Selasa, 02 Oktober 2012

TAWURAN MENJEMPUT MAUT

Dunia pendidikan kembali tercoreng dengan ulah sekelompok siswa tawuran di Jakarta. Tawuran pelajar kali ini antara pelajar SMAN 6 dengan SMAN 70 Jakarta, akibatnya telah menelan kurban jiwa. Penyebab tawuran antara pelajar kedua SMAN paporit itu belum diketahui secara pasti, namun secara sosiologis lebih disebabkan oleh identitas korp yang kuat dan berlebihan. Oleh karena itu, hal-h

al sepelepun (seperti bersenggolan di jalan) bisa menyebab tawuran yang berakhir kematian.

Dari data yang sudah terekam media, peristiwa tawuran sudah berlangsung 150 kali dan 15 orang meninggal dunia. Kejadian yang terus berulang-ulang seperti itu, bukan suatu persoalan yang sepele (apalagi sampai ada kurban meninggal) tetapi tampaknya pemerintah (dalam hal ini pihak Kementrian pendidikan) terkesan lamban dan tidak menemukan akar permasalahan tawuran itu, makanya kejadian tawuran seolah menjadi sesuatu kebiasaan dan gagah-gagahan yang terus terulang.

Tawuran itu merupakan realitas sosial yang dapat dilihat secara subjektif maupun objektif. Pada aras ini secara teoritis perilaku tawuran pelajar itu lebih disebabkan oleh identitas korp yang terlalu berlebihan antara korp SMAN 6 dengan SMAN 70 Jakarta. Berdasarkan teori-teori sosial, identitas kelompok, seperti identitas sekolah, etnis dan identitas budaya bangsa merupakan dialog antara individu dan masyarakatnya. Dialog atau interaksi antara individu dengan komunitas dapat terjadi transformasi atau perubahan ataupun terjadi status quo di dalam pembentukan identitas kelompok. Sudah tampak terlihat bahwa betapa peranan pendidikan baik formal, non formal dan informal di dalam terbentuknya modal kultural dan modal sosial dari komunitas.

Modal kultural tampak di dalam institusi-institusi di dalam masyarakat yang dibentuk melalui sistem pendidikan. Modal sosial merupakan kewajiban-kewajiban sosial yang terinstitusionalisasikan misalnya di dalam bentuk-bentuk kehormatan dalam masyarakat. Setiap individu dibekali dengan identitas tertentu sebagai modal awal dalam komunitasnya. Tingkat-tingkat pendidikan yang diperoleh seseorang akan menyebabkan proses perubahan (retranslation) dengan memberikan berbagai kemungkinan yang terbuka. Dengan kata lain proses pendidikan akan membuka kemungkinan transformasi identitas seseorang dan tentunya proses transformasi tidak akan berjalan secara otomatis.

Identitas seseorang ketika memasuki suatu komunitas dengan sendirinya terintegrasi menjadi kesatuan yang mungkin sangat mempengaruhi atau merubah identitas individu. Atau dengan kata lain, ketika identitas kelompok menguat maka idenitas individu secara gradual mengalami perubahan dan menyesuaikan dengan identitas kelompok. Hal itu, terlihat saat pelaku tawuran menangis sejadinya dan meronta-ronta ketika digelandang ke kantor polisi. Saat di gelandang ke kantor polisi si individu sudah keluar dari identitas kelompoknya atau korpnya yang begitu kuat.

Pembentukan identitas korp penyebab tawuran pelajar tersebut terlahir dari suatu proses rasional, terprogram dan sistematis di dunia persekolahan. Identitas korp tersebut dapat terlahir melalui proses mos, opspek atau istilah lainnya (seperti oscar atau orientasi cinta almamater sebagaimana di IAI Qamarul Huda Bagu, Lombok Tengah NTB). Barangkali cara-cara dan program pengenalan sekolah atau kampus dapat dirancang dengan tujuan untuk memperkenalkan bentuk, media, dan jenis pelayanan yang akan didapatkan peserta didik ketika berada di dunia persekolahan. Seharusnya cara-cara kekerasan dalam pengenalan kampus atau sekolah sudah mulai ditinggalkan dan digantikan dengan cara-cara tersebut di atas.

Dan juga, semua guru, komite sekolah, orang tua wali dan stake holder harus bekerjasama untuk membangun generasi yang cerdas (emosional dan sosial), berakhlak dan bertanggungjawab dengan berpedoman pada prinsip memanusiakan manusia. Dewan guru harus menjadi suri tauladan yang baik bagi anak didiknya (pada semua aspek), dan jika guru diketemukan berbuat yang bertentangan dengan nilai-nilai agama, kesusilaan, dan etika, maka pemerintah harus memberikan sanksi yang keras, Sebab guru merupakan wakil Tuhan dalam pendidikan. Wallahul muwaffiq ila Darissalam.

0 komentar: