Aku
mencoba belajar meyakini tentang hadits Rasulullah Saw bahwa "Perbedaan
itu rahmat" dan pada saat yang sama aku juga meyakini bahwa "Persamaan
itu indah dan rahmat". Sebagai ummat Muhammad Saw, tentu kita tidak
dipaksa apalagi terpaksa untuk mencoba berpegang teguh pada makna hadits
tersebut karena kita ingin tetap berbeda dengan yang lain. Bila ini
yang terjadi sungguh akan membuat ummat
ini menjadi linglung dan bingung. Sebenarnya ummat ini merindukan
persamaan atau kalimatun sawa dalam menentukan awal Ramadhan dan
1Syawwal sebagai hari kemenangan.
Dan terjadi lagi, kisah lama
terulang kembali. Sayup-sayup ku dengar Band Noah melantunkan bait-bait
lagunya yang diputar oleh tetangga ku. Bait-bait lagu "Separuh Aku",
sangat persis dengan apa yang ku hayalkan tentang sulitnya menemukan
persamaan dalam menentukan awal Bulan Ramadhan. Perbedaan yang terjadi
hari ini merupakan kisah lama yang berulang kembali. Sampai kapankah
perbedaan itu akan kita pelihara dan bagaimana perbedaan itu akan
membawa rahmat kalau kita tidak menyediakan space untuk suatu persamaan?
Perbedaan penentuan awal Ramadhan akan terus terjadi selama negara
tidak mempunyai otoritas tunggal untuk menentukan. Seharusnya negara
mempunyai kewenangan mutlak untuk menentukannya agar supaya ummat ini
tidak ngedumel ketika akan memulai menunaikan kewajiban berpuasa
Ramadhan. Sangat tidak elok, kalau sesama ummat Islam di dalam satu
negara kesatuan terus memelihara perbedaan dalam memulai kewajiban
berpuasa. Jika terus dibiarkan besar kemungkinan negara akan kehilangan
powernya dihadapan rakyatnya sendiri. Maksud saya, bukannya tidak setuju
dengan perbedaan tetapi seolah perbedaan penentuan awal Ramadhan
menjadi harga mati yang tetap harus berbeda. Semoga asumsi saya ini
salah, namun faktanya memang terjadi perbedaan setiap tahunnya.
KH. Hasyim Muzadi, mantan Ketua Umum PBNU dalam beberapa kesempatan
menyatakan bahwa "Persamaan tidah usah dipermasalahkan dan perbedaan
tidak usah di besar-besarkan". Kita mungkin setuju dengan pernyataan
Kiai Hasyim atau mungkin juga kita sependapat, namun menurut saya bahwa
persamaan sudah menjadi barang langka yang kemudian layak di musiumkan
seraya terus memelihara dan membesar-besarkan perbedaan penentuan awal
Ramadhan. Kata orang-orang kampung saya, apa susahnya mengikuti
pemerintah dan secara bersama-sama memulai puasa dan beridhul fithri.
Ini hanya harapan orang kampung yang tidak tahu dan ahli dalam ilmu
perbintangan atau hisab.
Untuk mencari titik temu perbedaan
yang terus terjadi, perlu kiranya negara membentuk suatu lembaga atau
institusi yang menangani masalah-masalah yang terus menjadi perbedaan.
Kalau bukan lembaga baru bisa juga menugaskan kepada Majlis Ulama
Indonesia (MUI) untuk mengembannya dan apa yang diputuskan tentu
pemerintah harus mengikutinya. Keanggotaan institusi itu nantinya harus
mengikutkan semua armas keagamaan yang menjadi wakilnya. Dengan
demikian bisa menjadi solusi atas perbedaan awal Ramadhan dan tidak akan
terjadi lagi perbedaan berkepenjangan. Semoga saja. Wallahul Muwafiq
Ila Darissalam.
Kampoeng Tanak Beak Barat, 09072013.00.0419
Senin, 22 Juli 2013
AKHIRNYA PENENTUAN AWAL RAMADHAN BERBEDA LAGI
00.51
No comments
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar