Rabu, 12 Desember 2012

KEMBALI KE REL YANG BENAR

Semua rakyat sepakat bahwa korupsi menjadi musuh bersama dan siapapun yang terlibat harus diberikan sanksi. Kesepakatan rakyat itu dapat dilihat dari besarnya dukungan rakyat Indonesia kepada KPK, ketika KPK dikriminalisasi oleh orang yang merasa terganggu oleh sepak terjangnya dalam memporak porandakan pertahanan atau membuka hijab koruptor. KPK tampaknya akan terus mendapatkan tantangan berat terutama dari penyelenggara negara, termasuk dari politisi di Senayan. Pada kondisi itu, KPK harus tetap berada pada relnya agar tidak terjebak ke dalam permainan dramaturgi politisi yang lagi panas dingin.

Beban berat Abraham Samad dan pimpinan KPK lainnya tidak akan berkurang bahkan suhunya malah semakin memanas. Permasalahannya dengan POLRI belum tuntas, kini sudah dihadapkan dengan datangnya para mantan penyidik KPK ke gedung Senayan rempat para politisi bermarkas. Politisasi atau saya sebut saja dengan dramaturgi, kini akan mulai dimainkan kembali oleh politisi sebagai refresentasi dari rakyat. Saya sebagai bagian dari rakyat tentu merasa miris kenapa KPK selalu menjadi sasaran tembak, kenapa mereka tidak membela rakyat yang lagi kesusahan hidupnya. Susah karena subsidi untuk rakyat dikurangi sementara hidup mereka glamour dan bisa bertamasya ke luar negeri atas biaya rakyat.

Sebagai bagian dari rakyat, tentu sangat bingung, dramaturgi apalagi yang akan diperankan para politisi sampai memanggil para mantan penyidik KPK. Apakah pemanggilan mereka itu dalam rangka memaksa mantan penyidik KPK untuk menelanjangi lembaga super body pemberantas korupsi? Atau apa? Entahlah. Namun yang pasti bahwa para politisi sudah mulai ketakutan karena banyak juga diantara mereka yang terindikasi melakukan korupsi. KPK sudah mengendusnya dan wajar mereka sudah mulai gerah, takut dan mungkin ada yang sudah pasrah dengan mengatakan "silahkan diproses selama ada bukti". KPK terus bergerak untuk membuktikan semua laporan yang masuk.

KPK harus bekerja ekstra untuk membongkar dan memproses semua tindak pidana korupsi di negeri Zamrut Katulistiwa ini. Secara kuantitas banyak penyelenggara negara yang melakukan tindak pidana korupsi. Data yang disampaikan oleh Gamawan Fauzi selaku Menteri Dalam negeri bahwa tidak kurang dari 474 pejabat daerah terbelit pelbagai kasus hukum, sebagaimana diberitakan Tempo, Edisi 2 Desember 2012. Separuhnya adalah bupati, wali kota dan gubernur yang terbelit kasus korupsi, kata Mendagri. Mereka terlibat kasus korupsi sebagai terhukum, terdakwa, atau sekedar saksi.

Para pejabat daerah itu terbelit korupsi karena tak berhati-hati mengelola anggaran hingga yang berniat dari awal menggelapkan kas daerahnya. Apapun alasannya, mereka terlibat korupsi yang pasti mereka akan berhadapan dengan KPK dan tidak ada ampun atau grasi bagi mereka. Yang ada hanya mengirim mereka ke penjara tanpa tedeng aling-aling. Terbukti korupsi ya penjara tempatnya. Sebenarnya, hukuman penjara tidak membuat mereka jera, kiranya perlu dipertimbangkan hukuman yang lebih berat dan bila memungkinkan lakukan pemiskinan agar ada efek jera.

KPK dalam menjalankan tugasnya memberantas korupsi harus tetap berada pada rel yang benar. Tugas berat dan beban moral pasti menjadi bagian dari tugasnya. Saya kira, semua resiko pasti sudah dipertimbangkannya sebelum mereka mendaftar menjadi calon anggota KPK. Rakyat akan tetap memberikan dukungan moral kepada KPK selama tetap berada pada rel sebenarnya. Bila tidak, maka mereka akan menjadi musuh rakyat dan KPK sebagai lembaga super body akan hancur. KPK harus menyadari itu. Rakyat sangat membutuhkan hasil kerja KPK dan tidak janji untuk memberantas korupsi. Saatnya untuk memberikan bukti dan sebaiknya ketua KPK Abraham Samad tidak terlalu banyak berucap tapi kerja nyata, apalagi sampai mampu membongkar kasus bilout bank Century. Sungguh akan menjadi prestasi kerja luar biasa.

Kembali dan berada pada rel yang benar adalah kuncinya. Jika sudah demikian, siapapun yang akan menjahili KPK maka pasti akan berhadapan dengan rakyat. Terus terang saja, rakyat sudah merasa lelah melihat perilaku dramaturgi tentang korupsi yang sudah memasuki jantung Trias Politika yakni eksekutip, legislatip dan yudikatip. Seharusnya, mereka steril dan berada pada garda terdepan dalam pemberantasan korupsi. Kita kecewa, apa yang rakyat harapkan tidak terjadi. Malahan tiga lembaga itu bermasalah dan diurusi KPK. Para pejabatnya dengan bangga melaporkan dirinya ke KPK. Sebut saja, apa yang dilakukan oleh Dahlan Iskan Menteri BUMN dan Dipo Alam selaku sekretaris kabinet.

Apapun motip dari tindakan para pejabat tinggi itu, satu segi patut di dukung namun segi yang lain bisa jadi sebagai pengalihan issu agar KPK jeda sebentar untuk membidik korupsi di kementriannya. Nah, sekarang dramaturgi kembali dimainkan di gedung senayan dan selamatlah untuk sementara para menteri yang terindikasi melakukan tindakan korupsi. Suatu strategi cerdas, jika Dipo Alam selaku sekretaris kabinet bisa melakukan itu, tetapi semoga tidak benar. Positp thinking sajalah agar mendapatkan pahala.

Agar pemberantasan korupsi lebih epektif, sebaiknya KPK tidak berjalan sendiri, tetapi mensinergikannya dengan kepolisian dan kejaksaan. Keterhalangan pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK akibat perseteruannya dengan kepolisian, kejaksaan, dan politisi senayan. Belum lagi direcoki oleh laporan-laporan yang sulit, seperti kong kalikong anggaran antara DPR dengan Kementerian. Sungguh sulit dibuktikan KPK dan bukan tidak mungkin pula jebakan untuk menunda tugas KPK. Semoga KPK sebagai lembaga yang dipercaya rakyat untuk memberantas korupsi tidak terlena dengan dramaturgi yang lagi dimainkan para pihak. Tetap berada pada relnya menjadi katup yang akan membuat KPK tidak larut dalam dramaturgi ini. Wallahul Muwafiq ila Darissalam.

Husein Santranegara Airport, Bandung. 14.25 Wib. 1 Desember 2012


0 komentar: