Kesan
masyarakat NTB selama kepemimpinan BARU (M. Zainul Majdi dan Badrul
Munir) menjadi gubernur dan wakil gubernur kurang fokus pada penanganan
program yang dihadapi masyarakat. Lihat saja misalnya, petani tembakau
di Lombok masih menantikan program solutif untuk menjual hasil
produksinya. Tembakau petani tidak mau dibeli oleh perusahaan, sementara
pemerintah sendiri seakan tidak berdaya
memaksa perusahaan untuk membeli tembakau petani. Di tengah
ketidakberdayaan itu, terlihat pemerintah daerah dengan sangat terpaksa
memberanikan diri untuk mencabut ijin usaha perusahaan tembakau yang
bandel. Masalahnya kemudian, apa persoalan tembakau sudah selesai?
Ternayata tidak, malah terkesan diambangkan.
Tentu, kita harus
tetap berprasangka baik terhadap pemerintah untuk menyelesaikan pelbagai
macam patologi sosial masyarakat Bumi Gora. Tidak hanya petani tembakau
tetapi juga konflik social, kekerasan terhadap TKI yang berasal dari
NTB (pulang tanpa nyawa), kesehatan yang tidak terurus dengan baik,
biaya pendidikan yang semakin mahal, daya beli masyarakat semakin
menurun yang kesemuanya bermuara pada IPM NTB yang tetap tidak bergerak
(dari nomor 32). Kesemuanya memerlukan program solutif dan bukan
janji-janji politik. Kini saatnya masyarakat untuk menagih janji-janji
politik lima tahun lalu atau masyarakat akan dihipnotis kembali dengan
politik pencitraan melalui bahasa agama, seperti Islamic Centre dan atau
dengan program labeling seperti PIJAR.
Pelbagai lapisan
masyarakat mulai mempertanyakan janji-janji kampanye Pemilu kepala
daerah pasangan BARU lima tahun lalu. Memasuki pemilu gubernur
mendatang, memori masyarakat yang berisi janji-janji politik kembali
dibuka dan dipersoalkan. Apakah janji-janji politik gubernur inkamben
sudah dibayar atau belum? Kalau belum dibayar, ya, kita minta dilunasi
dulu dan baru kemudian berpikir untuk memilihnya kembali. Jika sudah,
kita lanjutkan ikhtiar untuk memilihnya.
Lalu, apa yang dibutuhkan
masyarakat? Kebutuhan masyarakat simple dan tidak neko-neko yaitu
program-program solutif atas ketidakberuntungan dan permasalahan yang
dialami selama ini. Nah, bagaimana dengan materi kampanye pemilu kepala
daerah mendatang? Apakah janji-janji politik akan dikemas ulang dengan
brand berbeda tetapi isinya sama saja? Atau masyarakat akan terpaksa
memilih dengan alasan kontinuitas program yang telah dicanangkan, sebab
kalau tidak pasti akan menjadi semboyan tanpa makna yang pada akhirnya
masyarakat kembali dibohongi.
Kalau sebatas janji-janji politik
lebih baik tidak berkampanye karena masyarakat sudah lelah dan tidak
punya waktu untuk terus mendengarkan para kandidat membual. Yang kami
butuhkan program-program solutif dan tindakan nyata, kata Amirullah
(warga Lombok Barat). Bualan atau janji-janji kampanye politik itu
semakin menyakiti masyarakat ketika ada korban jiwa akibat dari
bentrokan atau gesekan antara pendukung calon kepala daerah saat
kampanye.
Itulah hal-hal yang disampaikan pelbagai lapisan
masyarakat mulai dari Petani Tembakau, petani Penyakap, Peternak, kusir
cidomo, tukang ojek, buruh galian, pengusaha, Guru, Akademisi, sampai
Buruh Bangunan tentang kampanye. Kesimpulan yang dapat diambil bahwa
mereka tidak terlalu antusias dengan materi-materi kampanye pemilu
kepala daerah, karena para calon hanya menjual keberhasilan diri sendiri
dan terlalu mengagungkan ashabiahnya (meminjam istilah Ibn Khaldun).
Materi-materi kampanye para kandidat tidak solutif, tidak perduli dengan
kondisi nyata yang dihadapi masyarakat, memberikan janji-janji palsu
dan tidak berempati sudah tidak layak dipertahankan. Program solutif dan
bukti nyata menjadi keinginan masyarakat untuk menentukan pilihannya
pada pemilu kepala daerah mendatang.
PROGRAM-PROGRAM SOLUTIF
Harus diakui bahwa program yang telah dituliskan oleh pasangan BARU (M.
Zainul Majdi dan Badrul Munir) selaku gubernur dan wakil gubernur
bertujuan untuk mengangkat harkat dan martabat masyarakat Bumi Gora
untuk Beriman dan Berdaya Saing sesuai dengan Motto “NTB Bersaing”. Lima
tahun masa kepemimpinan BARU, rasanya kita sudah kehabisan daya saing
karena yang diharapkan sebagai motor penggeraknya jalan di tempat.
Sementara masyarakat pendukungnya semakin melemah karena asupan gizi
yang diberikan tidak seimbang dengan mainstream kekuasaan.
Kelebihan dan kekurangan program yang telah dicanangkan oleh gubernur M.
Zainul Majdi, tentu harus dijadikan dasar oleh para pasangan calon
gubernur untuk mengkonstruksi program-program yang berpihak kepada
masyarakat miskin dan tidak beruntung. Dari hasil obrolan dengan
pelbagai lapisan masyarakat dapat disimpulkan bahwa masyarakat sudah
semakin kritis, rasional dan tidak mudah untuk di arahkan ke salah satu
pasangan calon. Masyarakat sudah dapat memilih dengan mandiri
berdasarkan program-program yang ditawarkan kepada masyarakat. Nah, pada
kondisi seperti ini, pasangan calon gubernur harus mampu dan bisa
mengambil hati masarakat dengan program-program yang solutif.
Sekarang ini, kita selaku masyarakat sudah mulai dihadapkan atau
dipusingkan dengan banyaknya foto balon gubernur yang sudah nampang di
sepanjang perjalanan. Tidak cukup di space iklan yang sudah tersedia,
foto-foto balon gubernur juga di tempelkan pada pohon kayu, pagar rumah
penduduk, tiang listrik dan pada semua tempat yang dimungkinkan untuk
itu. Memang sih, masyarakat tidak pernah protes kenapa tembok rumah dan
pagar rumahnya ditempelkan foto-foto orang yang tidak mereka kenal dan
karena memang belum terkenal sehingga pemasangan pamplet dilakukan
secara serampangan dan tanpa permisi. Saya yakin mereka akan diam tetapi
saya tidak yakin juga kalau mereka tidak akan bereaksi, minimal mereka
bertanya foto siapa ini?
Saya fikir, para tim sukses,
penyelenggara pemilu dan pemda harus mengatur etiket pemasangan segala
jenis peraga pemilu sehingga tampak indah terlihat oleh para tamu,
apalagi pesona Lombok dan NTB sebagai tujuan wisata dunia. Boleh saja,
mereka mengiklankan dirinya tetapi harus tetap menjaga keindahan dan
etiket agar masyarakat yang ditempeli pamplet dan alat peraga balon
gubernur tidak ngerumun atau atau bicara di belakang, syukur-syukur
tidak sampai menyumpahi. Apa sih, beratnya mereka meminta keihlasan
masyarakat untuk ditempeli rumah atau pagar rumahnya. Apalagi nantinya
masyarakat mau terus mendukungnya atau memilihnya. Tidak ada salahnya
untuk mencoba memperhatikan perkara yang remeh-temeh itu dan secara
sosiologis pastinya punya pengaruh.
Memang, sudah banyak nama
balon gubernur yang sudah menjadi pembicaraan publik di NTB. Sayangnya,
dari sekian nama yang sudah muncul hanya sedikit saja dari mereka yang
diketahui public atau track record-nya. Sehingga pada aras ini, semua
cara harus dilakukan untuk memperkenalkan dirinya kepada masyarakat,
tetapi tidak dengan cara serampangan. Semua hal kecil yang tidak
terpikirkan dalam mensosialisasikan dirinya, harus mulai di garap
misalnya saja meminta keihlasan masyarakat untuk ditempeli rumah dan
pagar rumahnya dengan pamplet dirinya. Tim sukses semua balon gubernur
harus memperhatikan etiket pemasangan peraga itu agar masyarakat
bersimpati ketika melihat pamplet (tidak malah merusaknya).
Dari empat pasangan calon gubernur yang akan bertarung, biasanya
inkamben selalu diuntungkan untuk menyampaikan program-program dan
janji-janji politik yang telah dilakukan dengan menumpang anggaran
daerah. Itulah kesan dari para pesaing politik setiap kali incamben maju
untuk bertarung kembali. Mungkin ada benarnya kesan itu dan mungkin
salahnya juga besar karena apa yang diiklankan merupakan hasil capaian
program yang telah dilakukan selama kepemimpinan dan yang jelas bukan
kampanye tetapi sosialisasi hasil ketercapaian program pemerintahan.
Saat ini, para pasangan calon gubernur sedang mencitrakan dirinya
sebagai manusia yang sangat dermawan, sederhana, mencintai, dan
berempati terhadap nasib masyarakat miskin atau tidak beruntung.
Mendadak dermawan, kata Sayuni, seorang warga Sedayu, Kediri, Lombok
Barat. Itu lagu lama yang tidak mencerdaskan, tetapi tidak salah.
Blusukan ala Joko Widodo pun sudah mulai diuji cobakan. Beberapa calon
gubernur ketika turun berkunjung ke masyarakat, sudah ada yang mau
dibonceng sama tukang ojek padahal selama menjadi pejabat baru kali ini
dia lakukan. Kelihatan baik, merakyat dan berempati tetapi kelihatan
kaku dan dibuat-buat. Mengapa tidak tampil apa adanya sebagaimana
biasanya.
Masyarakat akan sangat menghargai apapun style dan
bentuk pemimpinnya. Tidak usah meniru style kepemimpinan orang lain,
apalagi style ala Joko Widodo, tampil sesuai dengan apa kata dirinya.
Kesuksesan seorang pemimpin terletak pada kemampuan membaca dan
merasakan penderitaan masyarakat yang dipimpinnya. Apa dan siapapun
pemimpinnya pasti masyarakat menerima dengan senang hati, apalagi sang
pemimpin datang membawa bantuan guna membayar janji-janji politiknya,
ungkap Sayuni.
Incamben di samping diuntungkan oleh keadaan
(karena masih menjabat), juga ditagih oleh keadaan. Maksudnya, incamben
ditagih oleh masyarakat untuk menepati janji-janji politik terdahulu.
Jika tidak, maka masyarakat pemilih akan berfikir ulang untuk memilihnya
kembali. Mengapa? karena janji-janji politik yang terdahulu saja belum
ditepati, kemudian sekarang akan berjanji kembali dengan modal
“lanjutkan”. Modal ini menjadi trend dan kebiasaan dari para pejabat
yang akan maju kembali menjadi pemimpin, baik tingkat nasional maupun
daerah. Logika dan modal yang paling ampuh untuk meyakinkan masyarakat
pemilih, namun ironisnya kadang terjebak pada apologisme keakuannya.
Maksudnya, seakan-akan apa yang telah dilakukannya merupakan hasil kerja
dirinya kemudian melupakan lembaga legislative sebagai mitra kerjanya.
Setidaknya, hal itu terungkap pada acara Mataram Dialog Forum (MDF) yang
ditayangkan live oleh Tv9 Mataram.
Masalahnya, program-program
solutif apa yang akan dipasarkan ke masyarakat untuk keberlangsungan
hidupnya? Para kandidat pasangan Calon Gubernur NTB sudah mulai
memperkenalkan program dan janji-janji politik kepada masyarakat. Masih
efektif janji-janji politik itu atau masyarakat sudah jenuh? Kalau ya,
lalu apa yang diharapkan masyarakat dari kampanye para pasangan calon
gubernur NTB?
Para pasangan calon, seharusnya sudah mulai
mempersiapkan program-program yang akan dilakukannya jika terpilih
menjadi gubernur. Program itu menyangkut dari mana sumber dananya, siapa
yang terlibat dalam pelaksanaan program itu, berapa lama waktu yang
dibutuhkan dan apakah program-program itu menjadi kebutuhan masyarakat
atau tidak. Inilah yang saya bayangkan tentang program kampanye politik
yang akan disampaikan para pasangan calon gubernur. Bukannya janji-janji
politik yang tidak matang dan asal-asalan.
Dari tayangan iklan
sosialisasi para pasangan calon, terbaca bahwa mereka masih mengumbar
janji-janji politik yang sebenarnya tidak perlu, karena memang sudah
disiapkan anggarannya dalam APBN seperti pendidikan gratis dan kesehatan
gratis. Pendidikan gratis misalnya tidak perlu diturunkan menjadi
program kampanye politik sebab APBN sudah menyiapkan anggaran untuk
pendidikan wajib 12 Tahun atau perbaikan dari wajib belajar 9 Tahun.
Artinya, pemerintah daerah hanya mensukseskan program wajib pendidikan
12 Tahun. Dan begitu juga dengan kesehatan gratis.
Jika mereka
mau, maka konstruksi program kampanye politik yang bersifat inovatif
dalam rangka pengembangan dan perbaikan kesejahteraan masyarakat yang
anggarannya hasil ikhtiar dari para pasangan calon. Mungkinkah? Kenapa
tidak. Misalnya, memberikan tunjangan bagi orang tua jompo setiap bulan,
karena sudah tidak mampu lagi bekerja untuk mencari nafkah. Menjamin
hidup anak jalanan yang setiap hari mengamen atau meminta-minta di
setiap perempatan jalan; dan menentramkan hati manusia tuna netra yang
tidak beruntung hidupnya. Sungguh sengsara dan nelangsa nasib mereka,
seolah mereka hidup di dunia lain yang pemerintahnya masa bodoh
terhadapnya.
Kata sahabat Kamrullah (Dekan Fakultas Syari’ah
IAI Qamarul Huda Bagu), bagus kalau pasangan calon punya program untuk
memberikan jaminan hidup buat mereka yang tidak beruntung secara
structural maupun budaya. Masalahnya, kira-kira dari mana anggarannya
diperoleh? Menurut hemat saya, bisa saja anggarannya di dapatkan dari
dana CSR setiap perusahaan, apakah itu perbankan, perusahaan tambang dan
atau perusahaan lainnya. Pada aras ini, masalahnya pada kemauan politik
(political will) dari para pasangan gubernur terpilih nantinya.
Saya yakin, masyarakat menanti apapun program yang akan dipasarkan oleh
pasangan calon gubernur. Siapapun yang terpilih menjadi gubernur pada
tanggal 13 Mei 2013 mendatang, itulah putra terbaik pilihan masyarakat
NTB. Siapapun dia, harus mengemban amanah rakyat untuk membawa
masyarakat dan daerah NTB menjadi lebih baik. Masyarakat NTB harus lebih
sejahtera dari sekarang ini, terutama diukur dari tingkat pendapatan
masyarakat perharinya. Yang terpenting dan harus disadari bahwa gubernur
NTB mendatang adalah gubernur NTB dalam arti yang sebenarnya, milik
semua orang NTB. Titik. Itu saja, tidak perlu muluk-muluk, kata sahabat
saya di sebuah warung kopi di Narmada. Siapapun gubernurnya, tegasnya.
Semoga kita dapat memilih gubernur dengan aman dan demokratis
berlandaskan nilai kejujuran dan kesantunan politik. Program politik
solutif yang sangat diharapkan oleh masyarakat NTB atas permasalahan
hidup yang membelenggunya selama ini.
Wallahul Muwafiq ila Darissalam. 09042013 (tepian sungai Pitung Bangsit Kediri).
Selasa, 09 April 2013
KAMPANYE HARUS SOLUTIF
22.39
No comments
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar