Seharusnya,
itulah kalimat penyesalan yang harus terucapkan oleh para orang tua
yang anak-anaknya menjadi pelaku dan atau kurban kekerasan. Ya, kami
telah khilaf dalam memberikan pendidikan dan pengajaran terbaik bagi
mereka. Kami benar-benar telah alpa Tuhan untuk hadir memberikan
pengarahan terhadap anak-anak kami. Apapun yang mereka perbuat pasti ada
sebab dan akibatnya, itulah hukum kausalitas yang telah ditetapkan Tuhan.
Siapapun pasti akan mengakui bahwa tindakan kekerasan semakin
meningkat, baik secara kuantitas maupun kualitasnya, terutama kekerasan
terhadap anak-anak dan wanita. Dari data sepanjang tahun 2010 sampai
2013 tampak grafik kekerasan terus meningkat terhadap anak-anak dan
wanita. Pada tahun 2010 terdapat 42 kasus kekerasan disertai
pemerkosaan. Berlanjut di tahun 2011 meningkat menjadi 52 kasus. Lalu
pada tahun 2012 meningkat menjadi 63 kasus dan pada tahun 2013 melonjak
tajam menjadi 132 kasus kekerasan. Belum lagi kasus-kasus yang berkaitan
dengan tawuran dan kekerasan di dunia pendidikan.
Membaca
tindak kekerasan yang semakin meningkat di atas, tentu membuat
masyarakat sangat prihatin dan keluarga sebagai bagian dari masyarakat
yang paling merasakan dampaknya, baik dalam makna moral maupun psikis.
Apa yang terjadi dengan institusi keluarga sehingga semakin meningkat
tindakan kekerasan yang dilakukan anak-anak bangsa. Kemudian, mengapa
seolah negara alpa dalam memberikan rasa aman dan nyaman bagi rakyatnya.
Apakah hal itu pertanda bahwa negara telah gagal dalam menjamin
kehidupan aman bagi rakyatnya.
Pertanyaan demi pertanyaan bisa
terus dimunculkan ketika senyatanya tindakan kekerasan semakin
meningkat. Dan pertanyaan itu dapat diarahkan bagi institusi negara
maupun institusi keluarga. Hal ini, tidak dimaksudkan untuk mencari
kesalahan tetapi untuk mencoba menemukan sebab musabab kekerasan untuk
kemudian mencarikan solusinya. Melihat secara hitam putih atas pelbagai
tindakan kekerasan juga tidak pada tempatnya sebab akan menambah luka
dan keprihatinan.
Secara teoritis, penyebab kekerasan bisa
disebabkan oleh kemiskinan, budaya dan pola asuh yang keliru. Faktor
kemiskinan memang dapat menjadi penyumbang tindakan kekerasan dan bahkan
bisa lebih parah lagi karena kemiakinan orang bisa menggadai imannya.
Nabi Muhammad Saw menyatakan bahwa "kaadal fakru ayyakunal kufron"
artinya terkadang kemiskinan dapat membuat orang menjadi kafir atau
ingkar lepada Tuhan. Karena itu, orang bisa menjadi buta mata hati dan
batinnya disebabkan kemiskinannya.
Sebenarnya, kata Sukanah
seorang mantan preman, kami tidak ingin menjadi preman, melakukan
penganiayaan, membunuh, mencuri, mencopet dan sampai memperkosa orang.
Semua itu, kami lakukan karena terpaksa, tidak ada pekerjaan yang mau
mendekat dan yang tersisa hanya pekerjaan tetsebut. Kami tahu, apa yang
kami lakukan salah dan melanggar rasa keadilan masyarakat. Apa boleh
buat dan harus kami lakukan sekedar untuk menyambung hidup. Sampai
suatu ketika kami diberikan pekerjaan layak yang membawa kami untuk
meninggalkan pekerjaan melanggar hukum dan kesusilaan.
Kami
tersadar setelah kelahiran anak-anak kami. Batinku terus meronta sebab
tidak mungkin kami akan membesarkan anak-anak dengan cara-cara yang
tidak halal. Cukup kami yang menanggung beban dan kesalahan yang telah
diperbuat, biarkan mereka bahagia dengan asupan rizki yang halal dan
baik. Kemiskinan memang telah membuat kami terjerumus ke dunia hitam dan
keras.
Faktor budaya bisa jadi juga sebagai penyumbang
kuantitas kekerasan di negeri katulistiwa ini. Menurut Devi Rahmawati,
seorang pengamat sosial budaya menyatakan bahwa budaya memang dapat
menjadi penyebab perilaku kekerasan. Bayangkan saja, seekor anak elang
pemakan daging bisa kehilangan naluri sebagai pemakan daging karena
dierami dan dibesarkan oleh seekor angsa. Si anak elang bertindak tanduk
seperti kawanan angsa lainnya. Dan memang tampak aneh dan janggal
tetapi itulah kenyataannya. Lalu, bagaimana dengan manusia?
Burung saja bisa dan pasti manusia bisa. Itulah logika sederhana. Watak
dan karakter manusia bisa terbentuk sesuai dengan lingkungannya. Anak
manusia bisa menjadi keras, cepat tersinggung, suka berkelahi karema
terbentuk oleh lingkungan budayanya. Anak manusia bisa juga berperilaku
lemah lembut, suka menolong, dan sangat perduli dengan orang lain karena
lingkungan budaya yang membentuknya. Budaya seolah sebagai orang tua
asuhnya sementara orang tuanya sendiri tidak berdaya menghadapi bentukan
lingkungan budayanya.
Mahatma Gandi, Gus Dur dan Bunda
Theresia memiliki karakter pembela orang yang termarjinalkan karena
memang mereka hidup dan besar dalam lingkungan yang marginal pada
masanya. Mereka menjadi pembela hak-hak minoritas karena memang
dihadapkan pada permasalahan negara yang tidak memberikan kenyamanan
bagi warga minoritas. Negara masih saja alpa dalam memberikan rasa aman
dan keadilan bagi warga masyarakat minoritas. Mereka tampil untuk
mengisi ruang kosong itu demi kemanusiaan.
Pola asuh yang
salah, juga menjadi faktor penyebab tindakan kekerasan. Sebagai orang
tua, terkadang sering tidak menyadari bahwa berkelahi dan adu mulut
antara ayah dengan anak, sebenarnya bisa membuat anak itu kalau besar
menjadi pembuat onar dan selalu bikin masalah. Karena sejak kecil sudah
terbiasa melihat perkelahian orang tuanya.
Menyerahkan
kepengasuhan anak kepada pembantu rumah tangga, bisa menjadi faktor
lainnya yang membuat anak suka dunia kekerasan. Mereka oleh orang tuanya
dididik dengan uang, uang dan uang. Kasih sayang orang tua sudah
terwakilkan dengan uang. Jangan heran, kalau kemudian si anak lebih
menyanyangi pembantu daripada orang tua aslinya. Kalau sudah seperti
ini, baru orang tua tersadar bahwa mereka telah alpa dalam mengasuh
anaknya.
Kealpaan dalam memberikan kasih sayang, harus di bayar
mahal oleh para orang tua. Misalnya mereka harus menanggung malu akibat
perilaku anak-anaknya yang terjerumus ke dalam narkoba, dunia
remang-remang sampai perkelahian dan bahkan menjadi pembunuh. Dalam
konteks ini, yang bisa dilakukan hanya memohon maaf kepada Tuhan karena
telah alpa dalam mendidik mereka. Mereka harus mengakui bahwa amanah
Tuhan untuk mendidik anak-anak titipan Tuhan telah gagal. Tuhan maafkan
kami atas segala kekhilapan dan kealpaan. Wallahul Muwafiq ila
Darissalam.
Hotel Lombok Raya, Mataram. 10062013.20.50.59
Minggu, 16 Juni 2013
MAAFKAN, KAMI TELAH KHILAF TUHAN
23.58
No comments
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar