Rabu, 03 Oktober 2012

TUHANPUN MEMANGGILMU

Rabu pagi (3/10/12), sekitar jam 7.00 wita, saya ikut melepas, bersalaman dan mendo'akan keberangkatan calon jama'ah haji dari desa Tanak Beak, kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat, NTB. Saya melihat pancaran cahaya dan kegembiraan yang sangat dari raut wajah tamu Allah itu, ketika hendak meninggalkan rumah dan negaranya menyambut panggilan Allah Swt menuju pusat peribada

tan yakni kota Makkatul Mukarramah. Memang begitu seharusnya kita bersikap dan menampakan raut wajah dan penuh harap ketika hendak bertemu dengan Ilahi Rabby.

Terus terang saya sangat kagum kepada mereka, walaupun sebelumnya, mereka dalam kondisi psikologis menunggu sampai puluhan Tahun lamanya, seraya tetap mendoakan dirinya kapan kiranya Allah akan memanggilnya menjadi tamu-Nya. Ya, mereka yang berangkat hari ini sudah puluhan Tahun lamanya menunggu antrian menjadi tamu Allah. Ketika tiba gilirannya, mereka sangat gembira dan bersuka ria, tinggal bagaimana menyiapkan diri memenuhi panggilan Ilahi itu.

Wujud dari kegembiraan dan suka cita itu, Muslim Sasak menyiapkan dirinya dengan berbagai macam acara selamatan, zikiran dan selakaran atau membaca kitab albarzanji. Aneka bentuk acara tersebut dilaksanakan pada malam hari sampai menjelang keberangkatannya. Memang secara dzohir kegiatan selamatan selama puluhan hari itu membuat calon jamaah haji tampak kelelahan menyambut para tamunya, tetapi itulah tradisi yang sulit sekali dihilangkan dari muslim sasak. Namun, dari segi batiniah, aneka macam acara tersebut dapat dijadikan sebagai proses pematangan mental menuju proses haji yang sesungguhnya (yang mungkin lebih berat) tantangannya, baik dari segi cuaca, klimatologi maupun panas dan gersangnya padang Arofah. Kesemuanya merupakan proses pematangan dan ibadat semata.

Karena berhaji merupakan suatu proses meniru jejak ibadat yang diwariskan oleh nabi Ibrahim As dan putranya Nabi Allah Ismail As, maka persiapkan diri baik dzohir maupun batin. Persiapan secara matang menuju haji yang sesungguhnya, boleh jadi merupakan suatu bentuk mentalitas menuju penghambaan sejati. Kesiapan nabi Allah Ismail As yang siap menyerahkan nyawanya, ketika sang Ayah (Nabi Ibrahim As) menyampaikan perintah Tuhan kepada dirinya untuk disembelih. Dengan kematangan jiwa, Nabi Ismail As menjawabnya, lakukan dan jalankan perintah Allah itu wahai ayahanda. Tentu, nabi Ibrahim As tidak menyangka jawaban yang diberikan putranya tercinta.

Perintah itu, sebenarnya merupakan suatu bentuk ujian keikhlasan penghambaan kedua kekasih Allah itu. Karena keikhlasannya yang sungguh-sungguh, maka kedua hamba Allah itu lulus dari ujian dan nyawa Ismail tergantikan oleh seekor domba besar dan menjadi ritual haji yang mesti dilalui semua calon jamaah haji. Semoga Allah menjadikan para calon jamaah haji nantinya menjadi orang-orang yang ihklas dan menjadi haji mabrur. Menggapai haji mabrur menjadi keharusan yang mesti dituju oleh semua calon jamaah haji, sebagai wujud dari panggilan Allah Swt. Sehingga sesampainya di tanah air kembali dapat membawa kemaslahatan bagi ummat manusia. Wallahul muwaffiq ila Darissalam.

0 komentar: