Senin, 19 November 2012

KATUP PENYELAMAT

Istilah katup penyelamat saya meminjam dari Lois Coser, seorang ahli konflkk berkebangsaan Inggris. Istilah itu sangat tepat untuk menggambarkan berbagai konflik yang terjadi di Indonesia dewasa ini. Kita sebagai warga negara sangat prihatin dengam berbagai tindakan kekerasan dan konflik yang seakan terjadi by desain. Tentu, kita tidak boleh berprasangka buruk bahwa semua kejadian itu direncanakan, namun yang terpenting saat ini bagaimana memahami dan resolusi konflik diberikan agar tidak terulang kembali.


Yang tergambar dalam fikiran kita saat ini, bahwasanya pancasila sebagai ideologi negara sedang dan terus diuji eksistensinya. Namun, perlu kita sadari dan tetap bersepakat bahwa sesungguhnya pancasila sebagai katup penyelamat bagi keutuhan negara kesatuan republik Indonesia. Kesepakatam itu terbangun melalui tangan dan fikiran jernih, cerdas serta ihlas berkorban demi terlahirnya negara Indonesia. Kesadaran akan keberagaman itu menjadi modal utama dan identitas Indonesia.

Pancasila terlahir dari kerelaan berkurban para pendiri negara dari pelbagai agama, etnik, suku dan adat yang berbeda. Dengan demikian, kemajemukan masyarakat Indonesia saat ini seakan menjadi dilemma yang tak habisnya. Seperti yang diketahui bahwa setiap masyarakat, suku, agama dan bahkan kepulauan mempunyai cita-cita, aspirasi masing-masing. Mereka juga membawa nilai hidup yang hidup di dalam masyarakatnya. Dengan demikian setiap kelompok masyarakat memiliki sun ideologi. Di mana sub-sub ideologi tersebut telah mendapat pengakuan akan eksistensinya.

Nah, untuk mencapai suatu integritas nasional, maka setiap anggota dari setiap kelompok masyarakat harus mengorbankan sedikit atau keseluruhannya loyalitas kelompok, kesukuan atau primordial serta sub ideologinya sendiri dan diarahkan ke arah ideologi negara yakni pancasila. Disamping semua itu, kehadiran agama di dalam di dalam masyarakat Indonesia yang majemuk ini tidak bisa dielakkan.

Tentu saja, kehadiran aga,ma juga menimbulkan fanatisme bagi pengikutnya. Suatu sikap yang sama sekali tidak membenarkan agama lain, selain agam yang diyakininya. Tetapi kalau berhenti sampai di sini pasti akan dihdapkan pada suatu masalah atau dilemma. Bahwa eksistensi nilai-nilai yang ada dalam masyarakat tidak bisa dibantah dan pengembangannya merupakan suatu keharusan. Pada aras ini, loyalitaa terhadap nilai-nilainya sendiri harus dikorbankan untuk mencapai integritas nasional. Dan integritas nasional haya bisa dicapai apabila setiap warga negara yang menanggalkan fanatisme agama masing-masing. Kesepakatan itulah yang dicapai dan dilakukam oleh founding father negara Indonesia dan bersepakat menjadikan pancasila sebagai katup yang menaungi kemajemukan masyarakat Indonesia.

Oleh katena itu, pancasila sebagai nilai tunggal yang mewakili nilai-nilai yang ada pada setiap suku bamgsa Indonesia harus mendapat prioritas utama dikembangkan, namun, agama dan nilai-nilai masyarakat juga harus dikembangkan bersamaan dengan mengembangkan nilai-nilai pancasila itu sendiri.

Saat ini, pancasila sebagai katup penyelamat betul-betul sedang diuji eksistensinya. Ujian itu dapat dilihat dari betbagai petistiwa konflik sosial, korupsi merajalela. Nepotisme tumbuh subur, me,entingkan golongan dan kelompok sudah menjadi keharusan, gerakan separatisme semakin menggeliat, serta munculnya ideologi baru yang bertentangan dengan ideologi pancasila, seperti Negara Islam Imdonesia atau NII.

Masih ingat pada tanggal 19 Oktober 2012 lalu, warga Papua memperingati setahun pembentukan Negara Federasi Papua Barat di Manokwari. Ratusan warga yang tergabung dalam West Papua Nasional Authority menggelar aksi long march membawa bendera bintang kejora serta menuntut kemerdekaan Papua Barat. Dan ketika presiden Susilo Bambang Yudoyono mengadakan kunjungan kenegaraan ke negara Ratu Elizanet. Si presiden di sambut dengan aksi unjuk rasa yang menuntut agar Papua bebas dan lepas dari pangkuannNKRI.

Kalau sudah begini masailahnya, bagaimana pancasila mampu menjadi katup penyelamat dari tantangan yang beraneka ragam dan bentuknya itu? Menjawabnya susah memang tetapi harus dijawab, kalau tidak berarti pancasila sudah kehilangan tuahnya atau kesaktiannya. Duh, agar tidak terlalu njelimet atau rumit, sebaiknya kita posisikan kembali pancasila pasa posisi seharusnya. Artinya pancasila jangan kita lupakan. Jangan lupa bahwa pancasila merupakan karya luhur dan agung pendiri bangsa ini serta menjadi dasar utama bagi sebuah negara demokratis sesuai dengan keindonesiaan kita.

Di tengah perkembangan teknologi yang semakin pesat, seakan ideologi pancasila semakin tampak dipinggirkan. Kesan itu, tampak terlihat dari para elite politik yang hanya sibuk dengan partainya dan ditambah dengan sering terjadinya konflik antar elite politik sendiri, sehingga lupa akan ideologi pancasila sebagai katup penyelamat negara ini sejak awalnya dam seharusnya sampai kini.

Mari kita sadari, bahwa ideologi pancasila sebagai dasat yang lebih tepat untul Indonesia. Bukankah selama proses reformasi secara tidak disadari energi pancasila berproses secara otomatis. Energi pancasila telah teruji mampu mengatasi betbagai macam konflik dan terciptanya perdamaian diberbagai daerah, seperti aceh, poso dan papua.

Dengam demikian, seharusnyalah anak bangsa ini tidak larut dalam kepentingan sendiri-sendiri. Begitu pula para elite politik agar kembali kepada kepentingan negara dan mendahulukannya dibandingkan kepentingan lainnya. Kita sudah enak hidup di bumi pertiwi ini dan yang dituntut sekarang ini hanya kesadaran akan eksistensi negara dengan masyarakat majemuk ini. Kesadaran akan eksistensi itu berarti kita sadar bahwa pancasila memang masih sangat sakti sebagai katup penyelamat dari semua tantangan terhadap bangsa dan negara tercinta ini. Dan untuk menumbuhkan kesadaran itu kembali, maka perlu pengajaran yang lebih maksimal tentang ideologi pancasila. Wallahul muwafiq ila Darissalam.


0 komentar: