Minggu, 16 Juni 2013

ORANG MISKIN MALAS SEKOLAH

Ahad pagi yang dingin, saya menyusuri pematang persawahan untuk menemui sahabat yang sedang sakit. Cuaca pagi tampak sedikit mendung, gerimis tipis yang membuat suasana pagi lebih fresh. Suasana ini boleh dibilang khas daerah pertanian. Perjalanan menemui sahabat ini memang sudah lama dihajatkan namun baru kesampaian. Tentu suasana seperti ini tidaklah asing bagi saya yang terlahir dari keluarga petani.

Saya datang ke perkampungan itu untuk menjenguk sahabat saya yang telah lama sakit. Rasa haru dan bahagia tampak dari keluarga sahabat ketika saya datang. Perasaan itu tidak dibuat-buat dan perasaan saya pun sangat prihatin melihat kondisi sahabat yang sakit. Namun, saya sangat bahagia ketika menatap sahabat saya yang telah lama sakit yang tidak menampakkan kedukaan apalagi mengeluh dengan kondisinya. Senyum merekah tampak dari bibirnya yang sedikit dipaksakannya tetapi hal itu membuat saya juga ikut tersenyum bahagia dan tanpa terasa air mata saya bercucuran. Entah apa yang membuat saya seperti itu dan seketika saya teringat akan kakak, adik dan anak saya yang meninggal di depan mata saya. Mungkin hal ini penyebabnya, tetapi entahlah...inilah suatu kisah dari perjalanan hidup seorang anak manusia.


Pada suasana seperti itu, saya menangkap isyarat dari sahabat saya bahwa ada sesuatu yang ingin disampaikannya. Saya pun mencoba mendekat duduk di sampingnya. Sobat katanya dengan suara sangat lemah dan terbata-bata, saya sangat sedih dan galau memikirkan anak-anak yang malas bersekolah padahal saya sudah berjuang dan bekerja keras memberikan nasehat untuk rajin bersekolah namun tidak dihiraukannya. Saya sangat sedih, terkadang sehabis saya menasehatinya seringkali dia pergi dan tidak pulang ke rumah. Hal ini yang membuatku sedih sobat.

Saya berusaha menjadi pendengar yang setia sambil sekali waktu saya katakan untuk terus memuji Allah dan beristigfar. Hanya ini yang bisa saya katakan dan tentu tidak mungkin saya sampaikan dan berdebat bagaimana mengatasi permasalahan anak yang malas sekolah. Sahabat saya terus saja memandangiku dengan penuh kegembiraan dan suka cita setidaknya tampak dari tangannya yang terus memegangi tangan saya. Tentu, suasana seperti ini membuat saya tidak dapat berkata-kata kecuali air mataku yang terus membasahi alis mataku. Air mataku terus saja keluar tanpa diundang, ada apa dengan diriku gumamku serasa menatap langit-langit rumah.

Anak malas sekolah atau tepatnya anak orang miskin malas sekolah. Saya berpendapat bahwa anak malas sekolah merupakan fenomena umum yang ada di negeri ini. Tidak hanya dialami oleh anak-anak orang miskin tetapi juga oleh anak-anak kelas menengah dan orang kaya. Penyebabnya bisa bermacam-macam diantaranya sebagai bentuk pelarian dari kemiskinannya, kesepian dalam keluarga karena orang tuanya jarang di rumah karena itu dijadikannya sebagai medium untuk mencari identitas diri di tengah kehidupan.

Dalam konteks ini, tidak ada yang bisa dipersalahkan dan yang harus dilakukan mencari jalan keluarnya. Pemerintah, sekolah dan institusi keluarga menjadi lembaga yang paling bertanggungjawab atas kemalasan anak-anak bersekolah. Apa tidak cukup program-program dan anggaran pendidikan yang sudah digelontorkan oleh pemerintah, kata Wak Emet mengomentari permasalahan ini. Masalah pendidikan tidak hanya bertumpu pada masalah biaya dan anggaran yang banyak, jawab Wak Adil.

Memang, masalah pendidikan sangat rumit dan complicated dan benar apa yang dikatakan oleh dua sahabat Wak Emet dan Wak Adil. Anggaran dan biaya salah satu saja dari banyak permasalahan yang membelit dunia pendidikan di negeri ini. Menurut pendapat saya pelayanan dan perhatian dari sekolah dan keluarga menjadi masalah serius yang harus dicarikan solusinya. Sekolah dalam hal ini guru seharusnya tidak sebatas mengajar atau transfer of knowled kepada peserta didik tetapi juga sebagai pembimbing, rekan, teman dan mitra anak belajar. Seorang guru harus menjalankam fungsi tersebut kalau tidak maka wajar saja kalau anak-anak menjadi tidak betah di sekolah.

Orang tua juga harus melakukan tindakan dan perilaku yang berimbang dengan apa yang diperbuat oleh dewan guru di sekolah. Anak menjadi betah di rumah bila anak-anak diperlakukan tidak sebagai anak yang harus taat dan patuh atas semua perintah dalam belajar. Maksudnya, ketika orang tua menyuruh anak-anaknya belajar maka suasana pembelajaran harus mendukungnya. Saat ini yang banyak terjadi bahwa ketika anak-anak taat dan patuh untuk belajar tetapi saat yang bersamaan orang tuanya malah nonton televisi. Ini khan tidak mendukung dan tidak ada keseimbangan antara perintah dan kataatan si anak. Tentu, hal itu akan membuat si anak menjadi cepat bosan dan malas.

Mensinergikan antara tiga lembaga penanggungjawab pendidikan harus menjadi kebutuhan yang mendesak sesuai dengan proforsinya. Pemerintah menyediakan anggaran sesuai kebutuhan lembaga pendidikan (negeri maupun swasta) dan keluarga harus mampu menyokongnya dengan semangat dan kebersamaan. Fakta selama ini sekolah dengan orang tua atau komite sekolah sering kali terjadi kecemburuan dan saling menncari kesalahan dalam urusan dana tetapi tidak dalam urusan program dan kualitas pembelajaran.

Guna sinerginitas tiga lembaga tersebut di atas, kiranya perlu untuk menelaah apa yang pernah dilakukan oleh Faulo Freire ketika memimpin kementrian pendidikan di Brazil. Kondisinya mirip dengan Indonesia, hanya bedanya Brazil mampu keluar dan menemukan solusi dengan cepat dengan melakukan perubahan paradigma pendidikannya. Freire menemukan paradigma pendidikan yang yang membebaskan. Intinya pendidikan memberikan pelayanan dengan datang ke masyarakat untuk membenaskannya dari buta aksara. Program ini sangat jitu dan berhasil karena dilakukan berdasarkan semangat kebersamaan dan keprihatinan yang sama untuk membebaskan rakyatnya dari kebodohan. Kenapa kita di Indonesia sulit dan tidak sukses dalam 11 kali melakukan perubahan kurikulum? Jawabannya sangat sederhana karena semua perubahan selalu menggunakan pendekatan proyek. Fatal akibatnya.

Anak miskin malas sekolah secara makro bisa disebabkan oleh tidak terpadunya tiga pemegang tanggungjawab pendidikan sebagaimana tersebut di atas. Kegalauan dan kesedihan yang disampaikan sahabat saya yang sedang sakit tentang anak orang miskin malas sekolah menjadi wajar adanya. Dan kalau mau dicari kesalahannya para aktor penanggungjawab pendidikan itulah yang paling dipersalahkan. Entah itu presiden, menteri, gubernur, bupati, wali kota, para guru dan orang tua sendiri. Menyadari kekeliruan dalam mendidik anak-anak bangsa sangat baik untuk modal perbaikan pendidikan ke depan. Jika tidak menyadari kekeliruan, maka ini yang menyebabkan perubahan hanya sebagai perubahan dan tidak perubahan kurikulum untuk kualitas pendidikan. Akibatnya anak malas sekolah, guru malas mengajar dan atau guru melakukan tindakan tidak senonoh kepada peserta didiknya serta guru saling menyalahkan dengan orang tua siswa. Semua ini sebagai akibat dari ketidak beranian untuk menyatakan bahwa kita telah keliru dalam menerapkan pendidikan yang berkualitas dan moralis kepada anak-anak bangsa ini. Wallahul Muwafiq ila Darissalam.

Tanak Beak, 08062013.07.5749


0 komentar: