This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Kamis, 05 April 2012

RANCANG BANGUN KONSEP ISLAM RAHMATAN LIL AL-ALAMIN (Studi tantang Formulasi Islam Rahmatan lil al-alamin dan Strategi Aplikasinya)


( I )
Menghadirkan Islam yang rahmatan lil al-alamin adalah suatu keniscayaan di tengah tumbuh dan berkembangnya firqah-firqah dalam Islam. Tampak sepintas selalu, antara satu firqah dengan firqah lainnya tidak saling menyapa, malahan saling menyalahkan dan mengkafirkan (takfir). Tersadari atau tidak, kondisi tersebut berpengaruh terhadap sikap dan perilaku komunitas firqah dan lebih jauh dapat berbenturan atau konflik sosial. Kasus pembakaran pessantren dan pengusiran Jamaah Syi’ah oleh masyarakat di Madura Jawa Timur (Majalah Forum, 2011) dan pengrusakan masjid Salafy di Sesela Lombok Barat dapat dijadikan acuan.
Konflik-konflik sosial yang bernuansa sosial-keagamaan datang silih berganti seakan tiada henti di negeri ini. Konflik-konflik itu sebagai akibat saja dari suatu fase sejarah yang panjang jika ditilik dari teori konflik (Ritzer dan Barry Smart, 2011). Setiap terjadi konflik sosial-keagamaan atau konflik antar ummat-beragama, kita merasa kesulitan untuk mendeteksi akar tunggal yang menjadi penyebab utamanya. Sebab seringkali penyebab utamanya bukan pada aspek doktrin yang merupakan inti agama, melainkan pada akar serabut (seperti bid’ah dan khurafat), juga karena persaingan politik-kekuasaan dan ekonomi.
Karena seringnya terjadi konflik sosial-keagamaan, maka muncul harapan akan kehadiran konsep beragama yang baru, lebih lapang, toleran, nirkekerasan, terbuka dan kearifan atau minimal diperlukan rekonstruksi muslim yang rahmatan lil al-alamin, guna menepis pesimisme terhadap kemampuan agama sebagai sumber pencerahan dan acuan praktis bagi masyarakat yang harmonis di masa kini dan mendatang.
(II)
Disebutkan dalam hadits sahih yang telah diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ibnu Maajah dan Abu Dawud dengan beberapa jalur riwayat yang marfu’ bahwa Rasulullah Saw telah berwasiat kepada kita bahwa “...Sesungguhnya Bani Israel terpecah menjadi 72 golongan, dan ummatku terpecah menjadi 73 golongan. Semua akan masuk ke dalam neraka kecuali hanya satu golongan”. Mereka bertanya, “Siapakah mereka wahai Rasulullah? Rasulullah menjawab, “orang yang mengikuti (sunnah) ku dan (sunnah) sahabat-sahabatku.
Mana di antara 73 golongan dalam Islam itu yang selamat? Jika, garis damarkasi antara satu golongan dengan lainnya dan satu golongan yang selamat pada ittiba’ atau mengikuti sunah rasulullah dan para sahabat. Lalu siapa sahabat yang dimaksudkan? Apakah yang dimaksudkannya “ittiba’ us – salaf” dengan segala perkembangan dan perubahannya?
Dari riwayat Abdullah bin Mas’ud, Rasulullah bersabda “...sebaik-baik manusia adalah pada zamanku, orang-orang pada zaman berikutnya, dan orang-orang zaman berikutnya. Kemudian datanglah suatu kaum yang mana kesaksian salah seorang dari mereka mendahului sumpahnya, dan sumpahnya mendahului kesaksiannya” (HR Bukhari dan Muslim).
Terlepas dari adanya perbedaan pendapat tentang tiga kurun tersebut, tetapi yang jelas menurut pendapat Jumhur ulama bahwa kebaikan dan keutamaan itu tertujukan kepada semua ummat Islam pada ketiga masa atau kurun tersebut. Tetapi tingkatan mereka berbeda sesuai dengan derajat ketakwaan dan istiqomah mereka. Golongan ummat Islam pada tiga kurun waktu tersebut yakni kelompok sahabat sebagai garda terdepan yang menerima pengajaran akidah dan dasar-dasar agama Islam secara langsung dari Rasulullah Saw, sehingga hukum-hukum dan etika-etika Rabbani melekat dalam hati dan pikiran mereka secara murni tanpa tercampuri dengan bid’ah, penyimpangan dan dugaan keraguan. Kemudian diikikuti kelompok tabi’in (pengikut) dan tabi’it tabi’in. Kelompok ini merupakan pungkasan dari kelompok yang lurus pemikirannya dan murni ajaran Islamnya dari segala penyimpangan internal.
Setelah tiga kurun waktu tersebut, mulai bermunculan bid’an dan penyimpangan dengan pesat. Di samping itu muncul pula kelompok-kelompok sesat yang menyimpang dari ketiga kurun waktu sebelumnya. Penyimpangan, bid’ah dan khurafat terus menyebar dan meluas dari waktu ke waktu sampai sekarang ini. Sehingga pada konteks ini menjadi benar sabda Rasulullah Saw riwayat Anas bin Malik bahwa “...tidak akan datang kepadamu zaman kecuali yang lebih jelek dari zaman sebelumnya”(HR Bukhari dan Muslim).
Ternyata rasulullah Saw telah dapat membaca dan menerawang kejadian yang bakal dialami oleh ummat Islam mendatang. Karena itu, beliau selalu memberikan tauladan, tidak saja pada ucapan tetapi juga perbuatan. Sehingga dalam konteks Islam suatu perbuatan dikatagorikan baik hanya dilihat dari tiga hal yakni niat, cara dan tujuan. Ketiganya menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan inilah yang dimaksudkan dengan etika Islam. Jadi kebaikan dan citra Islam yang rahmatan lil al-alamin dapat terbangun dari formula etika Islam itu.
(III)
Dalam konteks makro, ada banyak sebab yang bisa menjelaskan buruknya citra Islam yakni reportase yang selektif (cetak dan elektronik), kurangnya penelitian akademis tentang aktivitas dan tradisi yang positif dan berorientasi nirkekerasan di masyarakat muslim, warisan subordinasi kolonial negara-negara muslim di bawah Barat, ketidakpedulian terhadap perbedaan budaya, kegagalan kaum muslim dalam menyampaikan pesan-pesan agama mereka. Hasilnya adalah tumbuh dan bertahannya pandangan negatif yang berkepanjangan tentang Islam di kalangan para pembuat kebijakan dan sarjana (Norman 1993; John L. Esposito, 1992).
Ketidakpedulian terhadap perbedaan budaya adalah salah satu sebab buruknya citra Islam yang perlu mendapatkan perhatian lebih. Karena saat ini, ummat berhadapan dengan era globalisasi, dimana pertemuan unsur-unsur budaya telah terjadi secara intens tanpa mengenal dimensi ruang dan waktu. Pluralitas kultural dan segala aspeknya akan mengiringi nilai-nilai dan konsep-konsep parsial ke dalam kotak primordialisme.
Oleh karenanya, budaya selain dapat merupakan pemersatu atau integrative factors, juga menjadi faktor penyebab konflik. Tumbuh suburnya sikap berlebih-lebihan dalam masalah takfir, irja’, bid’ah dan khurafat adalah faktor lain penyebab konflik antar firqah dalam Islam (Syaikh Bakr dan Abdul Muhsin, 2009). Artinya ada proses meniadakan dialog kebudayaan yang sebenarnya telah terbangun saat Rasulullah Saw membangun kota dan masyarakat Madinah.
Disharmoni diantara firqah semakin tampak, diberbagai tempat dan setiap waktu sering terjadi kecendrungan ketidakcocokan dengan firqah lainnya. Fenomena itu merupakan dampak dari perubahan sosio-kultural yang terjadi dan lebih jauh menimbulkan krisis identitas, akibatnya sebagian orang mengalami dislokasi dan disorientasi. Manusia banyak yang linglung, tidak tahu posisinya dalam tatanan masyarakat yang sedang berubah dan kehilangan orientasi dan arah tujuan hidupnya akibat transisi kehidupan yang tidak dapat dikuasainya.
Penyesuaian perilaku manusia terhadap nilai baru menjadi pilihan rasional yang tidak terhindari, tetapi tidak selalu berjalan mulus dan bahkan sering mengakibatkan konflik sosial. Pengelolaan terhadap perubahan sistem nilai seringkali menjurus kepada terjadinya konflik. Pihak yang satu melakukan koreksi terhadap pihak lain, sebaliknya pihak yang dikoreksi juga melakukan hal yang sama. Masyarakat Indonesia dengan budaya Timurnya yang kental cendrung memberikan resistensi atau bahkan perlawanan terhadap koreksi. Keadaan yang demikian membuat konflik cendrung semakin berkembang dan semakin tajam dan klimaksnya terjadi benturan fisik yang mengakibatkan jatuhnya kurban jiwa.
Anggota suatu masyarakat majemuk atau plural selalu terlibat dalam dinamika pluralitas yang kritis sebagai terlihat dalam tiga kecendrungan berikut: Pertama, masyarakat majemuk mengidap konflik yang kronis dalam hubungan antar kelompok. Sebab konpromi-konpromi antar pada platform tertentu sering tercapai, namun pada kenyataannya kompromi ini belum menutup kemungkinan terjadinya konflik, contoh konpromi pela-gandong (pada konflik kekerasan di Ambon). Kedua. Pelaku konflik cendrung secara secara stereotif memandang ketegangan dari perspektif kelompok sendiri, sehingga konflik dipandang sebagai perang all out war. Ketiga. Proses integrasi sosial lebih banyak terjadi melalui dominasi suatu kelompok terhadap kelompok lainnya. Sehingga integrasi sosial lebih bersifat heteronom dan bukan didasari karena ketulusan, melainkan faktor eksternal (Sahrin, 2011) dan mungkin kepentingan.
Dinamika kemajemukan yang kritis dan berujung pada konflik terjadi di kecamatan Sekotong, desa Berora kecamatan Lembar, Gelogor kecamatan Kediri dan desa Sesela kecamatan Gunungsari, kabupaten Lombok Barat yang melibatkan jama’ah Salafy. Konflik dengan kelompok salafy tersebut lebih disebabkan karena perbedaan tafsir, bid’ah, khurafat dan takfir.
Terhadap konflik-konflik yang terjadi, seharusnya masyarakat melalui lembaga-lembaga pendidikan, organisasi sosial keagamaan dan kemasyarakatan, termasuk pemerintah, Kementrian Agama, tokoh-tokoh agama dan  MUI,  harus peka terhadap potensi dan gejala konflik. Kenyataannya tidak, baru setelah potensi itu menjadi gelombang konflik, Pemerintah, ummat, MUI dan tokoh-tokoh agama merasa kebingungan dan kerepotan. Akhirnya yang muncul komentar-komentar liar dan tidak mengerti persoalan. Bukan mendamaikan malah memperuncing konflik yang sudah membara.
(IV)
Menampilkan wajah Islam yang rahmat (rahmatan lil al-alamin) dengan mengutamakan pendekatan toleransi (tasamuh) dalam berkomunikasi dengan komunitas lain menjadi keniscayaan. Bukankah pluralitas keberagamaan merupakan kenyataan yang bersifat nushush (didasarkan pada firman dan sabda suci). Oleh karenya, ummat Islam dan lembaga-lembaga keagamaan Islam, dalam pikiran, gagasan, program dan tindakannya selalu mengedepankan komitmen pada terwujudnya harmonitas intra – ummat dan antar – ummat beragama.
Mencontoh pengalaman berkomunikasi masyarakat Madinah bentukan Rasulullah Saw patut dijadikan referensi guna menampilkan wajah Islam yang sebenarnya yakni Islam yang moderat dan akomodatif. Cara beragama yang moderat secara internal melahirkan cara beragama yang bijak, tidak kaku dan memandang kewajiban beragama sebagai sesuatu yang sesuai dengan fitrah dan membahagiakan. Sementara secara eksternal melahirkan cara beragama yang terbuka, lapang, akomodatif dan selalu mengutamakan titik temu dalam membangun kehidupan yang lebih baik, harmonis dan maju, sehingga keberagamaan menjadi rahmat bagi kehidupan yang plural.
Penganut cara beragama yang moderat dapat dilihat dari sikapnyanya yang selalu ingin membuktikan agar agamanya menjadi rahmat bagi seluruh ummat manusia, selalu mencari titik temu dari keberagamaan yang pluralis, serta selalu megajak pihak lain untuk memperjuangkan kebebasan, keadilan, kesejahteraan dan masa depan bersama yang lebih baik.
Ummat Islam harus membangun kembali kesadaran mendalam terhadap kemestian dialog peradaban dan interdependensi manusia dalam pinjaman-pinjaman kebudayaan. Sebab hanya dengan itulah peradaban menjadi milik bersama dan untuk kesejahteraan ummat manusia dan dengan itu pula progres peradaban dapat dipacu perkembangannya. Dengan demikian kemampuan agama sebagai sumber pencerahan dan acuan praktis bagi masyarakat yang harmonis di masa kini dan mendatang tidak perlu diragukan. Wallahul Mustaan ila Darussalam.
*********

Jumat, 10 Februari 2012

MUHAMMAD SAW SANG REFORMIS SEJATI


Muhammad Saw adalah insanul kamil (manusia sempurna) yang pada dirinya terletak untaian mutiara hikmah sebagai obor penerang dalam hidup dan kehidupan sekalian penghuni alam, yang mengeluarkan manusia dari kekafiran menuju agama yang hanief yakni Islam. Kehadiran beliau adalah sebagai reformis sejati mengantarkan manusia ke kebahagiaan zohir dan bathin, dunia-akherat. Oleh karena itu, menyambut dan memperingati kehadiran beliau menjadi sebuah keniscayaan bagi orang yang tahu terima kasih dan berbalas budi. Hari dan bulan kelahiran beliau hendaklah kita peringati sebagai titik awal bagi peningkatan pengabdian kepada Allah sebagai dzat yang telah menyempurnakan semua kenikmatan-Nya.
Itulah yang saya sampaikan saat menjadi khatib (11/2/2012) di masjid Nururrahman Tanak Beak Narmada. Satu Minggu sebelumnya, saya sudah diminta untuk menyampaikan materi khutbah yang bertemakan Maulid nabi Muhammad Saw oleh Takmir Masjid itu. Hari itu, menurut pengurus Masjid Nururrahman H.M. Darwan sengaja dirangkaikan dengan peringatan maulid Rasulullah Saw. Fikir saya, kenapa tidak mengambil hari lain saja sebagaimana umumnya masyarakat di Lombok merayakan maulid? Menurut Mamik Darwan karena kondisi masyarakat yang sedang membangun masjid dan sampai saat ini masih dalam proses finishing.
Saat ini, kita telah kembali memasuki bulan rabiul Awwal. Bulan dimana ummat Islam di seluruh penjuru dunia merayakan hari kelahiran atau maulid nabi besar Muhammad Saw yang tepatnya jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awwal setiap tahunnya.
Setidaknya, ada tiga peristiwa penting pada tanggal 12 Rabiul Awwal. Pertama. Sebagai hari kelahiran Rasulullah Saw. Kedua. Pada tanggal tersebut rasulullah Saw melakukan hijrahnya dari Mekkah ke Madinah. Ketiga. Pada tanggal itu pula, Rasulullah tutup usia (wapat) untuk menghadap ke hadirat allah Swt.
Di antara beberapa peristiwa besar itu, kelihatannya yang biasa diperingati kaum muslimin adalah hari kelahiran Rasulullah Saw yang terkenal dengan peringatan maulid nabi Muhammad Saw. Peringatan maulid nabi Muhammad Saw telah menjadi tradisi ummat Islam sejak dahulu hingga sekarang, walaupun dengan cara dan bentuk yang berbeda-beda, namun tetap dalam konteks dan semangat yang sama yaitu mencintai dan meneladani Rasulullah Saw.
Peringatan maulid nabi Muhammad Saw akan menjadi lebih baik bila kita mau mencontoh peringatan yang diadakan oleh para ulama terdahulu. Dalam kitab “At-tanbihatul Waajibat” karya Syekh KH. Hasyim Asy’ari menjelaskan bahwa bentuk peringatan maulid nabi Muhammad Saw dengan menyelenggarakan suatu acara yang Islami, bersedekah, menyantuni fakir miskin dan anak-anak yatim serta menampakkan perasaan bahagia atas kelahiran beliau dan mengikuti segala ajarannya, menyelenggarakan pengajian dan ceramah-ceramah agama yang bermaterikan keagungan dan akhlak beliau yang patut digugu dan di contoh.
Manifestasi cinta kepada Rasulullah Saw agaknya memerlukan penyegaran kembali pada akhir-akhir ini, sebab merupakan tuntutan ajaran agama yang harus dijaga kemurniannya, jangan sampai diarahkan kepada hal-hal yang menyimpang. Ketika kita mengadakan  perigatan maulid Muhammad Saw. Kita harus menyadari bahwa peringatan yang dilakukan adalah bagian dari manifestasi cinta Rasulullah Saw. Untuk itu, nilai ritual yang ada di dalamnya harus mencerminkan logika kecintaan kepada beliau. Hadist yang diriwayatkan oleh sahabat Anas ra menjelaskan bahwa “barang siapa mencintai sunnahku, maka sungguh ia telah mencintai aku, maka ia bersamaku di syurga.
Ungkapan rasa cinta kepada beliau harus diaktualisasikan dalam bentuk sikap dan perbuatan yang berorientasi kepada nilai agama, karena ujung dari rasa cinta itu adalah peningkatan kualitas diri dalam pengamalan ajaran agama yang dibawa oleh beliau. Pengakuan cinta kepada beliau, haruslah disertai perbuatan yang mencerminkan kecintaan kepada beliau, bila tidak, maka sama saja cinta itu bohong adanya. Waliyullah Hatim Az-zahid menyatakan bahwa “Barang siapa yang mengaku cinta Rasulullah Saw. Tanpa mau mengikuti perilaku beliau, maka ia adalah seorang pembohong.
Kehadiran Rasulullah saw sebagai utusan Allah Swt dalam situasi dunia yang fasad. Dalam bahasa Indonesia fasad dapat berarti kerusakan, kemerosotan, kebinasaan, kekejaman, kebathilan, kekejian dan kehancuran. Di sadari atau tidak semua kerusakan tersebut bersumber pada kekotoran jiwa, hasad, dengki, kegelapan rohani dan kekaburan pandangan hidup.
Kehadiran Rasulullah Saw sebagai utusan Allah Swt untuk menolong ummat manusia dari kehancuran yang sedemikian parah itu. Potensi dan modal pribadi yang dimiliki Rasulullah Saw guna mengemban amanah yang teramat berat itu hanya “siddiq, Amanah, Tablig dan Fatonah serta akhlak yang agung”. Dengan modal-modal pribadi itu, setidaknya ada tiga hal besar yang direformasi oleh Rasulullah Saw. Yakni menyangkut bidang akidah, bidang sosial, dan bidang akhlak.
Selama 13 tahun masa kerasulannya, beliau memprioritaskan penanaman akidah dan tauhid. Reformasi akidah syirik lalu menggantinya dengan akidah ketauhidan terhadap Allah Swt telah berhasil beliau lakukan sehingga pada gilirannya mampu merubah pola pikir manusia. Perubahan dalam bidang akidah dan tauhid itu merupakan energi yang memotivasi dan mengalirkan perubahan-perubahan dalam berbagai aspek kehidupan lainnya.
Bidang sosial kemasyarakatan, politik, ekonomi, peradaban dan budaya menjadi garapan prioritas beliau setelah akidah ketauhidan. Beliau mereformasi sistem pemerintahan yang aristokrasi, autokrasi dan kediktatoran menjadi suatu sistem yang berdasarkan nilai-nilai kebebasan manusia, demokrasi, musyawarah, menegakkan keadilan dan kebenaran, menanamkan semangat persaudaraan dan persamaan.
Pemerataan ekonomi didasarkan pada keadilan sosial. Setiap orang diberikan kebebasan dan kesempatan untuk berusaha mencari kekayaan dan keuntungan sebanyak-banyaknya, tetapi harus mengeluarkan zakat dan infaq untuk menyantuni kaum yang lemah dan kemaslahatan ummat.
Dalam bidang akhlak, beliau menancapkan tonggak akhlakul karimah, yang meliputi nilai-nilai budi pekerti yang luhur dan terpuji. Dengan bangunan akhlakul karimah itu, lambat laun sifat-sifat yang tercela, yang semula mendarah mendaging itu terlepas dan tergusur dari realitas kehidupan.
Rahasia kesuksesan beliau melakukan reformasi akhlak ini adalah terlebih dahulu beliau mempraktekkan dalam kehidupan pribadi beliau. Sehingga hal tiu menjadi keteladanan yang sangat menarik untuk diikuti oleh para sahabatnya dan kita sebagai pengikutnya.
Sungguh akhlak rasulullah Muhammad SAW adalah sangat tinggi dan mulia, sehingga Allah SWT sampai memuji ketinggian akhlak beliau itu. Sebagaimana dinyatakan dalam Qs Al-Qalam ayat 4 yakni Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung”.
Permasalahannya, mampukah kita (khususnya para pemimpin bangsa) meneladani perilaku Rasulullah Saw untuk membangun Indonesia menuju kesejahteraan “gemah ripah luh jinawe” di tengah perilaku hidup boros pemegang kekuasaan di Republik ini. Saya kira, inilah pekerjaan berat yang mestinya sudah mulai terbangun mulai sekarang, apalagi dalam suasana perayaan maulid Rasulullah Saw.
Siapapun boleh pesimis terhadap kondisi bangsa saat ini, tetapi bukan berarti diam dan tidak bergerak menuju cita perubahan. Perilaku hidup boros yang ditunjukkan eksekutif dan legislatif di tengah kemelaratan rakyat menjadi alas dasar masyarakat pesimis untuk menjadi lebih baik. Saya kira sangat rasional dan tentu tidak salah bukan. Pesimisme masyarakat itu menjadi cambuk atau kritikan  bagi siapapun yang mengaku dirinya pemimpin. Kita butuh pemimpin yang bersih, jujur, dipercaya, dan memiliki akhlak yang agung seperti Rasulullah Saw. Mungkinkah?
*********

Selasa, 07 Februari 2012

Maulid Nabi sebagai media Reformasi Moral menuju kebahagiaan


Memasuki bulan Rabiul Awwal tiap tahunnya masyarakat Muslim Indonesia disibukkan oleh berbagai aktivitas untuk memperingati hari lahirnya Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Selama bulan Rabiul Awwal banyak ragam kegiatan keagamaan dilakukan masyarakat untuk memperingati kelahiran sang reformis sejati. Peringatan kelahiran kanjeng nabi Muhammad SAW oleh ummat Islam Indonesia sebagai bentuk kecintaan kepadanya.
Adalah komunitas muslim Sasak mulai disibukkan oleh berbagai kegiatan  merayakan kelahiran kanjeng nabi Muhammad SAW. Aneka macam kegiatan dan lomba keagamaan diadakan oleh masyarakat Islam Sasak.  Entah itu kegiatan yang ada hubungan dengan keagamaan maupun lomba yang tidak ada hubungannya dengan agama. Perlombaan yang bernuansa agama, seperti lomba azan, hapalan ayat-ayat pendek alqur’an, pidato dengan bahasa Arab ataupun bahasa Indonesia, busana muslim dan muslimah, lari karung, sepak bola, makan kerupuk, panjat pinang, sampai sepak bola memakai sarung-pun diadakan. Aneka macam lomba itu diikuti oleh anak-anak remaja sampai orang dewasa.
Sementara para ibu rumah tangga menyiapkan aneka jenis makanan sebagai sajian pada hari perayaan Maulid nabi Muhammad SAW untuk di hidangkan kepada para tamu undangan. kesemua jenis mata lomba dan jenis makanan tersebut didasari pada semangat dan niatan menyambut kelahiran junjungan alam nabi Muhammad SAW.
Dari perspektif  syara’ peringatan maulid kanjeng nabi Muhammad SAW tidak ditemukan di dalam nash atau ayat-ayat alqur’an ataupun hadits nabi yang menganjurkan atau melarangnya. Peringatan maulid nabi Muhammad SAW merupakan hasil kontruksi masyarakat Indonesia yang dimotori oleh wali sembilan. Salah tujuan diadakannya perayaan maulid nabi Muhammad SAW adalah untuk menambah kecintaan ummat Islam kepada sang reformis sejati serta mampu mengikuti jejak langkahnya. Karena memang Rasulullah SAW yang harus dijadikan panutan guna menggapai kehidupan bahagia di dunia dan akherat.
Makna sebuah tradisi
K.H. Hasyim Asy’ari pendiri Nahdlatul Ulama yang berasal dari Tebuireng Jombang Jawa Timur dapat dijadikan rujukan dalam hal bentuk penyelenggaraan peringatan maulid nabi Muhammad SAW dalam kitabnya “At-Tanbihatul Waajibat”. Bentuk penyelenggaraan peringatan maulid nabi yang biasa dan disukai ulama terdahulu berupa berkumpul di suatu tempat, baik di masjid, langgar, musholla, dan tempat tinggal warga, lalu dibaca ayat-ayat alqur’an dan hadits-hadits yang mengisahkan tentang peristiwa dan kelebihan-kelebihan rasulullah semasa dalam kandungan, saat kelahiran, maupun perjuangan menegakkan syari’at Islam sampai akhir hayatnya, termasuk budi pekerti dan akhlak mulianya. Setelah perayaan itu, adakalanya dibagikan kepada jamaah sekedar makanan sebagai jamuan dengan diiringi tabuhan rebana salawat badar, namun tetap dalam koridor kewajaran.
Sementara itu, Syaikh Umar bin Muhammad Al-Mulia, salah seorang salafus shaleh di kota Irbil menyelenggarakan perayaan maulid nabi dengan bersedekah, berbuat kebajikan, dan menampakkan rasa suka cita atas kelahiran beliau. Bentuk-bentuk peringatan sebagaimana terurai di atas merupakan wujud kecintaan, pengagungan dan pemuliaan terhadap baginda Rasulullah Saw. Serta ungkapan rasa syukur kepada Allah Swt. Atas nikmat dan anugerah-Nya yang besar berupa datangnya utusan pembawa hidayah, kebenaran serta kasih sayang untuk seluruh alam.
Abu Lahab yang diabadikan namanya dalam alqur’an, masih bisa berbuat kebajikan dengan membebaskan Tsuwaibah budak perempuannya karena diberikan kabar gembira tentang kelahiran Muhammad dari rahim Aminah dan Abdullah. Aku dibebaskan oleh Abu Lahab karena jasaku memberikan kabar gembira tentang telah melahirkannya Aminah dan lantaran susuannya kepada nabi. Sungguh satu bentuk kebajikan dari seorang Abu Lahab yang jelas-jelas kafir, penghalang, dan penentang syiar Islam yang di bawa nabi mau membebaskan budaknya karena kabar kelahiran nabi.
Di kesultanan Ngayogyakarto Hadiningrat juga diadakan gerebek Maulid dalam rangka memperingati kelahiran kanjeng nabi Muhammad Saw yang merupakan konstruksi kultural dan sampai saat ini rutin dilakukan setiap tahunnya. Pusat perayaan gerebeg maulid di pusatkan di alun-alun Utara kasultanan Yogyakarta atau sebelah Timur masjid Keraton. Begitu juga di Kesunanan Surakarta diadakan gerebeg maulid sebagaimana di kasultanan Yogyakarta.
Begitu juga di kalangan Muslim Sasak, merayakan maulid nabi sudah menjadi tradisi yang sejak lama dibiasakan. Tentu, peringatan maulid nabi Muhammada SAW di samping memperingati kelahiran kanjeng nabi,  juga sebagai media silaturahiem antar keluarga, handai taulan, dan sahabat. Dari beberapa pengakuan masyarakat bahwa perayaan maulid nabi setiap tahunnya dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat, yang mana dapat mengundang sanak keluarga dan handai taulan yang berada di tempat jauh.
Dengan demikian perayaan maulid nabi Muhammad SAW sebagai sebuah tradisi dapat menyambung kembali tali silaturrahiem dan menambah keakraban kekeluargaan. Pada aras ini, tentu tidak salahnya jika perayaan maulid nabi Muhammad SAW setiap tahunnya harus tetap dirayakan okeh kaum muslimin Indonesia selama dapat mendatangkan manfaat dan nilai tambah bagi persaudaraan kemanusiaan, baik intra ummat beragama maupun antar ummat beragama.
Reformasi Ruhaniah
Setiap bulan  Rabiul  Awal tiap tahunnya, ummat Islam memperingati hari kelahiran kanjeng nabi Muhammad Saw dengan berbagai macam cara sesuai kondisi dan kebiasaan masyarakat.  Ummat dalam memperingatinya, tidak dibatasi dan diatur penyelenggaraannya, tetapi harus tetap berada pada koridor tidak melanggar kaidah dasar atau hakekat perayaan maulid itu. Artinya peringatan maulid harus membawa nilai-nilai positif bagi perubahan perilaku ummat setelah usai pesta dilakukan. Reformasi ruhaniah harus dilakukan pasca perayaan, perilaku ummat menjadi lebih baik dari sebelumnya, kualitas ibadah semakin meningkat, dengan bersandar pada sifat-sifat sidik, amanah, tablig, dan fatonah-nya kanjeng nabi.
Nilai-nilai tersebut mesti diambil dari even peringatan maulid nabi setiap tahunnya. Rasanya tidak cukup sampai pada selesainya ritual zhohiriah maulid (seperti aneka macam perlombaan, aneka macam hidangan saat ritual berlangsung) semata, tetapi yang urgen adalah terjadi perubahan nilai moralitas-ruhaniah yang membekas pada diri ummat untuk bekal mengarungi kehidupan kedepan yang penuh tantangan dan ketidakpastian di era global saat ini? Sekali lagi yang terpenting justru bagaimana even maulid nabi dapat dijadikan sebagai tonggak dasar melakukan reformasi ruhaniah ummat untuk berkarya dan dapat memadukan tiga pilar utama keberislaman yakni Iman, Islam, dan Ihsan. Kemampuan memadukan tiga pilar utama keberislaman itu dalam kehidupan nyata dapat menjadi indikator kualitas keislaman seseorang.
Keberhasilan Rasulullah Saw dalam mengantarkan ummatnya meraih kejayaan hidup dapat dijadikan referensi utama pemaduan ketiga pilar utama tersebut. Tidak kurang dari 12 tahun lamanya, nabi berhasil mengubah kehidupan sosial masyarakat Arab yang primordial-sektarianistik menjadi masyarakat yang berlandaskan persaudaraan universal dan bermoral perennial dan dari masyarakat yang membanggakan ashabiah, keturunan, darah biru menjadi masyarakat yang egalitarian. Keberhasilan tersebut dapat dijadikannya sebagai landasan membangun negara Madinah dengan konstitusi yang dikenal dengan “piagam Madinah”. Di negara Madinah ini, nabi Muhammad Saw. mampu membangun persaudaraan yang berlandaskan nilai-nilai humanitarianism, mampu membangun toleransi antara kepercayaan yang berbeda keyakinan (Islam, Yahudi, Kristen, dan Penyembah Api) dalam satu masyarakat Madani atau civil society meminjam istilah Ernest Gellner.
Keberhasilan rasulullah melakukan reformasi ruhaniah pada masyarakat Arab saat itu, bukan disebabkan oleh kemampuan teoritis yang mumpuni sebagaimana Karl Marx menghasilkan karya monumentalnya “Das Capital”, toh gagal dalam eksekusi masyarakat yang ideal, tetapi lebih disebabkan oleh keimanan yang bersifat aksi. Di aras ini, agama diyakini sebagai sumber etika moral yang harus dilabuhkan ke dalam realitas. Keaksiannya tentang monoteisme mengantarkannya kepada penyikapan terhadap seluruh ummat manusia sebagai makhluk Tuhan yang setara dan harus diperlakukan sama berdasarkan nilai-nilai kesetaraan atau egalitarian itu.
Dengan demikian, Islam mestinya harus menjadi nilai-nilai transformatif yang dapat mengantarkan manusia kepada pencerahan bagi dirinya, dan manusia lain. Pencerahan yang harus dijewantahkan ke ruang publik atau public sphere dalam kehidupan sosial, ekonomi, budaya, dan politik. Di aras ini, struktur sosial, budaya, politik, dan lainnya dibenahi. Apa yang telah dilakukan nabi dalam melakukan perubahan ruhaniah di tanah Arab, sebagai bukti nyata bahwa dia tidak hanya berkutat pada tataran wacana, tetapi sekaligus terlibat dalam aksi konkrit. Ketika nabi menjelaskan keterkaitan egalitarianism, keadilan, humanism, demokrasi, dan nilai-nilai lainnya tidak berhenti ditataran wacana sebagaimana para philosof melakukannya, tetapi di saat yang sama ia sendiri melaksanakan nilai-nilai itu, termasuk menerapkannya pada dirinya sendiri. Di atas nilai-nilai itu, Islam sebagai agama mampu mengkonstruksi peradaban, mengembangkan sains dan teknologi dalam berbagai disiplin yang berorientasi pada kesejahteraan kehidupan.
Good society terlahir dari pola kepemimpinan yang diterapkannya ketika memimpin negara Madinah. Good society yang dimaksudkan adalah suatu masyarakat yang dapat memenuhi rasa keadilan, dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka yang bersifat ekonomi, keamanan, dan mampu mengembangkan asosiasi diantara mereka, serta bisa berpartisipasi aktif dalam mengurus masyarakat. Kuncinya dengan meneladani kanjeng nabi melalui pendekatan semiotis-hermeneutik untuk menguak substansi nilai dan inti tindakan yang dilakukan kanjeng nabi. Kontekstualisasi nilai dan tindakan dalam hidup kekinian itu bisa saja berbeda bentuk dan polanya dikarenakan kondisi dan ranah yang berbeda.
Pada aras ini, peringatan maulid yang dilaksanakan setiap tahunnya, seharusnya dapat dijadikan sebagai media reflektif dan muhasabah untuk pengkayaan spiritual, pematangan emosional dan untuk memperbaiki diri secara berkelanjutan. Semestinya hikmah peringatan maulid nabi Muhammad SAW dapat dijadikan filter untuk tidak melakukan tindakan melawan hukum, baik hukum agama maupun hukum positip, seperti tidak melakukan korupsi dan lain sebagainya.
Dengan kata lain, dengan momentum peringatan maulid kanjeng nabi dapat dijadikan alas dasar melakukan reformasi ruhaniah untuk terwujudnya manusia paripurna atau insan kamil dengan demikian manusia akan mampu melakukan dialog yang intens dengan sang khaliq. Sehingga, ummat tidak akan terjebak pada acara seremonial-ritualistik semata yang terus berulang tanpa mampu melakukan perubahan mendasar bagi kesejahteraan  ummat. Sebenarnya, reformasi diri dan mengikuti jejak kanjeng nabi itulah substansi dari peringatan maulid kanjeng nabi yang selama ini dilakukan ummat Islam dunia dengan berbagai macam cara dan kegiatan yang berbeda. Semoga dengan perayaan maulid kanjeng nabi Muhammad SAW kita dapat melakukan reformasi ruhaniah untuk kemudian dijadikan dasar pijakan dalam membangun ummat yang sejahtera dhohir dan bathin. Wallahul musta’an ila darussalam.
*********