Kamis, 11 Oktober 2012

TANDA SUJUD YANG TIDAK MEMBEKAS

Memang, kita terus-terusan di buat jantungan oleh pelbagai peristiwa dan kejadian, mulai dari korupsi, arogansi, tawuran, sampai perilaku asusila yang dilakukan oleh oknum guru di Boyolali terhadap peserta didiknya. Namun, patut disyukuri bahwa jantung kita didesain dengan sangat sempurna sehingga tidak mudah pecah. Desainer itu tidak lain adalah Allah Swt.

Ya, kejadian diganti peristiwa datang silih berganti tanpa henti dan seakan kita sebagai manusia (insan) kadang terlambat untuk meresponnya (sekedar untuk mengucapkan Astagfirullah atau Subhanallah saja kadang terlewatkan). Kealpaan kita merespon pelbagai kejadian dan peristiwa dapat membuat suasana batin kita remuk redam dan suasana sosial dapat menjadi caos. Penanganan yang solutif sangat diperlukan agar tidak memunculkan kejadian dan peristiwa berulang kembali. Jika tidak, maka Tuhanpun akan menjewer kita dengan ujian, cobaan, sakit dan musibah.


Tindakan korupsi yang merajalela di negeri ini, tidak boleh dianggap semata-mata karena perilaku korupsi yang sudah menjadi budaya, tetapi perilaku korupsi boleh jadi merupakan bentuk jeweran Tuhan kepada Penegak hukum (entah kepolisian, KPK, dan kejaksaan) untuk tetap istiqomah bekerja pada jalur yang baik dan benar. Penegak hukum tidak perlu bermain-main dalam penegakan hukum dan bersikap adil dalam melakukan proses hukum. Pelemahan terhadap peran dan kewenangan KPK misalnya tidak boleh terjadi kalau masing-masing penegak hukum di negeri ini mengetahui peran dan batas-batas kewenangannya. Polisi tidak seharusnya melakukan teror ke kantor KPK sekedar untuk menangkap penyidik KPK (nota bene adalah anggota Polisi).

Harmonisasi hubungan antara institusi penegak hukum harus terus dijalin dengan baik. Tiga lembaga penegak hukum (Polisi, KPK dan kejaksaan) seharusnya terus melakukan kordinasi agar tidak memunculkan miskomunikasi diantara mereka, sehingga kalau itu berjalan dengan baik dan bekerja dengan baik, semestinya rakyat tidak perlu terlibat memberikan dukungan (untuk kesekian kalinya) kepada KPK. Saya sangat hawatir kalau rakyat ini terus dilibatkan dalam memberikan dukungan seperti itu, KPK bisa menjadi manja, sementara rakyat disisi lain dipaksa untuk menghujat institusi kepolisian (tentu ini tidak adil bagi rakyat).

Sementara peristiwa lainnya, kita lagi dikejutkan dengan tindakan asusila yang dilakukan oleh oknum guru di Boyolali terhadap peserta didiknya sendiri (Tvone, 11/10/2012). Kasus Tawuran antara siswa SMA 70 dengan SMA 06 Jakarta belum terselesaikan dengan baik, sudah muncul lagi kasus asusila guru (sebelumnya terjadi kasus serupa antara oknum kepala sekolah dan anggota legislatif). Sungguh, peristiwa tawuran dan tindakan asusila itu telah membuat dunia pendidikan kita tercoreng dengan tinta hitam pekat. Kalau dunia pendidikan saja tidak mampu menjaga dan mentarnsfer norma-norma moralitas kepada lingkungan sosialnya sendiri, lalu bagaimana dengan institusi lainnya? Nah, bagaimana tindakan kepada pelaku? Menurut saya, seharusnya pelaku asusila itu, sebaiknya diberikan sangsi berat berupa pemecatan dari jabatannya agar tidak terulang kembali kasus serupa di tempat lain. Pemberian sangsi itu sekaligus sebagai proses pembelajaran terhadap siapapun yang melakukan tindakan serupa pasti akan menerima nasib yang sama.

Guru sebenarnya tidak semata-mata sebagai pengajar tetapi sekaligus sebagai pendidik bagi peserta didik dan lingkungannya. Sebagai pengajar guru hanya sebatas sebagai transfer of knowledge, tetapi sebagai pendidik juga menyangkut mauidzoh hasanah bagi lingkungan sosialnya. Karena itu, jika ada oknum guru yang sampai melakukan tindakan asusila sungguh ia telah melanggar norma-norma kesusilaan yang seharusnya diperankannya sebagai guru (pendidik). Sehingga, wajar saja kalau sangsi berat harus diberikan kepada siapapun yang melakukan tindakan asusila itu.

Benang merah yang dapat ditarik dari semua kajadian dan peristiwa itu, ternyata sujud dalam rangka mengagungkan ke-Maha Tinggian Tuhan yang dilaksanakan lima kali dalam sehari semalam, seakan tidak membekas sama sekali pada diri pelaku tindakan korupsi, asusila dan lainnya. Agama bagi mereka sebatas asesoris untuk mengelabui dan menipu orang lain agar percaya bahwa ia orang baik, padahal dibelakang itu sebagai buaya darat yang siap menerkam siapapun. Para pendosa seperti itu telah dijamin Tuhan akan di tempatkan di Neraka Jahim (kalau tidak segera taubat). Apa Tuhan menerima pertaubatan mereka (Koruptor) yang telah memangkas hak hidup rakyat agar hidup layak? Terserah Tuhan Saja-lah. Kita tidak perlu mencampurinya, bukan? Namun, negara ini perlu memberikan kuburan khusus bagi para koruptor atau jika mungkin dibuang saja jasadnya ke laut agar tidak mengotori rahim dunia yang memang sudah renta ini. Wallahul muwaffiq ila Darissalam.

0 komentar: