Jumat, 11 Oktober 2013

NARA PIDANA VS NARA PIDANA

Untuk kesekian kalinya, nara pidana membikin masalah di dalam penjara. Permasalahan yang muncul pelbagai bentuknya, mulai dari membuat rusuh, perkelahian antar napi, nyabu, mempruduksi pil ekstasi sampai menolak kehadiran aparat guna tes urin terhadap para napi sebagaimana terjadi di Sintang Kalimantan Barat.

Pertanyaan yang dapat dimunculkan atas pelbagai perilaku para napi tersebut adalah ada apa dengan kehidupan para napi di dalam penjara? Adakah mereka sudah bosan dengan kehidupan sumpek nan pengap dalam penjara? Atau mereka sudah muak dengan ketidakadilan yang mereka alami selama dalam tahanan? Dan mungkinkah suatu sensasi yang terpaksa dilakukannya guna menuntut perbaikan di rumah tahanan?


Siapapun bisa bertanya dan menemukan jawabannya sendiri dari pelbagai tingkah polah dan perilaku para napi. Apa yang dituntut para napi selama ini dianggap angin lalu yang tidak perlu di jawab. Anehnya, para abdi negara yang mengurus para pesakitan itu menganggap bahwa keinginan atau tepatnya tuntutan mereka biasa dan tidak perlu ditanggapi serius. Biarkan saja dan pada akhirnya mereka akan diam sendiri seiring senyapnya dinding dan jeruji besi penjara.

Perkelahian napi vs napi menjadi sesuatu yang sangat biasa terjadi di dalam penjara. Mereka pada akhirnya akan menjadi kawan dalam kesengsaraan dan derita hidup dalam penjara. Tidak ada yang bisa dipersalahkan pada kondisi seperti itu. apapun kejadian yang muncul tidak lebih dari sebuah proses penyesuaian diri hidup dalam keterbatasan. Keakuan diri pasti akan muncul di tengah keterbatasan guna menambah irisan ruang lebih besar. Apapun bisa terjadi dan dilakukan oleh para napi.

Penolakan tes urin yang akan dilakukan oleh petugas lapas terhadap para napi menjadi contoh telanjang betapa terkekang dan tersiksanya hidup dalam penjara. Keterbatasan hidup dalam penjara akan terasa membahagiakan manakala perlakuan dan pelayanan terhadapnya baik. Sehingga saya yakin bila itu terjawantahkan , mereka pastinya akan menuruti segala aturan hidup dalam penjara dan tidak perlu sampai terjadi penolakan seperti itu. Kalau sudah terjadi penolakan seperri itu, akhirnya pemerintah juga yang memerah kupingnya dan membelalak tanpa sadar.

Pada aras ini, kementrian hukum dan HAM seharusnya sudah dapat melakukan tindakan untuk menyelesaikan segala permasalahan lembaga pemasyarakatan. Hanya sayangnya, para pengampu tugas selalu dan selalu diplomatis memberikan jawaban atas semua permasalahan yang muncul dengan mengatakan bahwa kurangnya petugas yang ada pada lembaga pemasyarakatan. Jawaban seperti itu sudah jadul sekali. Itulah masalahnya bukan? Karena itu kementrian hukum dan HAM harus bereaksi dengan memperbanyak para petugas lapas dan menambah lapas baru.

Tidak ada pilihan lain kecuali melakukan perubahan atas tata kelola lapas menjadi lebih baik dan beradab. Perilaku yang dimunculkan para napi tidak semata-mata sensasi untuk memaksa semua orang membaca episode demi episode derita hidup dalam penjara. Namun lebih dari iru sebagai sebuah perlawanan dan mendobrak dinding tebal yang selama ini tidak tertembus oleh kekuatan apapun.

Dan kini dindang kokoh itu telah berubah menjadi dinding yang bisa dimasuki oleh siapapun. Sehingga semua orang bisa melihat dan menyaksikan setiap episode kehidupan lapas. Napi vs napi hanya sebuah adegan dalam suatu drama kehidupan dalam lapas yang tidak tertata dengan baik. Penolakan tes urin dan perilaku apapun yang dimunculkan para napi menjadi satu bentuk peringatan agar lapas segera mendapat penanganan serius demi menghormati harkat kemanusiaan para napi. Para napi juga manusia yang harus dijamin hak untuk diperlakukan secara baik di tengah hukuman yang dijalaninya. Tugas itu ada pada pemerintah selaku pemikul amanah rakyatnya.

Para napi dengan demikian akan dapat menjalani masa hukumannya dengan patuh manakala negara telah mampu memberikan pelayanan prima. Sehingga ridak perlu lagi para napi dengan terpaksa harus memerankan diri saling berhadapan dengan sesamanya dan atau dengan perugas. Semoga kasus Sintang, Kalimantan Barat menjadi episode terakhir dari sebuah tuntutan perbaikan lapas, baik pada kuantitas lapas maupun kualitas pelayanannya.

Teras Rumah Tanak Beak, 25092013.0137


0 komentar: