Nelongso,
galau, cemas dan khawatir yang saat ini dirasakan oleh puluhan ribu
atau mungkin ratusan ribu keluarga di seluruh Indonesia. Suasana batin
tersebut sebagai akibat dari rencana para Dokter yang akan mogok praktek
di bawah komando Ikatan Dokter Indonesia. Keluarga mana yang tidak
khawatir, kalau salah satu keluarga intinya saat ini sedang berbaring di
rumah sakit dan siap dioperasi, tetapi
tertunda karena para Dokter mogok praktek. Dan mungkin salah satu dari
keluarga itu adalah keluarga Hakim, jaksa dan atau pengacara yang
mengirim Dokter Ayu ke ruang jeruji besi.
Kami bukan Tuhan.
Tulisan yang dibawa oleh beberapa Dokter cantik saat berorasi. Ya,
Dokter memang bukan Tuhan. Dokter adalah manusia biasa yang mempunyai
tugas mulia untuk membuat manusia tetap hidup sesuai profesinya. Para
Dokter bukan pula pesaing Tuhan di muka bumi ini. Ia, hanya manusia
biasa yang punya keterbatasan untuk menentukan hidup matinya manusia.
Kuasa Tuhan dan hanya Tuhan yang punya otoritas untuk menentikan hidup
matinya manusia, tidak terkecuali Dokter sendiri.
Penuntut,
hakim, jaksa dan keluarga yang secara bersama-sama telah menjebloskan
Dokter Ayu ke Penjara mungkin lupa bahwa Dokter hanya manusia biasa,
bukan Tuhan, dan bukan pula manusia luar biasa yang mewakili Tuhan untuk
mematikan si korban saat itu. Bukankah, hidup dan matinya manusia sudah
ditentukan takdirnya oleh Tuhan saat ikrar perjanjian manusia dengan
Tuhan di Marwah. Atau mungkin, telah salah persepsi tentang Dokter
sebagai penjelmaan Tuhan sehingga punya kuasa mematikan manusia.
Sekali-kali tidak. Manusia yang berprofesi sebagai Dokter hanyalah
manusia biasa yang memiliki keterbatasan sebagaimana manusia lainnya.
Apakah dengan alasan itu, lalu kita menghakiminya telah melakukan
malpraktek? Tentu, harus kita menilainya dari sudut etika kedokteran.
Sehari tanpa Dokter. Semalam, saya bertemu dengan salah satu keluarga
pasien yang anaknya akan dioperasi. Dia tampak cemas dengan rencana
mogok praktek para Dokter, seraya berdoa semoga tidak terjadi penundaan
operasi anaknya esok hari. Kalaupun terjadi, ia hanya bisa pasrah dan
menyerahkan keputusan akhir atau takdir hanya kepada Allah semata. Dan
bukan kepada Dokter. Sangat rasional dan tanda seorang mukmin.
Sehari tanpa Dokter. Sebaiknya jangan pula terlalu dibesar-besarkan.
Biasa saja dan sering kali kita temukan satu atau dua hari Dokter tidak
menjenguk pasiennya dan hanya didiagnosa oleh perawat perkembangan
kesehatan si pasien. Maksud saya, biarlah para Dokter melakukan
demonstrasi sebagai bentuk solidaritas terhadap kolega atau anggota
profesinya. Mereka berhak melakukannya dan memang seharusnya melakukan
itu, ketika profesi kedokteran di obok-obok dan apalagi sampai masuk ke
ranah hukum.
Tidak hanya Dokter. Kemungkinan keluarga melakukan hal
sama dengan Dokter sangat mungkin terjadi, ketika pasien merasa
dirugikan oleh pelayanan rumah sakit. Demontrasi dapat dilakukan oleh
siapa saja, asalkan tidak, mengganggu ketertiban dan kerugian orang
lain.
Demonstrasi yang akan dilakukan hari ini oleh para Dokter
sebaiknya tidak membuat masyarakat cemas dan tidak pula pasien. Pada
aras ini, peran pihak manajemen rumah sakit di seluruh Indonesia sangat
penting untuk menjamin rasa nyaman dan ketenangan bagi pasien dan
keluarganya. Pihak manajemen harus bertanggung jawab dan mencari solusi
yang tepat kalau sekiranya sampai terjadi penundaan suatu operasi
terhadap pasien.
Saya tidak bisa membayangkan kalau selama
para Dokter mogok praktek hari ini, dan oleh karenanya banyak pasien
meninggal karenanya, maka siapa yang harus dipersalahkan. Apakah para
Dokter yang mogok berpraktek atau hakim yang secara bersama-sama telah
memenjarakan Dokter Ayu. Entahlah, saya tidak memiliki kompetensi untuk
memberikan penilaian karena saya tidak ahli hukum.
Hanya saja,
saya bisa memberikan saran agar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) membentuk
Mahkamah Kedokteran yang akan memiliki kewenangan menilai, apakah
kesalahan yang dilakukan Dokter telah melanggar protap atau kode etik
kedokteran. Mahkamah Kedokteran ini yang akan bersidang untuk memberikan
putusan hukum bagi para Dokter. Ikatan Dokter Indonesia harus berada
pada garda terdepan untuk pembentukan Mahkamah Kedokteran ini sehingga
dapat lebih menjaga kehormatan profesi kedokteran Indonesia.
Saya, sangat berharap agar aksi para Dokter hari ini tidak berdampak
buruk bagi kesehatan pasien di seluruh Indonesia. Dengan demikian,
keluarga dan masyarakat bisa tetap memahami kondisi psikologis atau
kondisi kebatinan para Dokter yang berdemonstrasi hari ini.
Tanak Beak, 27112013.08.59
Rabu, 27 November 2013
SATU HARI TANPA DOKTER
23.08
No comments
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar