Sabtu, 01 Februari 2014

TIRAKAT POLITIK JARAN GUYANG

Enake jadi penguasa. Kemana-mana selalu dikawal, tidak kena macet karena selalu ada forrider. Kebutuhan sehari-hari sampai akhir masa jabatan dibiayai oleh negara. Tidur di pendopo yang nyaman dan dijaga oleh Polisi Pamong Praja selama 12 jam. Memang enak jadi penguasa, kata amaq Sabar.

Sehingga tidak mengherankan, kalau semua orang ingin menjadi penguasa. Entah menjadi kepala dusun, kades, Bupati atau wali kota, Gubernur, Presiden, dan atau menjadi angota DPR pada semua tingkatannya. Untuk menjadi penguasa, segala daya, upaya dan strategi dilakukan oleh para pencari kekuasaan, entah yang rasional maupun yang irrasional. Menghabiskan uang miliaran rupiah untuk beli suara sampai membayar jasa paranormal demi menggapai kekuasaan. Tentu, tidak ada yang salah semua tindakan para kompetitor jika ditilik dari perspektif minus aturan.


Tirakat politik "jaran guyang" menjadi salah satu strategi untuk mendapatkan dukungan politik pemilih demi kekuasaan. Tirakat ini bisa dikatagorikan irrasional karena transaksi politik tidak dilakukan dengan pemilih secara langsung tetapi dengan paranormal atau pemilik ngelmu klenik. Si pemakai jasa klenik tidak perlu susah-susah melakukan sosialisasi tinggal menunggu hasil pemilihaan. Tentu saja, tidak gratis tetapi harus membayar mahar setidaknya 25% dari total pembayaran atau tarif yang disepakati.

Apakah percaya atau tidak atas tirakat politik perklenikan demi kekuasaan? Saya kembalikan kepada kita semua untuk menjawabnya. Namun yang pasti bahwa penggunaan jasa klenik untuk menggapai kekuasaan bukan hal yang baru, tetapi sudah berlangsung cukup lama di Indonesia. Bagi kompetitor politik yang percaya pastinya bisa menggunakan jasa klenik, tetapi yang tidak percaya apa salahnya mencoba, siapa tahu terpilih menggapai kekuasaan yang diimpikaan.

Secara umum, klenik tirakat politik jaran guyang dipahami sebagai cara supranatural yang dilakukan melalui sebuah laku batin (tirakat) dan atau memanfaatkan benda-benda yang diyakini memiliki kekuatan magis.

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa bangsa Indonesia sudah tidak asing dengan istilah klenik, pelet jaram guyang, sihir dan sitilah lainnya. Namun, setiap daerah mengenal istilah itu dengan nama yang beragam. Di daerah Jawa Tengah, ilmu pelet disebut pengasihan atau ilmu asihan. Di Sumatera atau di tanah melayu, ilmu ini disebut dengan pekasih. Di Minang, pelet disebut dengan pitunang, sementara di orang Batak menyebutnya dorma. Di Kalimantan Barat menyebutnya kindang atau pitunduk.

Istilah pelet tidak selalu dikaitkan dengan urusan percintaan. Di Jawa Tengah, pelet bisa diartikan motif pada warangka keris. Dalam masyarakat sekitar Gunung Muria, pelet digunakan untuk sebutan orang yang berprofesi sebagai penculik anak-anak (A Masruri, 2011.h.1). Di Bayuwangi, pelet diartikan juga dengan memikat burung memakai getak pohon. Atau menyebutnya sebagai pakan ikan.

Pada dekade 1990-an, istilah pelet mulai marak diidentikkan dengan urusan "memikat kati". Ketika itu kalangan paranormal mulai menunjukkan eksistensi profesi melalui media massa. Mereka juga mengeksploitasi jasa seputar pelet di iklan-iklannya yang terkadang disajikan dengan bahasa yang vulgar.

Kalau menilik istilah pelet, banyak kalangan yang menyakini bahwa istilah itu terinspirasi dari tokoh Nini Pelet dalam legenda Gunung Ceremai, Kuningan Jawa Barat. Ilmu perempuan tersebut dikenal sangat hebat, khususnya bidang percintaan. Nini Pelet adalah tokoh yang merebut kitab "Mantra Asmara" ciptaan tokoh sakti bernama Ki Buyut Mangun Tapa". Salah satu isi dari kitab tersebut adalah ajian "jaran guyang" yang dikenal ampuh untuk memikat hati lawan jenis. Sampai sekarang, ajian itu masih dipelajari banyak orang, khususnya oleh kalangan paranormal.

Sementara itu, Ki Buyut Manguntapa, sang pencipta ajian "jaran guyang" itu dimakamkan di desa Mangun Jaya, Indramayu, Jawa Barat. Masyarakat di sekitar makam itu meyakini bahwa sering muncul harimau siluman yang dipercayai sebagai peliharaan Ki Buyut dan sering muncul pada tengah malam jumat kliwon.

Kini, ajian "jaran guyang" tidak melulu diidentikkan dengan masalah memikat hati lawann jenis, tetapi sudah melebar ke memikat hati masyarakat pemilih untuk kepentingan politik. Percaya atau tidak, bukankah tidak sedikit orang yang sudah menggunakan jasa pemilik ngelmu itu. Di gumi Sasak sendiri pemilik ilmu ini tersebar di beberapa daerah di Lombok.

Menjelang pemilu, menurut pengakuan paranormal, banyak masyarakat yang datang untuk sekedar konsultasi dan atau meminta jasanya untuk dapat terpilih menjadi penguasa. Entah menjadi kepala desa, ataupun kekuasaan yang lebih tinggi. Biasanya orang datang diberikan jimat, dimandikan, sabuk, cincin, dan atau tirakat khusus, tergantung dari permintaan orang yang datang.

Memang sampai saat ini, belum ada data yang menunjukkan bahwa orang terpilih menjadi penguasa karena jasa ngelmu ajian-ajian klenik, sehingga susah untuk menemukan buktinya. Tentu saja, mereka yang menggunakan jasa paranormal tidak bercerita secara vulgar tetapi dari mulut le mulut pasti bukan cerita yang tabu. Masalahnya, apakah seseorang terpilih karena ajian "jaran guyang" politik atau karena memang masyarakat kasihan melihat calon itu? Yah, kemungkinan itu bisa saja terjadi tetapi susah dibuktikan.

Masih teringat dengan jelas, tutur amaq Sabar. Ketika pemilu yang lalu, saat berada di bilik suara, saya tidak melihat foto semua calon kecuali satu pasangan calon saja, maka pasangan itu yang saya coblos tuturnya. Nah, apakah pitutur amaq Sabar karena pengaruh ajian klenik atau tidak. Tetapi itu lah faktanya.
Dalam konteks antropologi, ngelmu klenik benar adanya atau bersifat faktual tetapi sulit dibuktikan keberadaannya. Adanya dari cerita atau pitutur orang yang mengalaminya.

Dari uraian di atas, tulisan ini dimaksudkan untuk memberi pemahaman bahwa ajian-ajian klenik dalam dunia politik semakin marak. Tulisan ini tidak pada posisi justifikasi hitam putih, tetapi lebih bersifat menguraikan fenomena sosial sesuatu yang bersifat supranatural dapat mempengaruhi pemilih untuk menggapai kekuasaan sebagaimana pitutur amaq Sabar di atas.

Menjelang pemilu 2014 pada tanggal 9 April mendatang, apakah jasa paranormal akan dimanfaatkan oleh para caleg untuk berebut kuasa atau tidak. Terserah saja. Tapi yang pasti bahwa jasa paranormal memiliki tarip yang sudah pasti juga, tanpa boleh ditawar. Ajian "jaran guyang" politik boleh jadi akan menghantarkan mereka berebut kuasa. Atau mungkin pula tidak.

Tanak Beak, 31012014.0732


0 komentar: