Rabu, 12 Desember 2012

RATU ADIL

Aku tidak habis fikir, kata kawan saya dari Kalimantan Barat, ketika melihat seorang anak tiba-tiba datang membersihkan kaca spion mobil dengan menggunakan deterjen. Kami mengira anak yang akan mencungkil kaca spion untuk kemudian dibawan ke pasar loak. Ternyata perkiraan saya salah total. Anak tersebut hanyalah orang yang menjual tenaganya yang tidak seberapa untuk mendapatkan imbalan uang receh dari sang empunya mobil.

Melihat kondisi sosial itu, muncul pertanyaan mengapa negara ini tidak mampu mengurus anak bangsa itu, minimal mereka harus di sekolahkan. Kalau seandainya negara ini tidak mampu memberikan kesejahteraan dan jaminan sosial bagi mereka. Bukannya negara ini, tidak mampu memberikan kehidupan yang layak bagi rakyatnya, tetapi tidak adanya political will atau tidak ada kemauan politik dari penyelenggara negara. Mereka lebih enjoy dengan diri dan kelompoknya, dibanding berbuat untuk rakyatnya.

Dua lembaga seperti eksekutif dan legislatif sudah terlalu nyaman dengan dunianya, sehingga lupa akan nasib rakyat yang seharusnya diperjuangkan dan dimakmurkan hidupnya, seperti anak pembersih kaca spion di jalanan Bandung. Pemandangan itu, sebenarnya biasa dan sering ditemukan di banyak daerah. Itulah kondisi riil permasalahan sosial di negara ini. Siapa yang mau mengayomi mereka?

Alkisah, ada seorang anak yatim yang hidup dengan ibunya yang sedang sakit-sakitan. Suatu hari, ketika sedang duduk di bawah pohon, si anak menemukan cincin yang sangat indah terbuat dari emas permata. Jelas, si anak kebingungan, siapa gerangan yang empunya cincin ini, tanya si anak dalam hati.

Terbetik dalam fikirannya bahwa pasti cincin ini milik kerajaan. Hanya bagaimana mungkin saya bisa menemui raja untuk menyerahkan cincin ini. Lalu, si anak yatim meminta restu kepada ibundanya untuk pergi menghadap raja dengan maksud untuk menyerahkan cincin yang dimaksud. Singkat cerita si anak yatim berangkat dengan membawa reatu sang bundanya.

Sepanjang perjalanan, si anak terus melangkah dengan pasti. Namun, pada hati kecilnya terbersit keraguan, mungkinkah saya bisa menemui sang raja? Tekad si anak sudah bulat untuk menemui raja, apapun yang terjadi raja harus ditemui.

Memang keraguan itu terjadi. Si anak yatim tidak serta merta bisa bertemu langsung dengan sang raja. Penghalang pertama dari penjaga pintu kerajaan pertama. Si anak ditanya dan diinterogasi oleh penjaga pintu gerbang kerajaan. Akhirnya, terjadi negosiasi dimana si anak siap memberikan seperti tiga dari hadiah yang akan diterimanya nanti. Halangan berikutnya datang dari penjaga pintu gerbang ke dua dan ketiga. Pun terjadi negosiasi yang sama, sebagaimana pada penjaga pintu gerbang pertama.

Saat pertemuan dengan raja, si anak ditanya. Siapa dan dengan maksud apa kamu mau ketemu saya, kata raja. Mohon maaf baginda, jawab si anak, saya bermakaud menyerahkan cincin yang saya ketemukan di bawah pohon. Setelah diperiksa ternyata cincin itu memang milik kerajaan. Atas jasanya, kemudian raja memberikan hadiah 1000 dinar kepada si anak yatim.

Ternyata si anak tidak serta merta senang dengan hadiah itu. Lalu, si anak memohon kepada baginda raja, agar hadiah itu diberikan saja kepada ibunya yang sedang sakit. Sementara saya meminta pukulan 300 kali. Memdengar permintaan si anak yatim, raja heran dan bertanya, mengapa kamu meminta hadiah diberikan kepada ibumu sementara kamu minta dipukuli. Kalau kamu dipukul, kata raja. Pasti kamu akan mati.

Begini baginda raja, kata si anak. Kalau saya yang menerima hadiah 1000 dinar, pasti hadiah itu akan habis, sebab saya sudah berjanji kepada tiga penjaga pintu gerbang untuk memberikan sepertiganya. Jadi hadiah itu akan habis diberikan untuk mereka. Nah, kalau hadiah itu diberikan kepada ibu saya, pasti hadiah itu akan utuh. Mendengar penuturan si anak, lalu raja memerintahkan sang patih untuk memanggil ketiga pengawal pintu gerbang.

Lalu baginda raja memutuskan untuk mengantarkan sendiri hadiah 1000 dinar kepada ibunda si anak yatim. Tiga pengawal atas perintah raja dipukuli masing-masing dengan 100 kali pukulan dan dipecat dari tugasnya. Itulah ratu adil yang memberikan pelayanan dan berlaku adil kepada semua rakyatnya yang melanggar hukum.

Kalau seperti itu wajah ratu adil, maka negeri ini membutuhkan kemunculan ratu adil untuk membela rakyatnya. Bukannya malah dikorbankan rakyatnya sendiri demi keuntungan segelintir orang. Masih ingat kasus perebutan tanah rakyat di Lampung dan beberapa tempat lainnya. Sungguh, mereka telah dikurbankan di altarnya sendiri.

Ratu adil seakan menjadi pengharapan rakyat Indonesia secara umum. Tetapi mungkinkah ratu adil itu terlahir di tengah kondisi masyarakat yang lagi curat marut dan sangat cepat tersulut untuk memghakimi orang lain. Pasitif thinking lah. Mungkin saja ratu adil tetlahir dari rahim ibu pertiwi.

Tidak usah ditunggu lama-lama kelahiran ratu adil. Kelahirannya harus diupayakan dan didorong, namun sulit diharapkan dari para elite sekarang ini. Sebab elite politik dan penguasa sibuk dengan pencitraan diri dan kelompoknya. Tidak bagi rakyatnya. Dengan demikian, Ratu adil kebutuhan kita bersama demi kemakmuran kita bersama. Wallahul Muwafiq ila Darissalam.

Harris Hotel Bandung, 29 Nopember 2012. Jam 22.55 Wib.


0 komentar: