Kamis, 26 Desember 2013

MEMASUKI RUANG SAKRAL

Entah benar atau tidak, ternyata biaya terima kasih lebih mahal dibandingkan dengan biaya formal pernikahan yang sudah ditetapkan oleh Kementrian Agama dalam hal ini Kantor Urusan Agama (KUA). Berita ini beredar dari mulut ke mulut dalam masyarakat dan sempat terekspos lewat media elektronik.

Kementrian Agama harus menjelaskan kenapa hal itu bisa terjadi? Mengapa harus ada uang terima kasih atau uang selawat dan mengapa tidak dikalkulasi semua bentuk pembayaran menjadi satu? Sehingga masyarakat tidak mempersoalkannya. Lalu, pihak terkait menjelaskan pula, rincian peruntukan uang biaya pernikahan itu.

Belum lagi masalah biaya pernikahan itu selesai, di Jawa Timur muncul masalah para penghulu yang tidak mau menikahkan masyarakat di luar jam kerja atau jam kantor. Perilaku penghulu tersebut membuat masyarakat berang dan marah, mengapa? Menurut salah seorang masyarakat bahwa perilaku penghulu yang tidak mau menikahkan di luar jam kerja membuktikan bahwa mereka tidak tahu tradisi dan kepercayaan yang berkembang di masyarakat Jawa Timur khususnya. Maksudnya tidak mau tahu tentang hari baik, atau hari keberuntungan yang diyakini masyarakat selama ini.


Saya mencoba memahami dan berempati terhadap apa yang dirasakan masyarakat. Sebaiknya Kementrian Agama sebagai pengayom kehidupan keberagamaan masyarakat harus lebih arif dalam menanggapi dinamika yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Apalagi terkait dengan kehidupan masyarakat muslim. Perilaku para penghulu tersebut bisa jadi sebagai reaksi balik terhadap dipersoalkannya uang terima kasih yang mereka terima selama ini. Atau sebagai strategi untuk mengaburkan limitnya buku nikah yang masih belum jelas solusinya.

Apapun alasannya, perilaku para penghulu yang tidak mau menikahkan pengantin di luar jam kerja menunjukkan bahwa mereka mungkin tidak hidup dalam masyarakat yang berkeyakinan dan berkepeecayaan. Mungkin mereka mengira sedang hidup di dunia antah berantah, dunia hayali, dunia awang-awang. Kalau itu yang terjadi maka ummat harus segera menyadarkannya dan menariknya kembali ke bumi tempat mereka seharusnya hidup dan berkarya demi keselamatan dan pengabdian kepada Rabbul Izzaty.

Mereka harus sadar bahwa tugas utamanya sebagai pelayan masyarakat dalam hal perkawinan. Tugas mereka sangat suci dan mulia, karena menghalalkan suatu hubungan manusia yang sebelumnya haram ke dalam satu ikatan perkawinan yang suci dan sakral pula. Karena begitu suci dan mulianya tugas para penghulu, maka sebaiknya jangan terkotori dengan perilaku yang tidak terpuji, anti keyakinan, dan bertentangan dengan praktik yang selama ini mereka kerjakan. Maksudnya kenapa baru sekarang masalah pernikahan di luar jam kerja mereka persoalkan dan kenapa tidak dari dahulu.

Lucu dan menggelitik. Itulah kesan masyarakat terhadap perilaku para penghulu yang tidak mau menikahkan pasangan pengantin di luar jam kerja. Jangan gara-gara uang terima kasih dipersoalkan masyarakat, kemudian mereka mau kaku dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Atau gara-gara persoalan itu, merasa pendapatannya berkurang. Sungguh, jangan sampai kesan-kesan itu menjadi benar dan betul adanya.

Sebagai masyarakat muslim, tentu kita masih berprasangka baik terhadap para penghulu yang mengemban tugas suci atau sakral. Boleh saja mereka bereaksi tetapi jangan sampai mengurbankan misi suci mereka untuk kemaslahatan dan mensucikan suatu pernikahan ikatan suci itu. Tugas mereka untuk tetap menjaga ikatan suci perkawinan itu, karena itu amanah Tuhan untuk mensucikan anak-anak masa depan ummat Islam.

Pernikahan adalah sunnahku, kata Rasulullah Saw. Barang siapa yang tidak mengikuti sunnahku (kata Rasulullah Saw), maka bukan ummatku. Karena itu, sebaiknya reaksi yang berlebihan dari para penghulu tersebut segera diakhiri dengan mengedepankan kemaslahatan ummat Islam dalam hal pernikahan.

Harus pula disadari bahwa dijaman kebebasan dan keterbukaan informasi publik sekarang ini sesuai dengan UU Nomor 14 Tahun 2011 tentang kebebasan informasi publik, maka semua penyelenggara negara harus memberikan informasi yang dibutuhkan masyarakat termasuk persoalan biaya pernikahan atau biaya ucapan terima kasih itu. Nah, di era keterbukaan sekarang ini, tidak ada ruang hampa yang tidak bisa dipersoalkan termasuk ruang sakral pernikahan.

Wallahul Muwafiq ila Darissalam
STAI Nurul Hakim, Kediri, 10122013.16.16

1

0 komentar: