Rabu, 31 Oktober 2012

ASTAGFIRULLAH

Terlalu. Sungguh keterlaluan. Itulah kata warga atau jamaah musholla di Medan Sumatra Utara. Jamaah musholla itu wajar marah dan kecewa sebab uang kurban sebanyak 60 juta rupiah lebih dibawa kabur oleh pengelola. Pelakunya adalah Abdul Tayip Annafis seorang pengurus masjid dan rumahnya tidak jauh dari musholla itu.
Kasus penyelewengan dana kurban itu akhirnya dilaporkan ke polisi.
Awalnya memang jamaah tidak mengetahuinya, tetapi pagi hari menjelang pembagian daging kurban ternyata tidak ada. Para jamaahpun mencoba mencari si Toyip ke tumahnya yang berjarak beberapa meter dari musholla dan yang di dapatkan hanya rumah kosong yang pagarnya terkunci. Sementara si Toyip hilang belum ditemukan jejaknya dan mungkin dia nekad melarikan uang kurban karena kemiskinan yang melilitnya.

Apa nyana. Akibat tindakannya warga yang sudah berkumpul dengan membawa kupon harua menelan ludah kekecewaan. Tentu, oleh sebagian warga tidak bisa mentolelir perbuatan itu dan tidak ada jalan lain kecuali harus dilaporkan ke polisi. Kini si Toyip tidak pulang dan menjadi buruan polisi.

Kemiskinan. Itulah penyebab si Toyip nekad malarikan uang kurban puluhan juta rupian milik jamaahnya. Kemiskinan dapat menjadi sumber perilaku jahat dan menyimpang yang bisa dilakukan oleh siapapun. Jangankan si Toyip yang memang miskin ekonomi dan kultural sehingga ia terpaksa melakukan tindakan penyelewengan uang kurban. Si Jayus saja yang sudah agak mapan hidupnya malahan secara sadar dan kerelaan mealkukan tindakan penyelewengan pajak atau membegal uang negara.

Tentu, kita dan hukum tidak dapat mentolerir tindakan penyelewengan dalam bentuk apapun, baik yang dilakukan oleh si Toyip yang pengurus musholla maupun si Jayus yang pegawai pajak. Jauh waktu lalu, Rasulullah saw mengingatkan bahwa kadal fakru ayyakuna kufron, kemiskinan dapat menyebabkan kekafiran. Inillah fakta kemiakinan yang dialami warga maayarakat Indonesia ternyata tidak hanya miskin ekonomi, atruktural dan kultural tetapi juga mengalami kemiskinan akut yakni miskin iman.

Dalam kondisi kemiskinan multikompleks seperti itu, sangat wajar kalau logika dan akal sehatnya tidak bekerja baik dan cendrung menabrak logika berfikir apapun asal dapat makan. Itu saja kebutuhan mereka, sebab mereka sadar sangat tidak mungkin menjadi kaya. Nah, tindakan apapun biaa dilakukan kalau masalah dan kondisinya seperti itu. Maka jangan hetan tindakan nekad ala terorisme, merampok dan sampai melarikan uang kurban terjadi.

Nah, tugas negara untuk memberikan pekerjaan dan kesejahteraan bagi warga negaranya, jika tidak berarti negara telah gagal menjalankan kontrak sosial yang telah diberikan rakyatnya. Sementara tugas tokoh agama untuk melakukan penyadaran kepada warga masyarakat agat tidak melanggar norma kesusilaan, kepatutan dan hukum. Sedangkan tokoh adat dapat berperan menjaga harmonisasi kehidupan di level mikro. Dengan sinergi tiga katup antara pemerintah, tokoh agama dan tokoh adat dapat membetikan rasa aman di tengah kemiskinan multikomplek saat ini. Wallahul muwafiq ila Darissalam.

0 komentar: