Tanggal 13 Mei 2013 mendatang, masyarakat Nusa
Tenggara Barat siap melaksanakan pemilihan umum gubernur dan wakil
gubernur NTB. Kesiapan pelaksanaan perhelatan demokrasi lima tahunan itu
dinyatakan oleh Ketua KPU NTB Fauzan Khalid, M. Si saat acara
sosiaisasi di Hotel Lombok Raya Mataram. Siapnya penyelenggaraan pesta
demokrasi itu setidaknya dapat dilihat dari telah
selesainya perekrutan para penyelenggara pemilu seperti Panwas
Kabupaten sampai kecamatan, Panitia Pemilih Kecamatan dan Panitia
Pemungutan Suara di desa.
Rakyat, sepertinya juga sudah siap
untuk mensukseskan pilkada NTB mendatang. Mereka tetap akan datang untuk
memberikan hak suaranya ke tempat pemungutan suara guna memilih
pemimpin Gumi Gora lima Tahun ke depan. Kesukarelaan rakyat memberikan
hak suaranya pantas diapresiasi oleh negara dan para kontestan dengan
program-program kesejahteraan dan tidak lagi dengan janji-janji politik
yang cendrung menina bobokan. Diakui atau tidak, janji-janji politik
yang diumbar para kontestan politik telah membuat rakyat mulai berfikir
untuk memberikan hak pilihnya pada pilkada yang akan datang. Ditambah
lagi dengan perilaku tidak simpatik dari para kontestan atau elite
politik, seperti berlaku tidak adil dan hanya mementingkan kelompoknya
pasti membuat rakyat semakin pesimis memberikan haknya.
Perilaku politik pejabat tersebut membuat sebagian besar rakyat kecewa.
Bentuk kekecewaannya beragam dan spontanitas sifatnya. Secara
sosiologis, kekecewaan rakyat itu tidak bisa dianggap angin lalu tapi
harus diberikan solusi nyata oleh pejabat atau pemimpin daerah. Ibarat
seorang dokter spesialis yang menghadapi keluhan pasiennya, ia harus
dapat mendiagnosa penyakit si pasien dengan tepat agar obat yang
diberikan tidak salah. Jika si dokter salah mendiagnosa penyakit si
pasien, maka akan menjadi bumerang bagi keberlangsugan kariernya.
Akibatnya si dokter akan dijauhkan oleh masyarakat dengan tidak berobat
ke tempat praktiknya.
Perilaku politik yang salah dari para
pejabat atau elite politik pasti akan mendapatkan sanksi sosial yang
lebih besar dan berat dari rakyat bila dibandingkan dengan kesalahan
diagnosa dari si dokter. Ingat bahwa masyarakat adalah suatu komunitas
yang ikatan kekerabatan, aturan, norma dan pemimpin. Kesatuan mereka
bisa mempengaruhi pilihan aggota masyarakatnya dan masyarakat lainnya,
apalagi mereka tergabung di dalam suatu organisasi sosial keagamaan,
seperti NU, Tarbiyah Islamiyah, Persis, Muhamadiyah, NW, dan
kelompok-kelompok tarekat. Umumnya ikatan mereka sangat kuat. Karena
itu, perilaku politik para pejabat seharusnya dapat mempertimbangkan
keberadaan kelompok masyarakat tersebut.
Pada aras ini, tulisan
ini tidak mempermasalahkan siapa sesungguhnya yang melakukan kegiatan
politik, apakah individu atau struktur? Kalau mau dijawab tentu akan
mengarah pada pendekatan yang digunakan. Sebagai gambaran, setidaknya
ada dua pendekatan yang coba diuraikan untuk menjawab pertanyaan di
atas, yakni pendekatan struktur atau kelembagaan politik dan pendekatan
behavioralisme politik.
Pendekatan struktur dalam ilmu politik
akan menjawab bahwa struktur atau lembaga yang melakukan kegiatan
politik sesuai dengan fungsi yang dimiliki oleh lembaga bersangkutan,
sedangkan individu yang menduduki jabatan dalam lembaga menjadi
pelaksana saja. Siapapun yang menduduki jabatan dalam suatu lembaga akan
berperilaku sama. Kesamaan dalam perilaku ini merupakan konsekuensi
dari peranan dan fungsi yang dimiliki suatu lembaga.
Pendekatan behavioralisme dalam ilmu politik akan menjawab individulah
yang secara aktual melakukan kegiatan politik, sedangkan perilaku
lembaga politik pada dasarnya merupakan perilaku individu yang berpola
tertentu. Karena itu, latar individu yang secara aktual mengendalikan
lembaga termasuk ketika menelaah lembaga-lembaga politik dan
pemerintahan, seperti keputusan pemerintah, tindakan legislatif,
keputusan pengadilan dan keputusan partai politik.
Dengan
demikian yang terpenting adalah apakah yang dimaksud dengan perilaku
politik?. Perilaku politik merupakan kegiatan yang berkenaan dengan
proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Di mana
kegiatan-kegiatan dimaksud dilakukan oleh pemerintah di satu pihak dan
oleh masyarakat di pihak lain. Karena itu, membahas perilaku
Politik senantiasa terkait dengan tiga unit analisis yakni individu,
aktor politik, agregasi politik dan tipologi kepribadian politik.
Katagori individu aktor politik meliputi pemimpin politik, aktivitas
politik dan individu warga negara biasa. Agregasi politik ialah individu
aktor pllitik secara kolektif, seperti kelompok penekan atau pressure
group, kelompok kepentingan atau interest group, birokrasi, partai
politik, lembaga pemerkntahan dan negara. Sementara tipologi kepribadian
politik adalah tipe-tipe kepribadian pemimpin otoriter, pemimpin
totaliter dan pemimpin demokrat.
Melihat perilaku politik dari
pendekatan struktural fungsional aka tergambar faktor-faktor yang
memengaruhi atau variabel independent terhadap perilaku politik individu
yakni lingkungan sosial politik tidak langsung, seperti sistem politik,
ekonomi, budaya dan media massa. Kemudian lingkungan sosial politik
langsung yang memengaruhi dan membentuk kepribadian aktor, seperti
keluarga, agama, sekolah dan kelompok pergaulan. Lalu, struktur
kepribadian yang tercermin dalam sikap individu.
Berdasarkan
tiga unit analisis dan faktor-faktor yang memengaruhi kebijakan dan
pilihan politik menjelang pemilihan gubernur mendatang, tentu rakyat
yang punya kedaulatan akan melihat seberapa besar komitmen para
kontestan politik menjawab permasalahan yang dihadapi masyarakat gumi
gora, terutama masalah sosial, ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Para
kontestan yang punya program kesejahteraan dan perubahan yang mungkin
akan dipilih menjadi gubernur NTB mendatang. Sebagaimana terpilihnya
pasangan Joko Widodo dan Basuki Cahaya Putra sebagai gubernur dan wakil
gubernur Jakarta.
Tentu saja, daerah gumi gora berbeda dengan
Jakarta, tapi gubernur yang punya program nyata, adil dan bersentuhan
dengan masyarakat yang bakal dipilih oleh rakyat NTB. Kita harus
meyakini itu. Siapapun juga, tidak memerlukan pemimpin yang pandai
bersilat lidah, cengeng, cepat nangis, dan pandai mengobral janji-janji
politik. Kita butuh program pengentasan kemiskinan, sekolah gratis dan
pengobatan gratis, serta pelayanan yang manusiawi. Itu saja. Selebihnya
adalah tambahan, kata Uak Oni, tukang tambal ban di sudut kota Narmada
Lombok Barat.
Harapan rakyat itu, sebaiknya tidak ternodai oleh
perilaku politik menghalalkan semua cara para kontestan atau aktor
politik, namun dijawab dengan program-program politik (beda dengan janji
politik). Bila perilaku politik semua halal, maka jangan heran kalau
rakyatpun punya perilaku politik yang berbeda pula. Sebaiknya masyarakat
sudah seharusnya diperankan dalam sistem politik, sebagai subjek
politik sekaligus sebagai objek politik. Memainkan peranan masyarakat
sebagai subjek dan objek politik sekaligus akan berdampak positip bagi
pembangunan politik ke depan. Sebab, dewasa ini, masyarakat sudah melek
politik dan sadar akan hak politiknya.
Kondisi masyarakat itu,
harusnya diikuti oleh kemauan politik atau political will dari para
elite dan aktor politik untuk memperbaiki perilakunya, apalagi menjelang
pilkgub yang tinggal beberapa bulan lagi. Kondisi sosial masyarakat NTB
yang masih belum beranjak dari keterbelakangan bisa menjadi inspirasi
untuk menyusun program menuju kesejahteraan bersama dan bukan golongan
tertentu saja. Perilaku politik melipat keadilan saatnya disudahi sebab
akan merusak harmoni kebersamaan bangsa ini.
Wallahul Muwafiq ila Darissalam.
Bandara International Lombok. 11.03 wita. 14 Desember 2012.
0 komentar:
Posting Komentar