Rabu, 07 Mei 2014

AWAS PREDATOR SELALU MENGINTAI

Ohohoh...tangis anak kecil yang kesakitan ketika hendak pipis. Namun tangisan anak kecil itu sampai terdengar oleh ibunya. Tangisan itu hanya tangisan senyap penuh derita karena si anak tidak mampu mengungkapkan atau bercerita lepada ibunya. Ancaman akan dibunuh selaku menghantuinya...si Anak hanya mampu menahan rasa sakit yang diderita...(narasi hayali dari penderitaan kurban predator). Tangisan tersebut bagian dari perusakan masa depan dan sama saja dengan pelanggaran kemanusiaan oleh para predator buas.

Sepanjang tahun 2011 sampai 2014 sekitar 88 orang telah menjadi kurban para predator. Siapapun pasti akan merasa terkejut dengan terurainya motip predator menghabisi kurbannya. Anehnya peristiwa kekerasan tersebut banyak terjadi di dunia pendidikan kita. Kasus teranyar seorang bocah Sekolah Dasar di Jakarta terbunuh gara-gara makanan atau camilan seharga seribu rupiah dijatuhkan oleh temannya, karena itu ia menjadi predator dengan membunuh temanya sendiri.


Dari sekian banyak kasus yang terjadi rasanya tidak masuk akal kalau sampai para predator membunuh temannya sendiri. Bermula dari bermain bersama di pinghiran kali dan tanpa disengaja si predator mendorong temannya ke kali dan akhirnya meninggal dunia. Kasus lain, karena sebab si predator dendam kepada temannya, lalu ia menerkam temannya sampai tewas layaknya harimau buas melahap makanannya. Sementara itu, gara-gara terlambat mengembalikan hand phone temannya, seorang siswa SMP mengambil nyawa temannya layaknya burung elang yang kelaparan karena habis terbang jauh. Dan atau karena tersinggung oleh ejekan temannya, tanpa merasa bersalah si predator mengayunkan tinju ke temannya dengan kekuatan penuh sampai kurbannya meredam nyawa.

Ada apa dengan masyarakat bangsaku sehingga sedemikian mudahnya mereka menghabisi nyawa teman-temannya dengan alasan yang tidak terlalu rasional. Sudah sedemikian murahkah harga nyawa manusia ini sehingga sedemikian mudah juga mereka dipisahkan ruh dari badan wadagnya. Atau memang, warga masyarakat sendiri sudah kehilangan rasa kepercayaan diri dan penghormatan terhadap sesamanya sehingga rasa kemanusiaannya sudah tidak ada lagi.

Kalau mau di persalahkan lalu siapa yang bersalah? Si Predatorkah, kurbankah atau negara serta pemerintah yang tidak mampu memberikan rasa aman kepada warganya. Aman dalam menjalani kehidupannya untuk mencari harta yang halal wa tayyiban, aman untuk saling bercengkrama dengan sesamanya, dan aman serta nyaman untuk menikmati kekayaan yang berlimpah di negerinya sendiri.

Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk menjustifikasi salah-benar, tetapi lebih sebagai analisis apa yang hilang dari sifat kemanusiaan kita. Terkadang akal sehat kita memunculkan tanya yang tak terjawab, mengapa manusia dapat bermetamorfosis begitu cepat menjadi predator ulang yang mampu memisahkan ruh teman sepermainannya dengan wadagnya dalam waktu singkat. Apa yang ada di kepala predator ketika hendak akan menghabisi temannya sendiri? Atau mereka sebenarnya tidak berfikir sampai temannya meredam nyawa. Namun yang pasti bahwa telah hilangn rasa kemanusiaan dari hati para predator pemakan sesamnya "homo homoni lupus".

Dalam perspektif Sosiologis tentu ada yang salah dalam masyarakat. Ada disharmoni yang akut dalam suatu masyarakat sehingga di antara sesamanya terjadi saling curigai, saling ejek, dan saling serang atau konflik sosial (Louis Coser, 2001). Nilai-nilai harmoni yang seharusnya menjadi acuan dalan hidup bermasyarakat kini mulai tercerabut bahkan hilang dari diri mereka. Dan lebih fatal lagi, tidak sedikit dari anak-anak muda sekarang sudah tidak begitu hormat lagi terhadap bini sepuh, orang tua, guru, dan mungkin para tetua masyarakat. Akibatnya segala petuah, nilai, adat istiadat warisan peninggalannya dianggap kuno, kolot, dan tidak bisa diberlakukan.

Setidaknya ada beberapa alasan yang menyebabkan mengapa nilai-nilai harmoni kemanusiaan semakin memudar yakni
(1). Faktor globalisasi yang sudah memasuki jantung dunia pivat. Arus globalisasi telah menghancurkan batas atau sekat teritorial suatu negara dan sekat warga negara. Dengan kemajuan teknologi informasi, warga masyarakat dapat berkomunikasi dengan siapapun yang ada di planet bumi ini, sehingga nilai-nilai hidup pun secara langsung dapat mereka internalisasi dari tempat lain.

(2). Faktor Keluarga seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anak-anak ketika kembali ke rumah. Bagi sebagian orang keamanan dan kenyaman hidup dalam keluarga tinggal hanya cerita dalam sinetron. Tidak sedikit anak kuda yang stres dan mencari suasana lain di luar rumah karena kehidupan dalam keluarganya selalu diwarnai percekcokan dan saling menyalahkan antara kedua orang tuanya.

(3). Faktor sekolah. Guru semestinya menjadi orang tua keduanya bagi siswa-siswinya dan sekolah juga menjadi rumah ke duanya. Fakta yang bermunculan saat ini, justru pelecehan seksual atau meminjam istilah Menteri Muhamad Nuh bahwa nilai-nilai kemanusiaan telah dilanggar di sekolah karena itu siapapun yang melakukan tindakan kekerasan akan diberikan hukuman.

(4). Faktor masyarakat. Sebagai pembentuk aturan dalam hubungan kemasyarakatan setiap masyarakat harus saoing menjaga dan saling menghormati. Salah bentuk penghormatan itu misalnya, ketika salah seorang warganya melanggar aturan maka harus ditegur dan diberikan sanksi oleh masyarakat sendiri (dalam suku Sasak disebut awiq-awiq). Tetapi ternyata tidak dilakukan. Terkadang anak yang melanggar tata susila dibela mati oleh keluarganya akibatnya ketegangan diantara mereka pun terjadi, seperti kasus konflik antar warga yang diakibatkan oleh saling sindir antar anak muda yang sedang mabuk.

(5). Negara pun tidak boleh alpa dalam menata struktur kehidupannya secara makro. Terkesan bahwa negara sering alpa dalam memberikan rasa aman dan nyaman untuk warganya. Kejadian dan tindak kekerasan terus menerus berulang semestinya mampu terdeteksi sejak awal. Faktanya negara hadir ketika kurban telah berjatuhan.

Predator tidak boleh lagi terjadi apalagi di dunia pendidikan. Tentu saja kejadian tersebut tidak terjadi seketika, tetapi melalui proses yang cukup lama dengan menginternalisasi nilai-nilai yang dipertontonkan oleh senior-senior mereka dan atau yang dipertontonkan guru-gurunya. Proses internalisasi nilai itu dilakukan dalam waktu yang lama (Peter L Berger, 1998). Proses internalisasi tidak hanya mereka dapatkan di dunia persekolahan tetapi juga di masyarakat, di rumah dan tempat lainnya.

Predator kemanusiaan hendaknya dapat segera diputus dengan melakukan sinergi dan kerjasama berkelanjutan antara kelima faktor tersebut di atas. Masing-masing pihak harus memainkan perannya kembali atau on the trax untuk mendidik generasi masa depan. Gambaran atau prototype generasi masa depan dapat dilihat pada generasi kita sekarang ini. Baik-buruknya generasi mendatang akan sangat tampak dari investasi yang kita tanamkan untuk mereka.

Tentu, kita harus mengapresiasi tindakan cepat yang dilakukan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang bertindak cepat untuk melindungi anak-anak Indonesia dari para predator. Siapapun dan lembaga apapun yang terindikasi dan terbukti merusak moral anak bangsa dengan tindakan seksual maka harus di hukum. Kalau itu tindakan dilakukan oleh perseorangan maka serahkan proses hukumnya ke pengadilan. Dan jika itu dilakukan oleh lembaga pendidikan, seperti Jakarta International School (JIS), maka Kemendikbud harus melakukan tindakan dengan mencabut ijin operasionalnya.

Predator merupakan tindakan melawan hukum dan telah melanggar harkat dan nilai-nilai kemanusiaan. Akibat yang ditimbulkannya sangat meresahkan kehidupan masyarakat atau disharmoni alam kecil. Karena itu, demi kembalinya kehidupan yang harmonis tentu peran utama negara untuk melindungi masyarakatnya mutlak dilakukan sebab kalau tidak maka negara telah melanggar kontrak sosial dengan masyarakat. Menurut teori kontrak sosial Rousseau bahwa tujuan utama dibentuknya suatu negara adalah untuk menjaga kehormatan warga negaranya dari segala bentuk ancaman. Stop Predator demi generasi emas mendatang. Wallahul Muwafiq ila Darissalam.

Tanak Beak, 06052014.09.02


0 komentar: