Kamis, 06 September 2012

MENCURI DENGAR


Hal ini berkaitan dengan pemilu Kepala Daerah di Nusa Tenggara Barat yang terkesan adem ayem saja, terutama dari para bakal calon gubernur dan wakil gubernur. Informasi  dari Ketua KPU NTB bapak Fauzan Halid, M.Si, bahwa tahapan pemilu Kepala Daerah sudah dimulai, setidaknya telah melakukan penyusunan regulasi dan anggarannya. Walaupun demikian, para bakal calon masih belum dapat dipastikan siapa yang akan bertarung pada pemilukada Tahun 2013 mendatang (termasuk gubernur incamben belum ada kepastian untuk maju atau beristirahat).
Mencuri dengar, ternyata sudah banyak para kandidat yang sudah memasang kuda-kuda untuk menjadi calon gubernur mendatang. Dari beberapa nama yang sudah beredar di masyarakat terdapat nama mantan gubernur Harun Al-Rasyid, M.Si (sekarang anggota DPD RI Dapil NTB), Brigjen Polisi (Pur) Dr. Faruk Muhammad (Anggota DPD RI Dapil NTB), Mantan Wakapolda NTB Brigjen Polisi Drs.H.Lalu Suparta, Dr. KH. Zulkipli, MM (Bupati Sumbawa Barat dan ketua DPW PBB NTB), Dr. H. Zaini Aroni, M.Pd (Bupati Lombok Barat dan Ketua DPD Golkar NTB), Ali Bin Dahlan (Mantan Bupati Lombok Timur), Hj. Wartiah, M.Pd (Anggota DPRD NTB dan ketua DPW PPP NTB), Drs. H. Sujirman (Ketua DPRD NTB), Dr.H. Rosyadi Husaini (kepala BAPEDA NTB), dan Dr.TGH. Zainul majdi, MA (Gubernur NTB). Serta masih banyak lagi nama-nama putra daerah lainnya dari calon independen.
Dari nama-nama bakal calon yang sudah beredar di masyarakat, untuk sementara semuanya punya kans yang sama untuk menjadi gubernur mendatang. Mengapa? Karena memang semuanya punya sahwat politik yang sama besar untuk menjadi gubernur dan tidak ada yang mau gagal. Penentunya atau wasitnya adalah rakyat selaku pemilih. Atau dengan kata lain Rakyat sebagai subjek sekaligus sebagai wasitnya.
Kondisi saat ini, tampaknya mereka masih saling intip dan mencuri dengar tentang siapa yang pasti akan maju untuk bertanding memperebutkan NTB satu. Gubernur incamben Dr.Tgh. Zainul Majdi sendiri masih belum jelas sikapnya antara maju untuk periode kedua atau cukup satu periode saja. Sementara dari keterangan beberapa pengurus teras Partai Demokrat NTB menjelaskan bahwa TGB masih tetap menginginkan agar kembali mencalonkan diri dan untuk selanjutnya partai yang akan memutuskannya sesuai mekanisme yang berlaku.
Namun, yang pasti bahwa maju atau tidaknya TGB pada pilkada NTB mendatang pasti akan panas sebab diantara nama-nama tersebut di atas terdapat mantan gubernur Harun Al-Rasyid, dan beberapa tokoh pulau Sumbawa yang mempunyai misi dan tujuan yang sama yakni terwujudnya provinsi Sumbawa (siapapun yang terpilih diantara mereka). Menurut pendapat saya, sebenarnya sahwat politik pak Harun sudah tidak sebesar dulu ketika menjadi gubernur NTB. Secara politis, apa yang mau dicari pak Harun sebenarnya? Apakah semata-mata jabatan, toh dia sudah menjadi gubernur, lalu apa, tidak lain menurut pendapat saya semata-mata ingin kembali ke daerah asalnya, hidup tenang dengan berbekal mewujudkan provinsi Sumbawa secepat mungkin. Hal itu yang paling mendasar kenapa pak Harun ingin kembali menjadi gubernur untuk kali keduanya.
Lalu pertanyaannya, apakah dengan jabatannya selaku anggota DPD RI, ia tidak bisa mewujudkan harapan masyarakat Sumbawa? Bisa, hanya kemungkinannya sangat kecil sebab powernya juga kecil dan berbeda dengan, kalau ia menjadi gubernur, tentu kekuatannya semakin besar. Harapan masyarakat Sumbawa inilah yang tidak mampu diperjuangkan oleh paket BARU selama empat Tahun menjabat. Mungkinkah disisa akhir jabatan paket BARU bisa memenuhi harapan masyarakat Sumbawa tersebut? Entahlah, dan kemungkinan itu masih tetap terbuka, bukan? Kondisi sosio-psikologis seperti itulah yang akan membuat suasana politik di NTB menjelang pemilukada memanas.
Di samping kondisi sosio-psikologis masyarakat Sumbawa tersebut, besar kemungkinan juga akan muncul politik etnisitas, aliran dan mungkin perang idiologis semakin meruncing, sebab diantara para kandidat sudah terang-terangan menyebutkan identitas etnik, aliran dan ideologinya. Tentu kondisi ini sangat berbeda dengan kondisi empat Tahun lalu ketika pasangan BARU memenangkan pertarungan menjadi gubernur terpilih. Kemungkinan-kemungkinan itu sangat mungkin terjadi, sebab masyarakat sudah mulai cerdas memilah dan memilih (untuk tidak mengatakan kecewa) selama kepemimpinan BARU. Siapa yang diuntungkan dan siapa yang buntung, tentu, masyarakat politiklah yang dapat memberikan penilaian.
Secara politis, etnisitas, aliran dan ideologi, di samping dapat berfungsi sebagai faktor integrasi, juga sebagai faktor disintegrasi (minimal terbelahnya suara pemilih). Demokrat sebagai partai pemerintah tentu punya peran strategis untuk mendesain atau meramu perbedaan etnik, aliran dan ideology menjadi suatu program kerja. Siapapun, tahu bahwa partai Demokrat sangat diuntungkan dalam hal ini dan tidak bagi Partai Bulan Bintang dan PKS (sebagai partai pengusung pasangan BARU kala itu. Pada ranah ini, partai demokrat sangat diuntungkan oleh perilaku politik si actor, sesuai pendektan behavioralism dalam ilmu Politik, karena si aktor-lah yang secara aktual mengendalikan lembaga dan bukan sebaliknya. Wallahul muwaffiq ila Darissalam.

0 komentar: