Rabu, 12 Desember 2012

SHALAT MENJADIKAN HATI LEMBUT

Semua kita terkejut tentang bermjnculannya pelbagai kasus yang sangat menyayat hati, seperti pembunuhan dengan dalih issu tidak benar, issu dukun santet dan terakhir menyebab issu berantai ditujukan kepada wanita agar berhati-hati terhadap orang yang tidak dikenal. Sebab orang tidak dikenal ini, melakukan tindakan menjambret, merampok sampai memperkosa wanita. Kini SMS itu sudah mulai menyebar dan kini mengatas namakan Biro Humas Mabes Polri. Mirip sekali dengan SMS berantai issu penculikan anak beberapa bulan lalu.


Semua peristiwa tersebut boleh jadi sebagai bentuk keteledoran atau kealpaan kita sebagai orang yang beragama. Seharusnya apapun issu ataupun berita yang muncul dan masuk ke ruang privat via Hand Phone di cross ceck lebih dahulu. Mengapa teledor atau alpa memanfaatkan potensi akal untuk melakukan cross ceck? Inilah masalahnya.

Sebagai orang Islam, boleh jadi karena kita belum menghayati betul makna dan philosophy hikmah kewajiban shalat. Apa ada yang salah dengan tata cara pengerjaan shalat selama ini. Tentu, tidak ada yang salah bukan. Hanya persoalanya pada kurang penghayatan sehingga belum mampu menangkap makna di balik setiap gerakan dan rotasi pergantian waktu shalat yang dikerjakan setiap harinya. Sehingga pengerjaan shalat hanya sebatas menggugurkan kewajiban semata . Karenanya muncul pameo bahwa shalat jalan terus sementara maksiat, mencaci maki orang, gibah, pelit medit menjadi penghias perilaku keseharian sebagai muslim.

Itu dapat menjadi otokritik. Lalu yang terpenting bagaimana memahami shalat yang dilakukan agar berdampak positip bagi Muslim. Minimal, tidak boleh lagi kita pertahankan pameo bahwa shalat sebatas penggugur kewajiban. Harusnya dirasakan betul bahwa di balik pelaksanaan shalat tersimpan mutiara dan nilai moralitas yang akan membuat hati menjadi lebih lembut, halus dan pancarannya dapat menjadikan kita lebih toleran, saling mengasihi, tolong menolong, empati dan tidak benar sendiri.

Pada setiap gerakan shalat tidak ada ruang hampa dan sepi dari doa serta pujian menuju satu titik penghambaan. Bahwasanya manusia selamanya adalah abdun atau hamba yang selalu mengakui eksistensi kebesaran Tuhan. Pengakuan ini mesti tetap tertanam dalam lubuk abdun, jika tidak maka akan melahirkan Fir'aun baru yang setiap saat dapat mengancam kehidupan dan eksistensi penghambaan. Pada setiap gerakan shalat tidak ada celah sedikitpun untuk berlaku ingkar kepada Khalik sebab pada setiap gerakan dan rotasi shalat ada bacaannya. Jika mampu menangkap nilai-nilai moralitas itu, maka otomatis shalat itu dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar, dan sesungguhnya mengingat Allah itu adalah lebih utama. (Firman Allah).

Jika dicermati hikah di balik pengurangan shalat dari 50 rakat menjadi 5 rakat sehari semalam, ternyata banyak hikmah di dalamnya, satu diantaranya adalah shalat lima kali sehari semalam sama pahalanya dengan lima puluh kali shalat yang diwajibkan kepada nabi Allah Musa As. Sementara keutamaannya, hanya ibadah shalat yang diberikan lngsung oleh Allah Swt kepada nabi Muhammaf Saw di alam yang tertinggi melalui sebuah perjalanan yang luar biasa juga. Sungguh merupakan kemuliaan dan penghargaan yang tiada taranya tentang kewajiban shlalat. Dan saat shalat itulah Khalik dan Abdun bisa menjalin hubungan yang lebih akrab dan saat itu pula sebagai Abdun dapat meminta dan memohon apapun kepada Ilahi Rabby. Pencurahan isi hati secara langsung itu merupakan pengakuan atas konsekuensi keimanan, keislaman dan keihlasan.

Kewajiban shalat sebagai pertanda syukur atas segala nikmat badan dan letaknya ada pada kelima indera manusia, yakni perabaan, perciuman, pendengaran, penglihatan dan perasaan (Syaikh Najmuddin al-Ghaity, 2000). Pada tiap -tiap indera terdapat beberapa nikmat yang patut diketahui.

Ahli ma'ni mengatakan bahwa hikmah yang terkandung dalam shalat yang lima ini bahwa Allah Swt telah mengerjakan beberapa pekerjaan yang tidak dapat dilakukan oleh mahluk ciptaan-Nya. Setiap manusia tidak dapat menghilangkan gelap dan tidak dapat mendatangkan sinar terang ketika terbit fajar selain Allah. Pada saat perginya siang dengan terangnya dan datangnya malam dengan gelapnya tidak ada yang kuasa atas hal itu selain Allah. Karena itu, seorang hamba wajib melaksanakan shalat ketika rotasi waktu tersebut.

Jika demikian apa kuasa hamba atau dengan alasan apa, sebagai manusia kurang menghayati rotasi waktu dalam setiap gerakan shalat yang dikerjakan. Dengan menghayati makna dan hikmah dari pengerjaan shalat lima waktu sehari semalam, kiranya cukup menjadi bekal kita untuk tetap menjaga diri dari segala perbuatan salah dan dosa. Kalau saja Muslim serius mau mengambil hikmah dan nilai dari pengerjaan shalat niscaya kehidupan akan menjadi lebih indah dan nikmat, serta perilaku kita akan menjadi lebih lembut, santun dan mau menghargai sesama. Pujian dan doa pada setiap gerakan shalat sebagai bentuk penyadaran eksistensi kehambaan, karenanya tidak akan ada orang yang sombong apalagi mau menyaingi Tuhan.

Memulai menjaga shalat dan mampu mengambil nilainya niscaya akan membentengi Muslim dari perbuatan keji dan mungkar, sekaligus di dalamnya terkandung makna seorang Muslim harus berperilaku lemah lembuat dalam segala aktivitas keseharian. Lihatlah bagaimana akhlak Rasulullah Muhammad Saw ketika berinteraksi dengan semua manusia walau keyakinannya berbeda. Akhlak itulah yang menjadikan nabi Muhamad Saw sebagai panutan ummat manusia, baik panutan dalam beragama maupun interaksi dengan orang lain. Berbudi baik dapat melahirkan perilaku lemah lembut dan bersumber dari hati lembut.

Dengan demikian tidak ada pilihan lain kecuali kita harus meyakini bahwa shalat itj merupakan mukjizat sempurna yang menghantarkan pelakunya menjadi lemah lembut, tidak keras hati. Mengambil makna dan nilai dari kemukjizatan shalat yang luar biasa itu pasti akan membuat hati menjadi lembut asalkan dilakukan dengan kesadaran diri yang sejati dan tidak dilandasi atas dasar sekedar untuk menggugurkan kewajiban semata. Semoga Allah memberikan kecerdasan fikir, kelapangan dada dan keistiqomahan dalam merajut nilai Ilahiyah pada diri kita untuk penuntun dalam bersikap dan berperilaku di dunia yang fana ini. Wallahul Muwafiq ila Darissaalam.

Lembah Gebong, Tanak Beak. 09.19 Wita. 6 Desember 2012.


0 komentar: