Rabu, 03 Juli 2013

REPRODUKSI KORUPSI


Mantan Presiden Soekarno pernah berkata, "Beri aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncang dunia". Keyakinan Soekarno akan potensi, semangat dan kemampuan pemuda dalam perjuangan bangsa tidak diragukannya. Muda dan pintar merupakan kombinasi yang positif karena energi mereka bisa mengubah apa saja menjadi sesuatu yang bermanfaat. Sejarah sudah membuktikan hal itu. Kepeloporan pemuda dalam perjuangan memerdekakan negara ini memang dipelopori kaum muda terdidik.

Sayangnya, masa sekarang ini, kombinasi ini justru menciptakan malapetaka dan merusak eksistensi kepeloporan pemuda yang telah tercatat dalam lembaran sejarah bangsa. Kaum muda seakan tidak mampu melanjutkan estapet kepeloporan dan semangat kaum muda yang gagah perkasa untuk menanam bibit kebaikan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.


Kaum muda yang kini berada dalam lingkaran politik sangat sulit keluar dari kubangan korupsi yang diproduksi sendiri. Mereka terjebak dengan permainannya sendiri melalui sayap-sayap organisasi sosial politik yang ada. Jika Soekarno bisa reinkarnasi untuk sekedar melihat tingkah polah kaum muda, pasti dia akan menangis dan mungkin akan meralat perkataannya tentang kebanggaannya terhadap kaum muda terdidik dan gagah perkasa. Kini kamu muda, hanya bisa menggetarkan dan menjerumuskan negara ini ke lubang hitam kehancuran.

Memprihatinkan hanya itu yang bisa dikatakan. Sebagian pelaku korupsi adalah kaum muda belum lagi mencapai usia 40 tahun, namun sudah berkubang dalam dunia becek korupsi. Mereka datang silih berganti dalam rombongan koruptor yang belum berujung. Mereka akhirnya menjadi orang yang tenar dan top pada dunia korupsi. Dari kelompok Direktorat Jenderal Pajak, Gayus Tambunan dan Dhana Widyatmika. Lalu rombongan anggota DPR, yaitu Muhammad Nazarudi, Anggelina Sondakh, dan Wa Ode Nurhayati, serta belum lagi anggota DPR di daerah. Kemudian rombongan Zulkarnaen Djabat, Dendy Prasetya dan Fahd El Fouz, mereka diduga merancang strategi korupsi pengadaan Al-qu'an dan proyek laboratorium komputer di Direktorat Pendidikan Islam. Serta tak ketinggalan politisi muda terdidik seperti Andi Malarangeng dan Anas Urbaningrum dalam kaitan proyek olah raga Hambalang. Dan kasus paling anyar adalah keterlibatan Ahmad Fatanah dan Mantan Presiden PKS Lutfi Hasan Ishak dalam kasus infor daging sapi.

Terlihat bahwa mereka kaum muda potensial dan berpendidikan tinggi. Dari data yang dirilis majalah tempo edisi 10-16 Juni 2013, para koruptor makin pintar dan 52 persen lulusan pendidikan strata dua dan Doktor. Fakta ini yang bisa jadi membuat korupsi lebih terencana, melibatkan banyak aktor dan sulit diungkap. Hal ini mengindikasikan reproduksi korupsi semakin menjadi-jadi seiring dengan keterlibatan orang-orang terdidik.

Namun demikian, komisi antiriswah atau KPK tidak kehilangan akal dan malah lebih lihai dalam menelusuri tindak pidana korupsi. Kombinasi kaum muda terdidik, berpendidikan tinggi dan praktisi anti korupsi menyatu dalam komisioner antiriswah, serta boleh jadi untuk mengimbangi kecerdikan para koruptor yang semakin cerdik dalam menyamarkan tindakan korupsi yang dilakukannya.

Satu demi satu, pelan tapi pasti, KPK telah mampu menyeret para koruptor dan menjebloskannya ke dalam penjara. Tidak cawe-cawe, KPK sudah masuk jauh ke jantung pusat pemerintahan dengan menjadikan Menteri, Ketua Partai Politik dan Jenderal sebagai tersangka. Suatu prestasi (bukan citra) dari KPK yang harus didukung oleh semua elemen masyarakat. Korupsi sudah menjadi musuh masyarakat dan karena itu, tidak ada alasan untuk tidak mendukung semua upaya KPK menindak para koruptor.

Kalau diibaratkan koruptor seperti ikan Gurita yang kakinya sudah mencengkram semua sendi kehidupan bernegara. Satu kaki sudah bisa diamputasi, namun kaki lainnya semakin kuat mencengram dan memakannya dan begitu seterusnya. Hingga kini, kaki mana saja yang telah teramputasi belum jelas terlihat. Nyatanya koruptor semakin eksis saja. Seakan tidak ada efek jera dan koruptor tidak ambil pusing atas sepak terjang KPK yang telah menahan dan mensangkakan para pejabat, buktinya semakin banyak saja muncul kasus korupsi.

Memang belum jelas interrelasi posisitp upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK maupun institusi penegak hukum lain dalam menindak koruptor. Mereka terkesan loyo dan kurang daya, seperti Batterai Alkalin yang kehabisan daya. Terlihat masing-masing lembaga berkompetisi tanpa ujung seraya menunjukkan jati dirinya bahwa lembaganya yang lebih hebat. Ini penyakit yang belum terdiagnosa penyembuhnya hatta oleh kepala negara sekalipun. Penyakit ini menjadi titik lemah pemberantasan korupsi di Indonesia, sehingga kesempatan ini mampu dimanfaatkan koruptor untuk mereproduksi korupsi dengan pelbagai bentuknya. Reproduksi korupsi semakin mendapatkan tempat ditengah lemahnya mentalitas masyarakat sendiri.

Justru masalah mentalitas ini yang harus dikonstruksi ulang. Maksudnya mentalitas anti korupsi yang harus terhujam jauh di dalam hati manusia. Ironis, kita mendukung mati-matian KPK dan menghujat habis para koruptor, namun di waktu yang sama kita sendiri asyik melakukan tindakan penggarongan kekayaan negara dalam pelbagai bentuknya hanya tiidak menyadarinya. Misalnya saja, karena malas mengantri dalam mengurus KTP, kita seolah membenarkan tindakan percaloan padahal sudah jelas tergolong perilaku korup. Reproduksi korupsi dengan demikian akan selalu tumbuh melalui sikap mental yang tidak taat aturan. Tinggal bagaimana menginterrelasikan mentalitas anti korupsi dengan perilaku anti korupsi pada tindakan dan perilaku nyata. Wallahul Muwafiq ila Darissalam.

Juanda International Airport, Surabaya, 29062013.11.34.49

0 komentar: