Senin, 22 Juli 2013

AKHIRNYA PENENTUAN AWAL RAMADHAN BERBEDA LAGI

Aku mencoba belajar meyakini tentang hadits Rasulullah Saw bahwa "Perbedaan itu rahmat" dan pada saat yang sama aku juga meyakini bahwa "Persamaan itu indah dan rahmat". Sebagai ummat Muhammad Saw, tentu kita tidak dipaksa apalagi terpaksa untuk mencoba berpegang teguh pada makna hadits tersebut karena kita ingin tetap berbeda dengan yang lain. Bila ini yang terjadi sungguh akan membuat ummat ini menjadi linglung dan bingung. Sebenarnya ummat ini merindukan persamaan atau kalimatun sawa dalam menentukan awal Ramadhan dan 1Syawwal sebagai hari kemenangan.


Dan terjadi lagi, kisah lama terulang kembali. Sayup-sayup ku dengar Band Noah melantunkan bait-bait lagunya yang diputar oleh tetangga ku. Bait-bait lagu "Separuh Aku", sangat persis dengan apa yang ku hayalkan tentang sulitnya menemukan persamaan dalam menentukan awal Bulan Ramadhan. Perbedaan yang terjadi hari ini merupakan kisah lama yang berulang kembali. Sampai kapankah perbedaan itu akan kita pelihara dan bagaimana perbedaan itu akan membawa rahmat kalau kita tidak menyediakan space untuk suatu persamaan?

Perbedaan penentuan awal Ramadhan akan terus terjadi selama negara tidak mempunyai otoritas tunggal untuk menentukan. Seharusnya negara mempunyai kewenangan mutlak untuk menentukannya agar supaya ummat ini tidak ngedumel ketika akan memulai menunaikan kewajiban berpuasa Ramadhan. Sangat tidak elok, kalau sesama ummat Islam di dalam satu negara kesatuan terus memelihara perbedaan dalam memulai kewajiban berpuasa. Jika terus dibiarkan besar kemungkinan negara akan kehilangan powernya dihadapan rakyatnya sendiri. Maksud saya, bukannya tidak setuju dengan perbedaan tetapi seolah perbedaan penentuan awal Ramadhan menjadi harga mati yang tetap harus berbeda. Semoga asumsi saya ini salah, namun faktanya memang terjadi perbedaan setiap tahunnya.

KH. Hasyim Muzadi, mantan Ketua Umum PBNU dalam beberapa kesempatan menyatakan bahwa "Persamaan tidah usah dipermasalahkan dan perbedaan tidak usah di besar-besarkan". Kita mungkin setuju dengan pernyataan Kiai Hasyim atau mungkin juga kita sependapat, namun menurut saya bahwa persamaan sudah menjadi barang langka yang kemudian layak di musiumkan seraya terus memelihara dan membesar-besarkan perbedaan penentuan awal Ramadhan. Kata orang-orang kampung saya, apa susahnya mengikuti pemerintah dan secara bersama-sama memulai puasa dan beridhul fithri. Ini hanya harapan orang kampung yang tidak tahu dan ahli dalam ilmu perbintangan atau hisab.

Untuk mencari titik temu perbedaan yang terus terjadi, perlu kiranya negara membentuk suatu lembaga atau institusi yang menangani masalah-masalah yang terus menjadi perbedaan. Kalau bukan lembaga baru bisa juga menugaskan kepada Majlis Ulama Indonesia (MUI) untuk mengembannya dan apa yang diputuskan tentu pemerintah harus mengikutinya. Keanggotaan institusi itu nantinya harus mengikutkan semua armas keagamaan yang menjadi wakilnya. Dengan demikian bisa menjadi solusi atas perbedaan awal Ramadhan dan tidak akan terjadi lagi perbedaan berkepenjangan. Semoga saja. Wallahul Muwafiq Ila Darissalam.

Kampoeng Tanak Beak Barat, 09072013.00.0419


0 komentar: