Enake
jadi penguasa. Kemana-mana selalu dikawal, tidak kena macet karena
selalu ada forrider. Kebutuhan sehari-hari sampai akhir masa jabatan
dibiayai oleh negara. Tidur di pendopo yang nyaman dan dijaga oleh
Polisi Pamong Praja selama 12 jam. Memang enak jadi penguasa, kata amaq
Sabar.
Sehingga tidak mengherankan, kalau semua orang ingin menjadi penguasa. Entah menjadi
kepala dusun, kades, Bupati atau wali kota, Gubernur, Presiden, dan
atau menjadi angota DPR pada semua tingkatannya. Untuk menjadi penguasa,
segala daya, upaya dan strategi dilakukan oleh para pencari kekuasaan,
entah yang rasional maupun yang irrasional. Menghabiskan uang miliaran
rupiah untuk beli suara sampai membayar jasa paranormal demi menggapai
kekuasaan. Tentu, tidak ada yang salah semua tindakan para kompetitor
jika ditilik dari perspektif minus aturan.
Tirakat politik
"jaran guyang" menjadi salah satu strategi untuk mendapatkan dukungan
politik pemilih demi kekuasaan. Tirakat ini bisa dikatagorikan
irrasional karena transaksi politik tidak dilakukan dengan pemilih
secara langsung tetapi dengan paranormal atau pemilik ngelmu klenik. Si
pemakai jasa klenik tidak perlu susah-susah melakukan sosialisasi
tinggal menunggu hasil pemilihaan. Tentu saja, tidak gratis tetapi harus
membayar mahar setidaknya 25% dari total pembayaran atau tarif yang
disepakati.
Apakah percaya atau tidak atas tirakat politik
perklenikan demi kekuasaan? Saya kembalikan kepada kita semua untuk
menjawabnya. Namun yang pasti bahwa penggunaan jasa klenik untuk
menggapai kekuasaan bukan hal yang baru, tetapi sudah berlangsung cukup
lama di Indonesia. Bagi kompetitor politik yang percaya pastinya bisa
menggunakan jasa klenik, tetapi yang tidak percaya apa salahnya mencoba,
siapa tahu terpilih menggapai kekuasaan yang diimpikaan.
Secara umum, klenik tirakat politik jaran guyang dipahami sebagai cara
supranatural yang dilakukan melalui sebuah laku batin (tirakat) dan atau
memanfaatkan benda-benda yang diyakini memiliki kekuatan magis.
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa bangsa Indonesia sudah tidak asing
dengan istilah klenik, pelet jaram guyang, sihir dan sitilah lainnya.
Namun, setiap daerah mengenal istilah itu dengan nama yang beragam. Di
daerah Jawa Tengah, ilmu pelet disebut pengasihan atau ilmu asihan. Di
Sumatera atau di tanah melayu, ilmu ini disebut dengan pekasih. Di
Minang, pelet disebut dengan pitunang, sementara di orang Batak
menyebutnya dorma. Di Kalimantan Barat menyebutnya kindang atau
pitunduk.
Istilah pelet tidak selalu dikaitkan dengan urusan
percintaan. Di Jawa Tengah, pelet bisa diartikan motif pada warangka
keris. Dalam masyarakat sekitar Gunung Muria, pelet digunakan untuk
sebutan orang yang berprofesi sebagai penculik anak-anak (A Masruri,
2011.h.1). Di Bayuwangi, pelet diartikan juga dengan memikat burung
memakai getak pohon. Atau menyebutnya sebagai pakan ikan.
Pada
dekade 1990-an, istilah pelet mulai marak diidentikkan dengan urusan
"memikat kati". Ketika itu kalangan paranormal mulai menunjukkan
eksistensi profesi melalui media massa. Mereka juga mengeksploitasi jasa
seputar pelet di iklan-iklannya yang terkadang disajikan dengan bahasa
yang vulgar.
Kalau menilik istilah pelet, banyak kalangan yang
menyakini bahwa istilah itu terinspirasi dari tokoh Nini Pelet dalam
legenda Gunung Ceremai, Kuningan Jawa Barat. Ilmu perempuan tersebut
dikenal sangat hebat, khususnya bidang percintaan. Nini Pelet adalah
tokoh yang merebut kitab "Mantra Asmara" ciptaan tokoh sakti bernama Ki
Buyut Mangun Tapa". Salah satu isi dari kitab tersebut adalah ajian
"jaran guyang" yang dikenal ampuh untuk memikat hati lawan jenis. Sampai
sekarang, ajian itu masih dipelajari banyak orang, khususnya oleh
kalangan paranormal.
Sementara itu, Ki Buyut Manguntapa, sang
pencipta ajian "jaran guyang" itu dimakamkan di desa Mangun Jaya,
Indramayu, Jawa Barat. Masyarakat di sekitar makam itu meyakini bahwa
sering muncul harimau siluman yang dipercayai sebagai peliharaan Ki
Buyut dan sering muncul pada tengah malam jumat kliwon.
Kini,
ajian "jaran guyang" tidak melulu diidentikkan dengan masalah memikat
hati lawann jenis, tetapi sudah melebar ke memikat hati masyarakat
pemilih untuk kepentingan politik. Percaya atau tidak, bukankah tidak
sedikit orang yang sudah menggunakan jasa pemilik ngelmu itu. Di gumi
Sasak sendiri pemilik ilmu ini tersebar di beberapa daerah di Lombok.
Menjelang pemilu, menurut pengakuan paranormal, banyak masyarakat yang
datang untuk sekedar konsultasi dan atau meminta jasanya untuk dapat
terpilih menjadi penguasa. Entah menjadi kepala desa, ataupun kekuasaan
yang lebih tinggi. Biasanya orang datang diberikan jimat, dimandikan,
sabuk, cincin, dan atau tirakat khusus, tergantung dari permintaan
orang yang datang.
Memang sampai saat ini, belum ada data yang
menunjukkan bahwa orang terpilih menjadi penguasa karena jasa ngelmu
ajian-ajian klenik, sehingga susah untuk menemukan buktinya. Tentu saja,
mereka yang menggunakan jasa paranormal tidak bercerita secara vulgar
tetapi dari mulut le mulut pasti bukan cerita yang tabu. Masalahnya,
apakah seseorang terpilih karena ajian "jaran guyang" politik atau
karena memang masyarakat kasihan melihat calon itu? Yah, kemungkinan itu
bisa saja terjadi tetapi susah dibuktikan.
Masih teringat
dengan jelas, tutur amaq Sabar. Ketika pemilu yang lalu, saat berada di
bilik suara, saya tidak melihat foto semua calon kecuali satu pasangan
calon saja, maka pasangan itu yang saya coblos tuturnya. Nah, apakah
pitutur amaq Sabar karena pengaruh ajian klenik atau tidak. Tetapi itu
lah faktanya.
Dalam konteks antropologi, ngelmu klenik benar adanya
atau bersifat faktual tetapi sulit dibuktikan keberadaannya. Adanya dari
cerita atau pitutur orang yang mengalaminya.
Dari uraian di
atas, tulisan ini dimaksudkan untuk memberi pemahaman bahwa ajian-ajian
klenik dalam dunia politik semakin marak. Tulisan ini tidak pada posisi
justifikasi hitam putih, tetapi lebih bersifat menguraikan fenomena
sosial sesuatu yang bersifat supranatural dapat mempengaruhi pemilih
untuk menggapai kekuasaan sebagaimana pitutur amaq Sabar di atas.
Menjelang pemilu 2014 pada tanggal 9 April mendatang, apakah jasa
paranormal akan dimanfaatkan oleh para caleg untuk berebut kuasa atau
tidak. Terserah saja. Tapi yang pasti bahwa jasa paranormal memiliki
tarip yang sudah pasti juga, tanpa boleh ditawar. Ajian "jaran guyang"
politik boleh jadi akan menghantarkan mereka berebut kuasa. Atau mungkin
pula tidak.
Tanak Beak, 31012014.0732
Sabtu, 01 Februari 2014
TIRAKAT POLITIK JARAN GUYANG
20.54
No comments
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar