Rabu, 12 Desember 2012

HARUSNYA JADI TOKOH

Sudah seharusnya para guru Pendidikan Agama Islam (PAI) pada sekolah menjadi tokoh sentral dan panutan, baik di tingkat SD, SMP maupun SMU/SMK. Hal itu karena penguasaan dan kualifikasi keilmuannya. Namun, faktanya tidak bnyak guru Agama pada sekolah yang bisa menjadi tokoh utama yang akan ditiru dan digugu oleh teman sejawat maupun peserta didiknya. Entah apa penyebabnya. Malahan banyak guru Agama yang membuat ulah di sekolahnya, seperti jarang masuk dan kurang pandai membawa diri.

Ironis memang. Di tengah kondisi peserta didik yang nakal dan butuh bimbingan, malah tidak sedikit guru PAI kita yang sulit keluar dari masalahnya sendiri. Belum lagi kondisi lingkungan sekolah yang menyebabkan mereka semakin jarang dan malas untuk mengajar. Salah satunya masih ada kesan bahwa mereka anak tiri pada Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, bukankah status mereka Guru Agama yang diangkat oleh kepala Daerah. Persoaln ini masih belum terselesaikan atau ada tarik menarik kepentingan antara Kemendikbud dengan Kementrian Agama. Persoalan ini sampai sekarang masih menjadi problem dan imbasnya pada hak untuk mengajukan sertifikasi. Maksudnya apakah sertifikasi melalui kemendikbud atau kemenag.

Mengesampingkan semua problema yang dihadapi para Guru PAI, seharusnya mereka bisa bekerja professional dan penuh semangat untuk memperbaiki perilaku negatif para peserta didik pada semua level pendidikan. Perbaikan moralitas peserta didkk didik menjadi tugas para Guru PAI. Tugas itu sangat berat tetapi harus dilakukan demi anak bangsa ke depan. Baik buruknya peserta didik di sekolah pasti akan berpengaruh pada citra guru PAI kita. Kalau peserta didik baik dan alim pasti dipuji dan begitu sebaliknya, kalau peserya didiknya banyak yang nakal maka guru PAI disumpahi dan dianggap tidak becus mendidik moralitas peserta didiknya.

Tidak adil kalau semua kesalahan anak nakal di sekolah sepenuhnya ditimpakan kepada para guru Agama, namun tidak baik juga kalau kenakalan peserta didik tidak dialamatkan kepada orang tua siswa. Mengapa? Karena orang tua wali berkewajiban pula untuk menjaga anak-anaknya. Dengan kata lain tanggung jawab utama pendidikan berada pada keluarga baru kemudian sekolah atau dewan guru. Karena itu, sinerginitas antara sekolah dengan komite sekolah sangat diperlukan, sehingga tidak terkesan tugas komite sekolah hanya ngerecoki sekolah dalam pendanaan, namun lupa pada perbaikan akhlak dan moralitas peserta didiknya.

Pada kondisi hubungan yang kurang mesra antara sekolah dengan komite sekolah, seharusnya para guru PAI tampil sebagai tokoh agama yang membuat hubungan antara keduanya lebih mesra. Namun peran itu, tidak banyak dilakukan oleh para guru PAI di semua tingkatan sekolah. Yang terjadi justru banyak guru PAI yang tidak merasa mampu dan tidak percaya diri. Sangat disayangkan, bukan? Pembelajaran agama mestinya diberikan kepada semua yang berada di sekolah, baik guru maupun peserta didik, tapi belum dilakukan pada dewan guru.

Saya teringat bagaimana pengajaran yang dilkukan oleh nabi Khidir As kepada nabi Musa As tentang ilmu kasyaf. Secara tingkatan keilmuan nabi Musa lebih tinggi dari nabi Khidir, hanya ilmu nabi Khidir tidak dimiliki nabi Musa. Ilmu yang diajarkan nabi Khidir kepada nabi Musa hanya ilmu sabar. Tidak lebih, itupan nabi Musa tidak mampu dan gagal menjadi murid nabi khidir. Kenapa gagal? Sebab apa yang diajarkan nabi Khidir tentang ilmu kasyaf selalu dilihat nabi Musa dari kaca mata syariat, sehingga selalu dipertanyakan, padahal persyaratan yang disepakatinya adalah tidak boleh banyak bertanya terhadap apa yang akan dilakukan nabi Khidir.

Pengajaran pertama diberikan nabi Khidir kepada nabi Musa, ketika diajak berlayar menuju satu pulau sampai di tengah laut Nabi Khidir mematahkan papan perahu dengan kapak. Melihat kejadian itu, nabi Musa protes, mengapa anda lakukan itu, bukankah merusak milik orang lain itu melanggar syariat dan bukankah dengan perbuatan itu akan membuat para penumpangnya tenggelam termasuk Khidir dan nabi Musa sendiri, kata nabi Musa. Sudah saya katakan, kamu tidak akan mampu menerima pengajaran dari aku, kata nabk Khidir.

Pengajaran kedua nabi Khidir kepada nabi Musa adalah ketika mereka bertemu seorang gadis kecil nan cantik jelita, lalu nabi Khidir mengambil pisau lalu memotong leher gadis itu sampai putus. Melihat kejadian itu, nabi Musa kembali protes karena bertentangan dengn syariat. Khidir pun menjawab, anda tidak akan mampu sabar menerima ilmu dariku kata Nabi Khidir. Maafkan saya Tuan, kata nabi Musa. Saya maafkan untuk kedua kalinya, jawab nabi Khidir.

Pengajaran ketiga, ketika melewati rumah anak yatim yang akan roboh karena memang temboknya sudah miring. Nabi Khidirpun merobohkan rumah itu kemudian membangunnya kembali. Lagi-lagi nabi Musa protes seraya bertanya, mengapa Tuan lakukan itu? Kasihan pemilik rumah yang yatim piatu itu. Bukankah, akibat perbuatan itu, si anak yatim tidak punya tempat untuk berteduh dari hujan dan pamasnha terik matahri. Tanya nabi Musa kepada nabi Khidir. Cukup sudah, kata Nabi Khidir, anda telah gagal. Akhirnya, keduanya berpisah.

Dari pengajaran yang diberikan nabi Khidir kepada nabi Musa itu, apa hikmah yang dapat diambil oleh para guru PAI kepada peserta didik dan dewan guru yakni kesabaran dalam memberikanpendidikan dan pengajaran kepada para peserta didik. Guru PAI harus banyak mengelus dada, memegang kepala dan bersabar. Hanya itu pengajaran nabi Khidir kepada nabi Musa, namun gagal total.

Memberikan pengajaran agama di sekolah sangat dibutuhkan untuk memantapkan tata nilai dan moral kepada siswa. Harapannya agar dapat mengurangi dan meniadakan perilaku negatif seperti tawuran, pengrusakan fasilitas publik dan penggunan obatan terlarang.

Karena itu, materi PAI di sekolah tidak hanya mengajarkan bagaimana mengabdi diri pada Allah,tapi juga diajarkan berbuat baik, menghormati sesama, menghargai pendapat orang lain, saling tolong, jujur, dan cinta tanah air. Nah pendidikan PAI harus bersifat aplikatif sehingga siswa menjadikan nilai-nilai Islam sebagai sumber tindakan sehari-hari. Pada aras ini, guru PAI pada sekolah harus betul dan menguasai materi. Jadilah tokoh pada sekolah masing-masing agar eksistensi guru-guru PAI diperhitungkan di lingkungan sekolahnya. Kalau tidak mampu, maka akan selamanya menjadi pelengkap penderita di sekolah itu.

Agar nampak hasilnya, sebaiknya pengajaran PAI melalui kegiatan ekstrakurukuler. Beberapa bentuk kegiatannya seperti membiasakan akhlak mulia dengan mengucapkan salam, kegiatan pesantren kilat, bimbingan rohani Islam, membaca alquran, pengembangan keterampilan dan seni. Semua pembiasaan itu harus dilakukan agar tercipta peserta didik yang berkarakter dan berwawasan luas menjadi amanat peraturan pemerintah No. 55 Tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan. Tujuan pendidikan agama untuk berkembangnya kemampuan peserta didik dalam memahami, menghayati dan mengamalkan penguasaan nilai-nilai agama yang diserasikan dengan ilmu pengetahuan teknologi dan seni. Amat berat tugas para guru agama pada sekolah. Semoga dengan berkah dan kemanfaatan ilmu agama yang diajarkan betul-betul para guru agama menjadi tokoh panutan yang akan ditiru ilmu dan tingkah polahnya di sekolah. Dengan begitu pendidikan agama yang diajarkan guru agama dapat menihilkan perilaku negatif di sekolah. Wallahul Muwafiq ila Darissalam.

0 komentar: