Ahad
pagi yang dingin, saya menyusuri pematang persawahan untuk menemui
sahabat yang sedang sakit. Cuaca pagi tampak sedikit mendung, gerimis
tipis yang membuat suasana pagi lebih fresh. Suasana ini boleh dibilang
khas daerah pertanian. Perjalanan menemui sahabat ini memang sudah lama
dihajatkan namun baru kesampaian. Tentu suasana seperti ini tidaklah
asing bagi saya yang terlahir dari keluarga petani.
Saya datang ke perkampungan itu untuk menjenguk sahabat saya yang telah
lama sakit. Rasa haru dan bahagia tampak dari keluarga sahabat ketika
saya datang. Perasaan itu tidak dibuat-buat dan perasaan saya pun sangat
prihatin melihat kondisi sahabat yang sakit. Namun, saya sangat bahagia
ketika menatap sahabat saya yang telah lama sakit yang tidak
menampakkan kedukaan apalagi mengeluh dengan kondisinya. Senyum merekah
tampak dari bibirnya yang sedikit dipaksakannya tetapi hal itu membuat
saya juga ikut tersenyum bahagia dan tanpa terasa air mata saya
bercucuran. Entah apa yang membuat saya seperti itu dan seketika saya
teringat akan kakak, adik dan anak saya yang meninggal di depan mata
saya. Mungkin hal ini penyebabnya, tetapi entahlah...inilah suatu kisah
dari perjalanan hidup seorang anak manusia.
Pada suasana
seperti itu, saya menangkap isyarat dari sahabat saya bahwa ada sesuatu
yang ingin disampaikannya. Saya pun mencoba mendekat duduk di
sampingnya. Sobat katanya dengan suara sangat lemah dan terbata-bata,
saya sangat sedih dan galau memikirkan anak-anak yang malas bersekolah
padahal saya sudah berjuang dan bekerja keras memberikan nasehat untuk
rajin bersekolah namun tidak dihiraukannya. Saya sangat sedih, terkadang
sehabis saya menasehatinya seringkali dia pergi dan tidak pulang ke
rumah. Hal ini yang membuatku sedih sobat.
Saya berusaha
menjadi pendengar yang setia sambil sekali waktu saya katakan untuk
terus memuji Allah dan beristigfar. Hanya ini yang bisa saya katakan dan
tentu tidak mungkin saya sampaikan dan berdebat bagaimana mengatasi
permasalahan anak yang malas sekolah. Sahabat saya terus saja
memandangiku dengan penuh kegembiraan dan suka cita setidaknya tampak
dari tangannya yang terus memegangi tangan saya. Tentu, suasana seperti
ini membuat saya tidak dapat berkata-kata kecuali air mataku yang terus
membasahi alis mataku. Air mataku terus saja keluar tanpa diundang, ada
apa dengan diriku gumamku serasa menatap langit-langit rumah.
Anak malas sekolah atau tepatnya anak orang miskin malas sekolah. Saya
berpendapat bahwa anak malas sekolah merupakan fenomena umum yang ada di
negeri ini. Tidak hanya dialami oleh anak-anak orang miskin tetapi juga
oleh anak-anak kelas menengah dan orang kaya. Penyebabnya bisa
bermacam-macam diantaranya sebagai bentuk pelarian dari kemiskinannya,
kesepian dalam keluarga karena orang tuanya jarang di rumah karena itu
dijadikannya sebagai medium untuk mencari identitas diri di tengah
kehidupan.
Dalam konteks ini, tidak ada yang bisa dipersalahkan
dan yang harus dilakukan mencari jalan keluarnya. Pemerintah, sekolah
dan institusi keluarga menjadi lembaga yang paling bertanggungjawab atas
kemalasan anak-anak bersekolah. Apa tidak cukup program-program dan
anggaran pendidikan yang sudah digelontorkan oleh pemerintah, kata Wak
Emet mengomentari permasalahan ini. Masalah pendidikan tidak hanya
bertumpu pada masalah biaya dan anggaran yang banyak, jawab Wak Adil.
Memang, masalah pendidikan sangat rumit dan complicated dan benar apa
yang dikatakan oleh dua sahabat Wak Emet dan Wak Adil. Anggaran dan
biaya salah satu saja dari banyak permasalahan yang membelit dunia
pendidikan di negeri ini. Menurut pendapat saya pelayanan dan perhatian
dari sekolah dan keluarga menjadi masalah serius yang harus dicarikan
solusinya. Sekolah dalam hal ini guru seharusnya tidak sebatas mengajar
atau transfer of knowled kepada peserta didik tetapi juga sebagai
pembimbing, rekan, teman dan mitra anak belajar. Seorang guru harus
menjalankam fungsi tersebut kalau tidak maka wajar saja kalau anak-anak
menjadi tidak betah di sekolah.
Orang tua juga harus melakukan
tindakan dan perilaku yang berimbang dengan apa yang diperbuat oleh
dewan guru di sekolah. Anak menjadi betah di rumah bila anak-anak
diperlakukan tidak sebagai anak yang harus taat dan patuh atas semua
perintah dalam belajar. Maksudnya, ketika orang tua menyuruh
anak-anaknya belajar maka suasana pembelajaran harus mendukungnya. Saat
ini yang banyak terjadi bahwa ketika anak-anak taat dan patuh untuk
belajar tetapi saat yang bersamaan orang tuanya malah nonton televisi.
Ini khan tidak mendukung dan tidak ada keseimbangan antara perintah dan
kataatan si anak. Tentu, hal itu akan membuat si anak menjadi cepat
bosan dan malas.
Mensinergikan antara tiga lembaga
penanggungjawab pendidikan harus menjadi kebutuhan yang mendesak sesuai
dengan proforsinya. Pemerintah menyediakan anggaran sesuai kebutuhan
lembaga pendidikan (negeri maupun swasta) dan keluarga harus mampu
menyokongnya dengan semangat dan kebersamaan. Fakta selama ini sekolah
dengan orang tua atau komite sekolah sering kali terjadi kecemburuan dan
saling menncari kesalahan dalam urusan dana tetapi tidak dalam urusan
program dan kualitas pembelajaran.
Guna sinerginitas tiga
lembaga tersebut di atas, kiranya perlu untuk menelaah apa yang pernah
dilakukan oleh Faulo Freire ketika memimpin kementrian pendidikan di
Brazil. Kondisinya mirip dengan Indonesia, hanya bedanya Brazil mampu
keluar dan menemukan solusi dengan cepat dengan melakukan perubahan
paradigma pendidikannya. Freire menemukan paradigma pendidikan yang yang
membebaskan. Intinya pendidikan memberikan pelayanan dengan datang ke
masyarakat untuk membenaskannya dari buta aksara. Program ini sangat
jitu dan berhasil karena dilakukan berdasarkan semangat kebersamaan dan
keprihatinan yang sama untuk membebaskan rakyatnya dari kebodohan.
Kenapa kita di Indonesia sulit dan tidak sukses dalam 11 kali melakukan
perubahan kurikulum? Jawabannya sangat sederhana karena semua perubahan
selalu menggunakan pendekatan proyek. Fatal akibatnya.
Anak
miskin malas sekolah secara makro bisa disebabkan oleh tidak terpadunya
tiga pemegang tanggungjawab pendidikan sebagaimana tersebut di atas.
Kegalauan dan kesedihan yang disampaikan sahabat saya yang sedang sakit
tentang anak orang miskin malas sekolah menjadi wajar adanya. Dan kalau
mau dicari kesalahannya para aktor penanggungjawab pendidikan itulah
yang paling dipersalahkan. Entah itu presiden, menteri, gubernur,
bupati, wali kota, para guru dan orang tua sendiri. Menyadari kekeliruan
dalam mendidik anak-anak bangsa sangat baik untuk modal perbaikan
pendidikan ke depan. Jika tidak menyadari kekeliruan, maka ini yang
menyebabkan perubahan hanya sebagai perubahan dan tidak perubahan
kurikulum untuk kualitas pendidikan. Akibatnya anak malas sekolah, guru
malas mengajar dan atau guru melakukan tindakan tidak senonoh kepada
peserta didiknya serta guru saling menyalahkan dengan orang tua siswa.
Semua ini sebagai akibat dari ketidak beranian untuk menyatakan bahwa
kita telah keliru dalam menerapkan pendidikan yang berkualitas dan
moralis kepada anak-anak bangsa ini. Wallahul Muwafiq ila Darissalam.
Tanak Beak, 08062013.07.5749
Minggu, 16 Juni 2013
ORANG MISKIN MALAS SEKOLAH
23.54
No comments
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar