Ohohoh...tangis
anak kecil yang kesakitan ketika hendak pipis. Namun tangisan anak
kecil itu sampai terdengar oleh ibunya. Tangisan itu hanya tangisan
senyap penuh derita karena si anak tidak mampu mengungkapkan atau
bercerita lepada ibunya. Ancaman akan dibunuh selaku menghantuinya...si
Anak hanya mampu menahan rasa sakit yang diderita...(narasi hayali dari
penderitaan kurban predator). Tangisan tersebut bagian dari perusakan masa depan dan sama saja dengan pelanggaran kemanusiaan oleh para predator buas.
Sepanjang tahun 2011 sampai 2014 sekitar 88 orang telah menjadi kurban
para predator. Siapapun pasti akan merasa terkejut dengan terurainya
motip predator menghabisi kurbannya. Anehnya peristiwa kekerasan
tersebut banyak terjadi di dunia pendidikan kita. Kasus teranyar seorang
bocah Sekolah Dasar di Jakarta terbunuh gara-gara makanan atau camilan
seharga seribu rupiah dijatuhkan oleh temannya, karena itu ia menjadi
predator dengan membunuh temanya sendiri.
Dari sekian banyak
kasus yang terjadi rasanya tidak masuk akal kalau sampai para predator
membunuh temannya sendiri. Bermula dari bermain bersama di pinghiran
kali dan tanpa disengaja si predator mendorong temannya ke kali dan
akhirnya meninggal dunia. Kasus lain, karena sebab si predator dendam
kepada temannya, lalu ia menerkam temannya sampai tewas layaknya harimau
buas melahap makanannya. Sementara itu, gara-gara terlambat
mengembalikan hand phone temannya, seorang siswa SMP mengambil nyawa
temannya layaknya burung elang yang kelaparan karena habis terbang jauh.
Dan atau karena tersinggung oleh ejekan temannya, tanpa merasa bersalah
si predator mengayunkan tinju ke temannya dengan kekuatan penuh sampai
kurbannya meredam nyawa.
Ada apa dengan masyarakat bangsaku
sehingga sedemikian mudahnya mereka menghabisi nyawa teman-temannya
dengan alasan yang tidak terlalu rasional. Sudah sedemikian murahkah
harga nyawa manusia ini sehingga sedemikian mudah juga mereka dipisahkan
ruh dari badan wadagnya. Atau memang, warga masyarakat sendiri sudah
kehilangan rasa kepercayaan diri dan penghormatan terhadap sesamanya
sehingga rasa kemanusiaannya sudah tidak ada lagi.
Kalau mau
di persalahkan lalu siapa yang bersalah? Si Predatorkah, kurbankah atau
negara serta pemerintah yang tidak mampu memberikan rasa aman kepada
warganya. Aman dalam menjalani kehidupannya untuk mencari harta yang
halal wa tayyiban, aman untuk saling bercengkrama dengan sesamanya, dan
aman serta nyaman untuk menikmati kekayaan yang berlimpah di negerinya
sendiri.
Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk menjustifikasi
salah-benar, tetapi lebih sebagai analisis apa yang hilang dari sifat
kemanusiaan kita. Terkadang akal sehat kita memunculkan tanya yang tak
terjawab, mengapa manusia dapat bermetamorfosis begitu cepat menjadi
predator ulang yang mampu memisahkan ruh teman sepermainannya dengan
wadagnya dalam waktu singkat. Apa yang ada di kepala predator ketika
hendak akan menghabisi temannya sendiri? Atau mereka sebenarnya tidak
berfikir sampai temannya meredam nyawa. Namun yang pasti bahwa telah
hilangn rasa kemanusiaan dari hati para predator pemakan sesamnya "homo
homoni lupus".
Dalam perspektif Sosiologis tentu ada yang salah
dalam masyarakat. Ada disharmoni yang akut dalam suatu masyarakat
sehingga di antara sesamanya terjadi saling curigai, saling ejek, dan
saling serang atau konflik sosial (Louis Coser, 2001). Nilai-nilai
harmoni yang seharusnya menjadi acuan dalan hidup bermasyarakat kini
mulai tercerabut bahkan hilang dari diri mereka. Dan lebih fatal lagi,
tidak sedikit dari anak-anak muda sekarang sudah tidak begitu hormat
lagi terhadap bini sepuh, orang tua, guru, dan mungkin para tetua
masyarakat. Akibatnya segala petuah, nilai, adat istiadat warisan
peninggalannya dianggap kuno, kolot, dan tidak bisa diberlakukan.
Setidaknya ada beberapa alasan yang menyebabkan mengapa nilai-nilai harmoni kemanusiaan semakin memudar yakni
(1). Faktor globalisasi yang sudah memasuki jantung dunia pivat. Arus
globalisasi telah menghancurkan batas atau sekat teritorial suatu negara
dan sekat warga negara. Dengan kemajuan teknologi informasi, warga
masyarakat dapat berkomunikasi dengan siapapun yang ada di planet bumi
ini, sehingga nilai-nilai hidup pun secara langsung dapat mereka
internalisasi dari tempat lain.
(2). Faktor Keluarga
seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anak-anak ketika
kembali ke rumah. Bagi sebagian orang keamanan dan kenyaman hidup dalam
keluarga tinggal hanya cerita dalam sinetron. Tidak sedikit anak kuda
yang stres dan mencari suasana lain di luar rumah karena kehidupan dalam
keluarganya selalu diwarnai percekcokan dan saling menyalahkan antara
kedua orang tuanya.
(3). Faktor sekolah. Guru semestinya
menjadi orang tua keduanya bagi siswa-siswinya dan sekolah juga menjadi
rumah ke duanya. Fakta yang bermunculan saat ini, justru pelecehan
seksual atau meminjam istilah Menteri Muhamad Nuh bahwa nilai-nilai
kemanusiaan telah dilanggar di sekolah karena itu siapapun yang
melakukan tindakan kekerasan akan diberikan hukuman.
(4).
Faktor masyarakat. Sebagai pembentuk aturan dalam hubungan
kemasyarakatan setiap masyarakat harus saoing menjaga dan saling
menghormati. Salah bentuk penghormatan itu misalnya, ketika salah
seorang warganya melanggar aturan maka harus ditegur dan diberikan
sanksi oleh masyarakat sendiri (dalam suku Sasak disebut awiq-awiq).
Tetapi ternyata tidak dilakukan. Terkadang anak yang melanggar tata
susila dibela mati oleh keluarganya akibatnya ketegangan diantara mereka
pun terjadi, seperti kasus konflik antar warga yang diakibatkan oleh
saling sindir antar anak muda yang sedang mabuk.
(5). Negara
pun tidak boleh alpa dalam menata struktur kehidupannya secara makro.
Terkesan bahwa negara sering alpa dalam memberikan rasa aman dan nyaman
untuk warganya. Kejadian dan tindak kekerasan terus menerus berulang
semestinya mampu terdeteksi sejak awal. Faktanya negara hadir ketika
kurban telah berjatuhan.
Predator tidak boleh lagi terjadi
apalagi di dunia pendidikan. Tentu saja kejadian tersebut tidak terjadi
seketika, tetapi melalui proses yang cukup lama dengan menginternalisasi
nilai-nilai yang dipertontonkan oleh senior-senior mereka dan atau yang
dipertontonkan guru-gurunya. Proses internalisasi nilai itu dilakukan
dalam waktu yang lama (Peter L Berger, 1998). Proses internalisasi tidak
hanya mereka dapatkan di dunia persekolahan tetapi juga di masyarakat,
di rumah dan tempat lainnya.
Predator kemanusiaan hendaknya
dapat segera diputus dengan melakukan sinergi dan kerjasama
berkelanjutan antara kelima faktor tersebut di atas. Masing-masing pihak
harus memainkan perannya kembali atau on the trax untuk mendidik
generasi masa depan. Gambaran atau prototype generasi masa depan dapat
dilihat pada generasi kita sekarang ini. Baik-buruknya generasi
mendatang akan sangat tampak dari investasi yang kita tanamkan untuk
mereka.
Tentu, kita harus mengapresiasi tindakan cepat yang
dilakukan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang bertindak
cepat untuk melindungi anak-anak Indonesia dari para predator. Siapapun
dan lembaga apapun yang terindikasi dan terbukti merusak moral anak
bangsa dengan tindakan seksual maka harus di hukum. Kalau itu tindakan
dilakukan oleh perseorangan maka serahkan proses hukumnya ke pengadilan.
Dan jika itu dilakukan oleh lembaga pendidikan, seperti Jakarta
International School (JIS), maka Kemendikbud harus melakukan tindakan
dengan mencabut ijin operasionalnya.
Predator merupakan
tindakan melawan hukum dan telah melanggar harkat dan nilai-nilai
kemanusiaan. Akibat yang ditimbulkannya sangat meresahkan kehidupan
masyarakat atau disharmoni alam kecil. Karena itu, demi kembalinya
kehidupan yang harmonis tentu peran utama negara untuk melindungi
masyarakatnya mutlak dilakukan sebab kalau tidak maka negara telah
melanggar kontrak sosial dengan masyarakat. Menurut teori kontrak sosial
Rousseau bahwa tujuan utama dibentuknya suatu negara adalah untuk
menjaga kehormatan warga negaranya dari segala bentuk ancaman. Stop
Predator demi generasi emas mendatang. Wallahul Muwafiq ila Darissalam.
Tanak Beak, 06052014.09.02
Rabu, 07 Mei 2014
AWAS PREDATOR SELALU MENGINTAI
01.05
No comments
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar