Sabtu, 15 Desember 2012

PERILAKU POLITIK MENJELANG PILKADA

Tanggal 13 Mei 2013 mendatang, masyarakat Nusa Tenggara Barat siap melaksanakan pemilihan umum gubernur dan wakil gubernur NTB. Kesiapan pelaksanaan perhelatan demokrasi lima tahunan itu dinyatakan oleh Ketua KPU NTB Fauzan Khalid, M. Si saat acara sosiaisasi di Hotel Lombok Raya Mataram. Siapnya penyelenggaraan pesta demokrasi itu setidaknya dapat dilihat dari telah selesainya perekrutan para penyelenggara pemilu seperti Panwas Kabupaten sampai kecamatan, Panitia Pemilih Kecamatan dan Panitia Pemungutan Suara di desa.


Rakyat, sepertinya juga sudah siap untuk mensukseskan pilkada NTB mendatang. Mereka tetap akan datang untuk memberikan hak suaranya ke tempat pemungutan suara guna memilih pemimpin Gumi Gora lima Tahun ke depan. Kesukarelaan rakyat memberikan hak suaranya pantas diapresiasi oleh negara dan para kontestan dengan program-program kesejahteraan dan tidak lagi dengan janji-janji politik yang cendrung menina bobokan. Diakui atau tidak, janji-janji politik yang diumbar para kontestan politik telah membuat rakyat mulai berfikir untuk memberikan hak pilihnya pada pilkada yang akan datang. Ditambah lagi dengan perilaku tidak simpatik dari para kontestan atau elite politik, seperti berlaku tidak adil dan hanya mementingkan kelompoknya pasti membuat rakyat semakin pesimis memberikan haknya.

Perilaku politik pejabat tersebut membuat sebagian besar rakyat kecewa. Bentuk kekecewaannya beragam dan spontanitas sifatnya. Secara sosiologis, kekecewaan rakyat itu tidak bisa dianggap angin lalu tapi harus diberikan solusi nyata oleh pejabat atau pemimpin daerah. Ibarat seorang dokter spesialis yang menghadapi keluhan pasiennya, ia harus dapat mendiagnosa penyakit si pasien dengan tepat agar obat yang diberikan tidak salah. Jika si dokter salah mendiagnosa penyakit si pasien, maka akan menjadi bumerang bagi keberlangsugan kariernya. Akibatnya si dokter akan dijauhkan oleh masyarakat dengan tidak berobat ke tempat praktiknya.

Perilaku politik yang salah dari para pejabat atau elite politik pasti akan mendapatkan sanksi sosial yang lebih besar dan berat dari rakyat bila dibandingkan dengan kesalahan diagnosa dari si dokter. Ingat bahwa masyarakat adalah suatu komunitas yang ikatan kekerabatan, aturan, norma dan pemimpin. Kesatuan mereka bisa mempengaruhi pilihan aggota masyarakatnya dan masyarakat lainnya, apalagi mereka tergabung di dalam suatu organisasi sosial keagamaan, seperti NU, Tarbiyah Islamiyah, Persis, Muhamadiyah, NW, dan kelompok-kelompok tarekat. Umumnya ikatan mereka sangat kuat. Karena itu, perilaku politik para pejabat seharusnya dapat mempertimbangkan keberadaan kelompok masyarakat tersebut.

Pada aras ini, tulisan ini tidak mempermasalahkan siapa sesungguhnya yang melakukan kegiatan politik, apakah individu atau struktur? Kalau mau dijawab tentu akan mengarah pada pendekatan yang digunakan. Sebagai gambaran, setidaknya ada dua pendekatan yang coba diuraikan untuk menjawab pertanyaan di atas, yakni pendekatan struktur atau kelembagaan politik dan pendekatan behavioralisme politik.

Pendekatan struktur dalam ilmu politik akan menjawab bahwa struktur atau lembaga yang melakukan kegiatan politik sesuai dengan fungsi yang dimiliki oleh lembaga bersangkutan, sedangkan individu yang menduduki jabatan dalam lembaga menjadi pelaksana saja. Siapapun yang menduduki jabatan dalam suatu lembaga akan berperilaku sama. Kesamaan dalam perilaku ini merupakan konsekuensi dari peranan dan fungsi yang dimiliki suatu lembaga.

Pendekatan behavioralisme dalam ilmu politik akan menjawab individulah yang secara aktual melakukan kegiatan politik, sedangkan perilaku lembaga politik pada dasarnya merupakan perilaku individu yang berpola tertentu. Karena itu, latar individu yang secara aktual mengendalikan lembaga termasuk ketika menelaah lembaga-lembaga politik dan pemerintahan, seperti keputusan pemerintah, tindakan legislatif, keputusan pengadilan dan keputusan partai politik.

Dengan demikian yang terpenting adalah apakah yang dimaksud dengan perilaku politik?. Perilaku politik merupakan kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Di mana kegiatan-kegiatan dimaksud dilakukan oleh pemerintah di satu pihak dan oleh masyarakat di pihak lain. Karena itu, membahas perilaku
Politik senantiasa terkait dengan tiga unit analisis yakni individu, aktor politik, agregasi politik dan tipologi kepribadian politik.

Katagori individu aktor politik meliputi pemimpin politik, aktivitas politik dan individu warga negara biasa. Agregasi politik ialah individu aktor pllitik secara kolektif, seperti kelompok penekan atau pressure group, kelompok kepentingan atau interest group, birokrasi, partai politik, lembaga pemerkntahan dan negara. Sementara tipologi kepribadian politik adalah tipe-tipe kepribadian pemimpin otoriter, pemimpin totaliter dan pemimpin demokrat.

Melihat perilaku politik dari pendekatan struktural fungsional aka tergambar faktor-faktor yang memengaruhi atau variabel independent terhadap perilaku politik individu yakni lingkungan sosial politik tidak langsung, seperti sistem politik, ekonomi, budaya dan media massa. Kemudian lingkungan sosial politik langsung yang memengaruhi dan membentuk kepribadian aktor, seperti keluarga, agama, sekolah dan kelompok pergaulan. Lalu, struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu.

Berdasarkan tiga unit analisis dan faktor-faktor yang memengaruhi kebijakan dan pilihan politik menjelang pemilihan gubernur mendatang, tentu rakyat yang punya kedaulatan akan melihat seberapa besar komitmen para kontestan politik menjawab permasalahan yang dihadapi masyarakat gumi gora, terutama masalah sosial, ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Para kontestan yang punya program kesejahteraan dan perubahan yang mungkin akan dipilih menjadi gubernur NTB mendatang. Sebagaimana terpilihnya pasangan Joko Widodo dan Basuki Cahaya Putra sebagai gubernur dan wakil gubernur Jakarta.

Tentu saja, daerah gumi gora berbeda dengan Jakarta, tapi gubernur yang punya program nyata, adil dan bersentuhan dengan masyarakat yang bakal dipilih oleh rakyat NTB. Kita harus meyakini itu. Siapapun juga, tidak memerlukan pemimpin yang pandai bersilat lidah, cengeng, cepat nangis, dan pandai mengobral janji-janji politik. Kita butuh program pengentasan kemiskinan, sekolah gratis dan pengobatan gratis, serta pelayanan yang manusiawi. Itu saja. Selebihnya adalah tambahan, kata Uak Oni, tukang tambal ban di sudut kota Narmada Lombok Barat.

Harapan rakyat itu, sebaiknya tidak ternodai oleh perilaku politik menghalalkan semua cara para kontestan atau aktor politik, namun dijawab dengan program-program politik (beda dengan janji politik). Bila perilaku politik semua halal, maka jangan heran kalau rakyatpun punya perilaku politik yang berbeda pula. Sebaiknya masyarakat sudah seharusnya diperankan dalam sistem politik, sebagai subjek politik sekaligus sebagai objek politik. Memainkan peranan masyarakat sebagai subjek dan objek politik sekaligus akan berdampak positip bagi pembangunan politik ke depan. Sebab, dewasa ini, masyarakat sudah melek politik dan sadar akan hak politiknya.

Kondisi masyarakat itu, harusnya diikuti oleh kemauan politik atau political will dari para elite dan aktor politik untuk memperbaiki perilakunya, apalagi menjelang pilkgub yang tinggal beberapa bulan lagi. Kondisi sosial masyarakat NTB yang masih belum beranjak dari keterbelakangan bisa menjadi inspirasi untuk menyusun program menuju kesejahteraan bersama dan bukan golongan tertentu saja. Perilaku politik melipat keadilan saatnya disudahi sebab akan merusak harmoni kebersamaan bangsa ini.

Wallahul Muwafiq ila Darissalam.
Bandara International Lombok. 11.03 wita. 14 Desember 2012.

0 komentar: