Sabtu, 09 Maret 2013

MEWASPADAI NEGATIVE AND BLACK CAMPAIGN


“Menang terhormat, kalah tersanjung”, itulah kalimat normative  yang dapat saya rekam setelah selesai membaca novel Mahabarata. Kalimat tersebut terungkap ketika anak-anak Pandu yang tergabung dalam Pandawa Lima berkumpul menyikapi kelicikan dan provokasi yang terus dilakukan oleh saudara-saudaranya dari Kurawa. Sedianya pihak Pandawa berusaha untuk menghindar dari peperangan dengan Kurawa, tetapi takdir rupanya tidak dapat ditolak, perang Bharatayuda di Kuru Setra akhirnya terjadi. Namun demikian, pihak Pandawa berusaha untuk tetap bersikap dan menjaga nilai kesatrya dalam peperangan itu dengan tidak berbuat kecurangan, kelicikan dan tipu muslihat, sehingga kalau menang dalam peperangan itu menjadi pemenang yang terhormat dan kalau kalah tetap tersanjung. Itulah nilai-nilai kesatrya yang harus dijunjung tinggi dan diacu pada suatu pertandingan, tak terkecuali dalam Pemilu Kepala Daerah di Nusa Tenggara Barat.
Dalam kondisi Politik Indonesia seperti saat ini, sepertinya sulit untuk bersikap kesatrya dalam setiap perhelatan Pemilihan Umum, terutama Pemilu Kepala Daerah. Sebab orientasi para kontestan semata-mata kekuasaan dan karenanya apapun bisa dilakukan yang penting tujuan berkuasa tercapai. Dengan begitu, seolah-olah untuk mencapai suatu kekuasaan, melakukan tindakan provokatif dengan negative and black campign menjadi strategi jitu untuk membuat lawan politiknya kalah terkapar.
Dalam pentas Pemilu Kepala Daerah tampaknya negative and black campign menjadi salah satu strategi andalan untuk memperoleh kekuasaan. Ya, negative and black campign boleh jadi memang menjadi jurus andalan. Namun, mahluk macam apa negative and black campign itu? Secara definisi keduanya bisa dibedakan, tetapi dalam prakteknya keduanya sulit dipisahkan. Kedunya dapat dipakai para kontestan politik atau tim pemenangan di waktu yang bersamaan. Beda kata beda definisi, kata Saharudin, MA (Dosen tetap Fakultas Tarbiyah IAI Qamarul Huda, Lombok Tengah).
Black campign itu sesuatu hal yang fiktif dan fitnah dan disebarkan oleh segelintir orang atau tim. Sementara negative campign sesuatu hal yang berdasarkan fakta dan dianggap salah bagi sebagian orang kemudian disebar oleh segelintir orang atau tim. Sederhananya, negative campign berarti berbicara tentang lawan kampanye dari sisi gelapnya (dari sisi jeleknya atau negatifnya). Ini berarti secara langsung menyerang lawan atau kebijakan dan atau membandingkan secara secara kontras antara calon anda dengan lawan. Yang pasti kedua hal itu dilakukan untuk merugikan orang lain dan membunuh karakter orang lain. Akan tetapi belum tentu juga black and  negative campign tepat sasaran.
Pada pilpres 2009 lalu, istri SBY di-black campign bahwa dirinya adalah seorang non Muslim, padahal jelas-jelas dia adalah seorang muslim. Begitu juga dengan SBY yang di-black campign bahwa dirinya sebelum masuk Akademi Militer pernah menikah. Gubernur Sulawesi Selatan Sahrul Yasin Limpo (SYL) di-black campign dengan beredarnya selebaran tolak dinasti gubernur pengguna narkoba. Hal yang sama juga, terjadi pada Pilgub Jawa Barat dimana, beredar selebaran tentang Ahmad Heryawan yang punya istri lain.
Terdapat tiga jenis utama dari negative and black campign yakni (1). Ad hominem istilah latin berarti “melawan orang”. Jenis serangan ini adalah serangan terhadap pribadi lawan, cendrung tidak ada hubungan dengan kampanye, visi misi maupun kebijakan, seperti mengkampanyekan lawan politiknya dengan menyebut kelebihan berat badan, jelek, memiliki hubungan di luar nikah, keluar masuk kafe dengan wanita lain. (2). Policy attacks merupakan jenis kampanye yang menyerang kebijakan dan program lawan yang tidak tepat dan tidak dibutuhkan oleh masyarakat luas. Dalam prakteknya serangan ini biasanya dilakukan dengan membandingkan kebijakan dan janji-janji lawan politik, kemudian membandingkannya dengan kebijakan dirinya (sebagai calon) dan memperlihatkan kepada halayak kejelakan kebijakan lawan. (3). Character attacks merupakan serangan karakter terhadap lawan.  
Dari tiga jenis utama negative and black campign tersebut di atas, menurut hemat saya, ad Hominem attacks adalah jenis serangan yang tidak etis dan kontra produktif dan harus dihindari dalam setiap kampanye Pemilihan Kepala Daerah di NTB, baik itu Gubernur, Bupati Lombok Timur maupun Kota Bima. Para kandidat sebaiknya menggunakan serangan kebijakan dan program untuk kesejahteraan rakyat (berfokus pada tema-tema positif yang mempromosikan diri mereka sendiri). Operasi politik professional percaya bahwa policy attacks merupakan serangan yang etis dan produktif dalam kampanye politik.
Serangan character attacks menunjukan bahwa hal-hal tertentu dalam hidup lawan politik saat ini atau masa lalu membuat dia tidak layak untuk posisi yang mereka incar saat ini. Contoh serangan karakter melakukan kekerasan dalam rumah tangga, sering bertindak kasar terhadap istri, pernah melakukan tindak asusila di masa lalu, dan lain sebagainya, seharusnya dihindari. Serangan karakter adalah wilayah abu-abu dalam negative campign. Terkadang, sebagian orang sama sekali tidak menggunakannya, namun sebagian yang lain percaya bahwa character attacks dapat diterima selama mereka berhubungan langsung dengan kampanye.
Dalam politik Indonesia dimana kampanye (positif) dilakukan dengan mengeksplorasi kelebihan calon dengan tak proforsional, narsis, berlebihan dan tak menggunakan argumentasi memadai, dan biasanya dilakukan oleh kandidat Kepala Daerah yang masih berkuasa. Iklan Politik berlebihan yang dilakukan para kandidat yang berkuasa tidak proforsional dan narsis menjelang pilkada, maka negative and black campign sangat berguna. Keduanya menyeimbangkan positive campign yang cendrung menyajikan kelebihan kandidat secara berlebihan dan tak proforsional.
Diakui atau tidak beberapa Balon Kepala Daerah sudah mulai memasuki negative and black campign. Di kabupaten Lombok Timur misalnya para kandidat sudah mulai saling serang dengan memasuki tiga jenis utama dari negative and black campign  (Ad Hominem, Policy Attackt, Character Attackt) tersebut di atas. Begitu juga, di provinsi NTB para Balon Gubernur sudah memulai mengkritisi dan menyerang program yang dianggap gagal seperti PIJAR dan tidak dibutuhkan masyarakat, seperti Islamic Center (terutama anggarannya yang diambil dari APBD). Kritikan itu wajar dan benar adanya, kalau ditilik dari banyaknya masyarakat yang belum sejahtera (ekonomi, pendidikan dan kesehatan). Sayangnya, para pengkritik dari pasangan Balon gubernur tidak mengkonstruksi program tandingan yang lebih baik dan kalaupun di tanyakan pasti jawaban blunder dan sangat normative.
Di jalan Langko Mataram, tepatnya Sebelah Utara Masjid Raya At-Taqwa Mataram, ada Baliho yang bertuliskan kurang lebih demikian “TGB Berikhtiar melanjutkan pembangunan Islamic Center”. Sepintas orang akan berfikiran bahwa hanya TGB yang mampu menyelesaikan Islamic Center dan tidak gubernur lainnya. Baliho itu, menggambarkan bahwa itulah bentuk positive campign dari balon gubernur penggagas Islamic Center dan siapapun calon pasti akan melakukan hal yang sama dan tidak salah.
Tetapi bacaan sebagian masyarakat lainnya (termasuk kritikan balon gubernur lain) dianggap iklan politik yang mengharapkan belas kasihan agar masyarakat memilihnya kembali untuk menyelesaikan pembangunan Islamic Center. Bacaan lainnya bahwa isi baliho itu menunjukan ketidakpercayaan TGB terhadap gubernur lain untuk menyelesaikan Islamic Center.
Apapun makna di balik gesture iklan politik itu, namun yang pasti bahwa permasalahan NTB tidak bisa dilokalisir hanya pada Islamic Center. Bukankah permasalahan NTB jauh lebih kompleks untuk segera diselesaikan, sebut saja misalnya IPM NTB yang masih berada pada posisi Nomor 2 (dua) dari Bawah, masalah konflik sosial yang setiap saat dapat meledak, masalah Petani tembakau yang masih resah karena modalnya belum kembali, masalah kekurangan gizi, Raskin yang menuai protes masyarakat, dan kesejahteraan masyarakat.
Kritikan yang diberikan beberapa balon Gubernur tersebut kepada pemerintah masih dalam batas toleransi yang belum mengarah ke negative and black campign. Kemungkinan hal  itu yang harus diwaspadai agar tidak mengarah ke kerasan politik karena selama ini, masyarakat menganggap bahwa kampanye yang sifatnya menyerang selalu dianggap tidak beretika, padahal negative campign (tidak black campaign) adalah sebuah pembelajaran politik modern tentang bagaimana mengungkapkan fakta sesungguhnya, meskipun ada kandidat yang harus terdeskreditkan. Namun, jangan sampai etika menjadi perlindungan kebobrokan kandidat.
Apa target dari negatve campaign? Biasanya dilakukan berdasarkan data riset dan survey dan tidak membawa pengaruh bagi masyarakat. Maka biasanya negative campaign dilakukan untuk membuat opini bahwa calon “A” dizholimi dengan demikian membuat masyarakat iba atau simpati. Dan targetnya menjadi jelas bahwa pasangan calon Kepala Daerah mau mendapatkan suara atau pemilih yang masih mengambang atau swing voter karena swing voter sendiri masih tinggi di NTB.
Menariknya, negative and black campaign selalu menarik perhatian awak media kemudian mengkapitalisasi dalam bentuk berita atau diskusi sehingga media menjadi ring untuk saling menyerang dan saling membantah antara kandidat calon Kepala Daerah beserta tim suksesnya. Sebaiknya para kandidat Balon Kepala Daerah tidak menghabiskan energy untuk melakukan black campaign tetapi mengkonstruksi program-program kerja untuk kesejahteraan rakyat berbasis kondisi nyata masyarakat NTB. Sangat produktif  diskusi atau debat yang dilakukan media kalau di arahkan untuk penyampaian program perbaikan kesejahteraan masyarakat.
Saya berkeyakinan bahwa Pemilihan Kepala Daerah yang masih menggunakan negative and black campaign pertanda bahwa Balon Kepala Daerah masih belum siap dan percaya diri untuk menjadi pemimpin (kecuali penguasa). Mengapa? karena siapapun yang terpilih menjadi penguasa berdasarkan negative and black campaign pasti akan memunculkan ketidak nyamanan baginya, selama menjabat. “Menang terhormat dan kalah tersanjung” menjadi orientasi yang harus dituju oleh kontestan Pemilu Kepala Daerah di NTB. Mewujudkan nilai tersebut menjadi tugas bersama, tidak hanya pemerintah, dan penyelenggara Pemilu Kepala Daerah, tetapi juga masyarakat secara umum. Semoga.
Wallahul Musta’an ila Darissalam.
Pinggiran Pitung Bangsit Kediri, 09032013.16.06.

0 komentar: