Senin, 17 Juni 2013

SYURGA DI BAWAH TELAPAK KAKI IBU

Saat tiba di Bandar Internasional Ngurah Rai Bali, saya melihat ibu-ibu yang lalu lalang sambil menggendong bayinya yang masih belum bisa jalan. Sementara di saat yang sama, tampak pula para ibu yang menggandeng dan menuntun anaknya sambil berlari-lari kecil. Sang ibu tampak kerepotan menuntun anaknya yang lagi nakal-nakalnya berlari ke sana kemari mengikuti gerak langkah si anak yang tidak jelas arah tujuannya. Si anak tidak peduli akan nasib ibunya yang terengah-engah nafasnya kelelahan.

Si ibu walau tampak lelah mengikuti langkah kaki sang buah hati, namun ia tetap saja sabar sambil terus menguatkan diri dan mungkin menggunakan tenaga cadangannya. Itulah kelebihan yang diberikan Tuhan kepada kaum hawa dalam melindungi keselamatan buah hatinya. Sehingga dalam konteks ini wajar kalau Tuhan memuliakan dan mendudukan para ibu di aras yang lebih istimewa dibandingkan dengan sang ayah.


Nabi Muhammad Saw juga memberi penghormatan dan kedudukan mulia bagi para ibu, sebagaimana terkandung dalam salah satu haditsnya. Salah seorang sahabat bertanya, ya Rasulullah, kepada siapa saya harus berbakti? Nabi menjawab, kepada ibumu. Lalu kepada siapa, ibumu, lalu ibumu. Setelah itu baru kepada bapakmu. Tiga kali sebutan kebaktian kepada ibu. Tiga kali nabi menyebutkan berbakti kepada ibu dan baru keempatnya kepada ayah. Ini berarti betapa kedudukan para ibu demikian diistimewakan oleh Tuhan dan para utusannya. Sehingga dalam hadits lain disebutkan bahwa syurga itu berada di bawah kaki ibu.

Melihat hubungan sang ibu dengan anak-anaknya sangat dekat, maka wajar kalau si anak akan masuk syurga harus melalui rekomendasi ibunya. Anak-anak akan sengsara dalam hidupnya maupun menjelang ajalnya tanpa restu dan belaian ibunya sebagaimana si anak berada 9 bulan dalam perut ibundanya. Kasih sayang ibu tidak pernah hilang termakan waktu sampai akhir hayatnya. Namun, tidak demikian dengan sang anak yang sangat cepat berubah dan mungkin melupakan ibunya.

Gambar dan iktibar tentang perubahan sikap anak terhadap ibunya semakin banyak terjadi. Masih ingat dengan kisah legenda Malin Kundang yang melupakan bundonya setelah ia menjadi saudagar sukses karena menikahi putri pengusaha besar? Itulah contoh anak yang durhaka kepada ibunya yang pada akhirnya si Malin Kundang dikutuk oleh ibunya menjadi batu. Apa yang dilakukan si ibu merupakan reaksi ketidakberdayaan menghadapi anaknya yang cepat melupakan belaian dan kasih sayangnya.

Kita dan siapapun tidak akan melihat legenda Malin Kundang secara hitam putih, tetapi lebih di lihat dari perspektif nilai yang terkandung dalam legenda itu. Sadar atau tidak, kini telah menjamur Malin Kundang versi terbaru dengan pelbagai motipnya. Entah itu, harta, tahta dan syahwat kerakusan si anak.

Ya, kini kuantitas dan kualitas kedurhakaan kapada ibu semakin menjadi. Apa yang bisa dikatakan ada anak yang membunuh dan memutilasi ibu kandungnya sendiri gara-gara si anak tidak diberikan uang belanja oleh ibunya. Ada juga anak yang dengan tega dan kehilangan cintanya kepada ibunya, karenanya ia membawa ibunya ke pengadilan lalu oleh hakim di vonis bersalah kemudian mendekam dipenjara. Gerangan apa yang menyebabkan si anak berbuat durjana kepada ibu kandungnya sendiri? Ternyata penyebabnya si ibu mengambil potongan kayu milik anaknya tanpa sepengatahuan si anak. Astagfirullah. Serendah itukah moralitas si anak sampai setega itu, padahal si ibu masih hak juga terhadap kepemilikan si anak.

Hukum adalah hukum. Hukum akhirnya menjatuhkan vonis bersalah terhadap si ibu. Terus terang yang membuat kita tidak habis fikir bahwa si anak yang menuntut ibunya tidak terlihat menyesali perbuatannya dan tampak si anak senyum bahagia. Si ibu terlihat shock dan hanya bisa terdiam di dalam penjara. Matanya terlihat kosong sambil menatap dinding penjara yang diam membisu. Dia hanya sebatang kara kini di penjara. Ia pasrahkan hidupnya hanya kepada Tuhan. Dari raut wajahnya terlihat kekecewaan yang tidak terukur dalamnya atas apa yang menimpanya. Hanya Tuhan yang kini dimilikinya, suaminya telah lama wafat sementara anaknya telah dianggapnya tidak ada lagi. Rasanya, si ibu ingin mengakhiri saja hidupnya dan menjadikan penjara sebagai kuburannya.

Kalau sudah begini, masihkah syurga itu berada di bawah telapak kaki ibu? Entahlah. Para ibu sangat tahu persis apa yang harus dilakukannya lepada para anak yang durhaka. Haruskah ia akan mengutuk anaknya yang durhaka sebagaimana Malin Kundang dikutuk ibunya. Kalau ya, lalu bagaimana nasib cucuku yang terlahir dari rahim anak-anakku, fikir para ibu yang masih mencintai darah keturunan anaknya. Sungguh wajar kalau ibu memang diberikan kedudukan istimewa oleh Tuhan sebagai pemegang rekomendasi untuk memasuki syurga yang dijanjikan Tuhan bagi ibu. Kasih ibu kepada beta tak terhingga sepanjang zaman. Hanya memberi, tak harap kembali bagaikan syurya yang menyinari dunia kata lagu yang diajarkan bapak ibu guru ketika duduk di Taman Kanak-kanak. Wallahul Muwafiq ila Darissalam.

Ngurai Rai, Bali, 11062013.13.40.29.


0 komentar: