namun, kita tidak bisa memaksa polisi untuk menangkap sembarangan tanpa ada bukti yang kuat, tetapi polisi dapat melakukan itu sebagaimana Densus 88 menangkap orang-orang yang terindikasi atau diindikasikan teroris.Kita harus tetap memberikan kepercayaan terhadap polisi agar mengungkap dan menangkap gerombolan Geng Motor yang membuat masyarakat resah.
Malahan pihak TNI sudah memberikan dan ikut turun tangan dalam mengungkap Geng Motor tersebut.Awalnya rakyat bertanya, kenapa TNI ikut-ikutan dan ambil bagian dalam menangani kasus Geng Motor itu?TNI pada tahap ini, merasa berkepentingan serta ikut turut serta karena memang ada salah satu dari anggota TNI angkatan laut yang menjadi korban kebrutalan Geng Motor di jalan Pramuka Jakarta.
Masyarakat juga (termasuk keluarga dan tetangga), semestinya ikut ambil bagian di dalam mengungkap dan minimal memberikan informasi kepada aparat keamanan tentang keberadaan Geng Motor tersebut, pinta Kapolda Metro Jaya Iejen Pol Untung S Radjab. Jika masyarakat diam, maka bukan tidak mungkin Geng Motor akan kembali bereaksi dan korbannya masyarakat sendiri. Atau masyarakat sendiri takut untuk mengungkapkannya dan melaporkannya ke polisi? Tapi entahlah, namun yang jelas masyarakat tetap merasa tidak aman dan was-was terhadap Geng Motor yang datang dan pergi sesuka hatinya. Pada kondisi seperti ini, polisi seharusnya hadir untuk memberikan dan menjamin rasa aman masyarakat.
Penanganan terhadap Geng Motor diperlukan solusi yang tepat dan cepat, sehingga rasa aman masyarakatdapat segera pulih seperti sedia kala. Polisi harus segera menangkap komplotan Geng Motor dengan cepat.Beberapa hari lalu, pihak kepolisian mengungkapkan bahwa seseorang yang bernama “Josua”telah ditangkap dan terindikasi anggota Geng Motor (walaupun pihak keluarganya membatah keterlibatan Josua).Nah, tindakan cepat dan cekatan seperti itu yang mesti dilakukan kepolisian agar masyarakat tidak terus menerus merasa pesimis dan meragukan kemampuan kepolisian dalam menungkap pelbagai kasus di negeri ini, termasuk Geng Motor.
Atau diperlukan langkah structural formalistic guna menangani kebringasan Geng Motor, seperti rencana Laksamana Sukardi selaku ketua Geng Motor BRIGES yang akan menjadikan Geng Motor BRIGES sebagai Ormas atau Organisasi Sosial Kemasyarakat secara folmal.Keinginan pak Laksamana Sukardi pada satu sisi baik, namun di sisi lain pasti akan mendapat penentangan atau penolakan dari masyarakat. Sebagai sebuah ide, tentu ide Laksamana Sukardi itu baik karena ia sendiri (selaku Ketua Geng Motor BRIGES) sangat mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan Geng Motor yang tidak jelas seperti itu serta mendukung upaya kepolisian untuk secepatnya menangkap para pelaku kekerasan tersebut.
Pendekatan sosial dan budaya perlu dilakukan untuk meminimalisir berkembangnya Geng Motor di Indonesia. Pemerintah melalui Kementrian terkait dapat membebaskan rakyat dari kemiskinan, baik kemiskinan structural maupun budaya, terutama kemiskinan ekonomi.Jaminan social masyarakat menjadi program prioritas pemerintah, begitu juga jaminan kesehatan dan hidup layak.
Saya malah khawatir, tindakan kekerasan yang dilakukan Geng Motor sebagai bentuk kritik terhadap kondisi politik di negeri ini.Pemerintah terlena dan nyaman dengan kekuasaan yang diembannya, tanpa pernah berfikir tentang nasib rakyatnya.Isu kenaikan BBM menjadi contoh nyata betapa pemerintah tidak berempati terhadap nasib rakyat yang tidak mampu menyesuaikan diri (hidup) seiring dengan kenaikan harga kebutuhan pokok.Sementara pemerintah tidak pernah sedikitpun menyinggung tentang kenaikan harga kebutuhan pokok masyarakat.Mereka tetap sibuk dan terus mencari strategi agar kenaikan BBM segera dapat dilaksanakan.
Sementara DPR sebagai representasi atau wakil rakyat justru sibuk dengan permainan drama dimana lakon atau cerita dan endingnya sudah mereka ketahui atau bahkan sepakati.Drama dengan lakon BBM menjadi cerita yang menarik dipentaskan di gedung Rakyat, sementara rakyat tidak menikmati lakon itu.Rakyat hanya ingin BBM tidak dinaikan oleh pemerintah, itu saja permintaan rakyat.Tidak perlu lagi pemerintah dan DPR mementaskan drama kolosal BBM seperti itu, kalau tok akhirnya naik juga tiga atau empat bulan mendatang.Jadi, lakon Geng Motor menjadi lakon kontra produktif terhadap lakon drama kolosal BBM yang dipentaskan di gedung rakyat.Semoga kita semua lebih mawas diri.Wallahul Musta’an ila Darussalam.

*********



[1]Kondisi itu mirip dengan kisah hidup Raden Said alias Sunan Kalijaga yang harus pergi meninggalkan kadipaten Tuban (penuh kemewahan) untuk mengembara mencari jati diri dan hidup bersama masyarakat Tuban yang kekurangan. Bahkan demi untuk menolong nyawa rakyat Tuban yang akan mati kelaparan Raden Said menjadi perampok berbudi baik, dimana hasil rampokannya dibagi-bagikan kepada rakyat Tuban yang miskin. Orang-orang yang dirampok Raden said adalah perampok juga, tidak terkecuali para pejabat Kadipaten Tuban yang korup dan suka menggelapkan pajak Rakyatnya (lih. Novel Sunan Kalijaga, karya).

0 komentar: