Jumat, 17 Mei 2013

BUNGALON POLITIK

Siapa yang tidak mengetahui sifat dan watak alamiah dari binatang yang satu ini. Kelebihan binatang ini dapat menyesuaikan atau tepatnya dapat melebur dengan benda yang di dekapnya, kecuali dirinya sendiri. Ketika ia menempel di pohon mahoni seketika warna tubuhnya menyatu dengan mahoni. Ketika bersandar pada pohon anau maka seluruh tubuhnya berubah menjadi hitam pekat. Dan ketika menempel pada pohon kamboja maka serta merta tubuhnya berubah putih kehijauan layaknya pohon kamboja.


Sifat dan watak alamiah Bungalon boleh jadi sebagai strategi untuk mempertahankan hidup atau survival of the lifes. Karakter Bungalon itu seperti sudah lama diadopsi para tentara di seluruh dunia untuk mengelabui musuh untuk kemudian siap memberondong musuhnya dengan senjatanya. Ketika era revolusi fisik tentara kita juga menggunakan strategi penyesuaian dengan alam, seperti perang gerilya yang dilakukan oleh rakyat di bawah komando Panglima Besar Jenderal Sudirman. Pasukan pak Dirman sangat susah ditaklukan karena betul-betul menyatu dengan alam.

Mencermati konstelasi politik nasional tampaknya partai politik sedang mencari bentuk yang tepat untuk mendulang suara. Dengan semakin sedikitnya partai politik menjadi peserta pemilu 2014, tentu membuat persaingan menjadi ketat dan susah karena masyarakat sudah tidak peduli dengan parpol. Tentu ketidak pedulian itu proses panjang interaksi parpol dengan masyarakat yang lebih bersifat kartel. Budaya politik kartel ini kini menjadi bumerang bagi keduanya. Satu sisi parpol ingin berbuat untuk melakukan pendidikan politik bagi masyarakat, tapi sisi yang lain masyarakat sudah terlanjur di manjakan dengan budaya kartel.

Dalam situasi seperti ini, tentu partai politik harus mengkonstruksi strategi jitu di tengah keterpurukan partai politik. Evaluasi dan kembali ke jati diri terlahirnya partai politik harus menjadi perhatian pelaku politik. Bukankah, eksistensi parpol untuk memberikan pencerahan dan pendidikan politik bagi masyarakat. Situasi hubungan parpol dengan masyarakat ini harus segera dicarikan jalan keluarnya, terutama mengakhiri budaya politik kartel.

Kekhawatiran pengamat sosial tentang situasi kepartaian itu sangat wajar. Kalau hubungan parpol dengan masyarakat masih seperti kartel, maka saya khawatir akan membuat parpol lebih terpuruk lagi. Kondisi itu bisa melahirkan politisi instan atau kader jenggot untuk menaiki tahta kekuasaan. Strategi bunglon untuk mendulang suara menjadi sangat mungkin dengan tetap mempertahankan budaya politik kartel. Apalagi caleg yang diajukan parpol lebih banyak caleg jenggot atau instan.

Bunglon politik, bukan sesuatu mahluk yang tidak jelas wujudnya, tetapi sudah given dalam tatanan politik nasional. Tinggal bagaimana memaknai kehadiran bunglon politik untuk perbaikan tatanan dan sistem kepartaian. Itu yang substansial ketimbang memperdebatkan manusia jenis apa bunglon politik itu. Bunglon sebagai sebuah strategi politik harus didukung untuk perbaikan kehidupan berbangsa dan bernegara tetutama kualitas hubungan parpol dan masyarakatnya. Wallahul Muwafiq ila Darissalam.
Mataram, 11 Mei 2013


0 komentar: