Hal ini berkaitan
dengan pemilu Kepala Daerah di Nusa Tenggara Barat yang terkesan adem ayem
saja, terutama dari para bakal calon gubernur dan wakil gubernur. Informasi dari Ketua KPU NTB bapak Fauzan Halid, M.Si,
bahwa tahapan pemilu Kepala Daerah sudah dimulai, setidaknya telah melakukan
penyusunan regulasi dan anggarannya. Walaupun demikian, para bakal calon masih
belum dapat dipastikan siapa yang akan bertarung pada pemilukada Tahun 2013
mendatang (termasuk gubernur incamben belum ada kepastian untuk maju atau
beristirahat).
Mencuri dengar,
ternyata sudah banyak para kandidat yang sudah memasang kuda-kuda untuk menjadi
calon gubernur mendatang. Dari beberapa nama yang sudah beredar di masyarakat
terdapat nama mantan gubernur Harun Al-Rasyid, M.Si (sekarang anggota DPD RI
Dapil NTB), Brigjen Polisi (Pur) Dr. Faruk Muhammad (Anggota DPD RI Dapil NTB),
Mantan Wakapolda NTB Brigjen Polisi Drs.H.Lalu Suparta, Dr. KH. Zulkipli, MM
(Bupati Sumbawa Barat dan ketua DPW PBB NTB), Dr. H. Zaini Aroni, M.Pd (Bupati
Lombok Barat dan Ketua DPD Golkar NTB), Ali Bin Dahlan (Mantan Bupati Lombok
Timur), Hj. Wartiah, M.Pd (Anggota DPRD NTB dan ketua DPW PPP NTB), Drs. H.
Sujirman (Ketua DPRD NTB), Dr.H. Rosyadi Husaini (kepala BAPEDA NTB), dan
Dr.TGH. Zainul majdi, MA (Gubernur NTB). Serta masih banyak lagi nama-nama
putra daerah lainnya dari calon independen.
Dari nama-nama
bakal calon yang sudah beredar di masyarakat, untuk sementara semuanya punya
kans yang sama untuk menjadi gubernur mendatang. Mengapa? Karena memang semuanya
punya sahwat politik yang sama besar untuk menjadi gubernur dan tidak ada yang
mau gagal. Penentunya atau wasitnya adalah rakyat selaku pemilih. Atau dengan
kata lain Rakyat sebagai subjek sekaligus sebagai wasitnya.
Kondisi saat ini,
tampaknya mereka masih saling intip dan mencuri dengar tentang siapa yang pasti
akan maju untuk bertanding memperebutkan NTB satu. Gubernur incamben Dr.Tgh.
Zainul Majdi sendiri masih belum jelas sikapnya antara maju untuk periode kedua
atau cukup satu periode saja. Sementara dari keterangan beberapa pengurus teras
Partai Demokrat NTB menjelaskan bahwa TGB masih tetap menginginkan agar kembali
mencalonkan diri dan untuk selanjutnya partai yang akan memutuskannya sesuai
mekanisme yang berlaku.
Namun, yang pasti
bahwa maju atau tidaknya TGB pada pilkada NTB mendatang pasti akan panas sebab
diantara nama-nama tersebut di atas terdapat mantan gubernur Harun Al-Rasyid,
dan beberapa tokoh pulau Sumbawa yang mempunyai misi dan tujuan yang sama yakni
terwujudnya provinsi Sumbawa (siapapun yang terpilih diantara mereka). Menurut
pendapat saya, sebenarnya sahwat politik pak Harun sudah tidak sebesar dulu
ketika menjadi gubernur NTB. Secara politis, apa yang mau dicari pak Harun
sebenarnya? Apakah semata-mata jabatan, toh dia sudah menjadi gubernur, lalu
apa, tidak lain menurut pendapat saya semata-mata ingin kembali ke daerah
asalnya, hidup tenang dengan berbekal mewujudkan provinsi Sumbawa secepat
mungkin. Hal itu yang paling mendasar kenapa pak Harun ingin kembali menjadi
gubernur untuk kali keduanya.
Lalu pertanyaannya,
apakah dengan jabatannya selaku anggota DPD RI, ia tidak bisa mewujudkan
harapan masyarakat Sumbawa? Bisa, hanya kemungkinannya sangat kecil sebab
powernya juga kecil dan berbeda dengan, kalau ia menjadi gubernur, tentu
kekuatannya semakin besar. Harapan masyarakat Sumbawa inilah yang tidak mampu
diperjuangkan oleh paket BARU selama empat Tahun menjabat. Mungkinkah disisa
akhir jabatan paket BARU bisa memenuhi harapan masyarakat Sumbawa tersebut?
Entahlah, dan kemungkinan itu masih tetap terbuka, bukan? Kondisi
sosio-psikologis seperti itulah yang akan membuat suasana politik di NTB
menjelang pemilukada memanas.
Di samping kondisi
sosio-psikologis masyarakat Sumbawa tersebut, besar kemungkinan juga akan
muncul politik etnisitas, aliran dan mungkin perang idiologis semakin
meruncing, sebab diantara para kandidat sudah terang-terangan menyebutkan
identitas etnik, aliran dan ideologinya. Tentu kondisi ini sangat berbeda
dengan kondisi empat Tahun lalu ketika pasangan BARU memenangkan pertarungan
menjadi gubernur terpilih. Kemungkinan-kemungkinan itu sangat mungkin terjadi,
sebab masyarakat sudah mulai cerdas memilah dan memilih (untuk tidak mengatakan
kecewa) selama kepemimpinan BARU. Siapa yang diuntungkan dan siapa yang buntung,
tentu, masyarakat politiklah yang dapat memberikan penilaian.
Secara politis,
etnisitas, aliran dan ideologi, di samping dapat berfungsi sebagai faktor
integrasi, juga sebagai faktor disintegrasi (minimal terbelahnya suara
pemilih). Demokrat sebagai partai pemerintah tentu punya peran strategis untuk
mendesain atau meramu perbedaan etnik, aliran dan ideology menjadi suatu
program kerja. Siapapun, tahu bahwa partai Demokrat sangat diuntungkan dalam
hal ini dan tidak bagi Partai Bulan Bintang dan PKS (sebagai partai pengusung
pasangan BARU kala itu. Pada ranah ini, partai demokrat sangat diuntungkan oleh
perilaku politik si actor, sesuai pendektan behavioralism dalam ilmu Politik,
karena si aktor-lah yang secara aktual mengendalikan lembaga dan bukan sebaliknya.
Wallahul muwaffiq ila Darissalam.
0 komentar:
Posting Komentar