Ahad
sore (9/6/2013) saya menghadiri acara pernikahan kerabat di Lingsar.
Banyak keluarga, kerabat, sahabat dan tamu undangan yang menghadirinya.
Tampak senyum bahagia terpancar dari bibir kedua mempelai dan begitu
juga dengan kedua orang tuanya. Sore itu tidak terlihat satupun diantara
para tamu undangan yang terlihat sedih, semuanya mendoakan kehidupan
keluarga yang harmonis bagi kedua mempelai.
Nesehat perkawinan pun bekisar tentang bagaimana membina suatu
kehidupan yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Materi nasehat perkawinan
masih sangat normatif dan jarang sekali menyinggung tentang anomali
dalam suatu perkawinan. Maksudnya tidak pernah menyampaikan tentang
akibat buruk dari suatu perceraian. Sebagai suatu nasehat tentu boleh
saja menyampaikan anomali dalam suatu bahtera kehidupan rumah tangga
agar tidak ditiru oleh keluarga yang baru terbentuk.
Tingginya
angka perceraian di Lombok sangat memprihatinkan kita semua. Ada kesan
yang terkonstruksi bahwa perceraian sudah membudaya dalam masyarakat
Sasak. Perceraian seakan berbanding lurus dengan pernikahan di dalam
masyarakat Sasak di Lombok. Maksudnya bahwa perceraian sangat gampang
dilakukan masyarakat Sasak segampang mereka melakukan pernikahan. Coba
di bayangkan bahwa kalau dua pasangan sudah sama-sama saling cinta maka
tanpa berfikir lima langkah ke depan pasti akan mencuri si gadis dengan
maksud untuk dinikahi. Inilah tradisi menikah pada masyarakat Sasak di
Lombok. Pernikahan segampang itu berbanding lurus dengan mudah dan
cepatnya mereka menjatuhkan talaq kepada istrinya.
Saya fikir
inilah ruang kosong yang membutuhkan kahadiran pemerintah untuk
mengaturnya. Adat dan tradisi boleh saja dijadikan sandaran untuk
melakukan proses pernikahan maupun perceraian tetapi hukum negara tidak
boleh juga diabaikan. Perceraian dengan alasan-alasan tertentu boleh
dilakukan tetapi sebaiknya tidak dilakukan selama bisa dimediasi dan ada
solusi untuk islah. Dalam konteks ini, nabi Saw mengkatagorikan
perceraian merupakan perbuatan yang boleh dilakukan tetapi paling
dibenci oleh nabi Saw.
Perceraian dalam tradisi masyarakat
Sasak seakan tanpa aturan dan cendrung permainan. Di banyak kasus
perceraian di Lombok, seorang suami dengan tanpa perhitungan midah saja
mereka menceraikan istrinya dan dengan mudah pula mereka rujuk kembali.
Terus terkadang kita bingung dengan tingkah polah laki-laki dan
perempuan pelaku perceraian. Pagi bercerai sorenya rujuk kembali. Dan
ada yang lebih aneh lagi, ada istilahnya coba-coba bercerai dalam waktu
singkat. Dia hanya ingin tahu bagaimana rasanya bercerai. Ternyata tidak
enak katanya dan dalam tempo setengah jam saja si laki-laki langsung
rujuk kembali dengan istrinya. Padahal istrinya sudah mengemas semua
pakaian dan perlengkapan bayinya.
Astagfirullah. Manusia
hidupnya semakin aneh saja. Bercerai kok coba-coba. Pun dalam hal
perkawinan banyak juga yang coba-coba, masih ingat dengan kasus Aceng
Fikri sang mantan bupati Garut Jawa Barat yang melakukan nikah kilat.
Dan di Lombok kejadian serupa banyak terjadi walaupun sama persis dengan
kasus Aceng Fikri. Apa kata dunia, kalau persoalan yang dianggap sakral
sudah banyak dipermainkan manusia. Apa ini pertanda kiamat sudah
semakin dekat? Entahlah, bukan kita tidak berhak mengatur Tuhan. Mau
kiamat mau tidak, biarlah menjadi urusan Tuhan. Terserah Tuhan sajalah.
Terus terang saya berhayal sangat serius kalau pemerintah provinsi Nusa
Tenggara Barat bisa membiat program menekan angka perceraian nol
(APCANO). Saya punya keyakinan bahwa gubernur NTB Dr.HM. Zainul Majdi
bisa melakukannya, sebagaimana keberhasilannya menjalankan program
AKINO, ABSANO dan ADONO. Kalau saja program APCANO ini bisa dijalankan
maka pasangan TGB-Amin patut diberikan penghargaan Sasak award karena
mampu menekan angka perceraian.
Harkat dan martabat kaum
perempuan Sasak bisa terangkat bila saja program APCANO mau dilakukan
pemerintah provinsi dan tentu harus bersinergi dengan pemerintah
kabupaten-kota di NTB. Siapa yang tidak prihatin dan sedih melihat
ketiadaan harga perempuan Sasak di mata lelaki di gumi Sasak dalam
kasus-kasus perceraian. Namun, yang mengherankan tidak ada upaya yang
serius untuk menekan angka perceraian itu termasik oleh kementrian Agama
sendiri. Seakan terjadi pembiaran terhadap perceraian yang semakin
marak terjadi terutama pada musim paceklik. Kalau tidak mau dikatakan
pembiaran lalu apa?
Namun yang pasti bahwa kita menginginkan
angka perceraian di Lombok cepat menurun. Apapun caranya. Gubernur NTB
yang memang tokoh agama mempunyai tanggung jawab besar untuk menekan
angka perceraian ini agar tidak dilabeli daerah ini sebagai "daerah
sejuta janda".
Jika ini terjadi, tentu akan membuat citra daerah ini
jelek di mata nasional atau mungkin internasional. Siapa yang
menginginkan label itu? Tentu tidak ada.
Harapan kita sebagai
warga NTB, pemerintah harus punya program nyata untuk membuat angka
perceraian nol (APCANO). Tradisi percerain di bawah tangan harus segera
diakhiri sebagai akibat dari perceraian di bawah tangan. Kalau ingin
cerai maka lakukan gugatan ke pengadilan sebagai kelanjutan dari
perkataan cerai yang diucapkan dengan lisan. Kalau tradisi ini tidak
segera di amputasi, maka selamanya perempuan akan terus menjadi kurban
tradisi yang tidak baik. Kalau tidak pemerintah, siapa lagi yang mau
mengangkat harkat dan martabat kaum wanita.
Mengakhiri tradisi
bercerai merupakan pilihan dan program yang harus dilakukan oleh
pemerintahan TGB-Amin selama lima tahun ke depan. Mengkonstruksi program
berkualitas dan menjalankannya dengan serius bisa menjadi investasi
budaya ke depan. Siapapun yang mampu melakukan program angka perceraian
nol ini, maka pasti akan mendapatkan penghargaan dari rakyat secara
tulus. Penghargaan ini merupakan penghargaan yang tertinggi dari pada
penghargaan yang lainnya, karena akan dikenang sampai kapanpun jua.
Tinggal adakah kemauan politik untuk melakukan investasi bagi rakyat
Sasak. Investasi ini sangat mulia dan coba renungi "mengakhiri tradisi
perceraian". Sangat mengagumkan. Wallahul Muwafiq ila Darissalam.
Tanak Beak, 10062013.23.01.59
Minggu, 16 Juni 2013
MENGAKIHIRI TRADISI BERCERAI
23.56
No comments
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar