Rabu, 12 Desember 2012

NOL KILOMETER SURAMADU

Tepat pukul 11.00 Wib. Saya melewati nol kilometer jembatan Surabaya Madura atau disingkat SURAMADU. Awalnya tidak ada rencana untuk pergi ke Suramadu, tetapi atas ajakan beberapa sahabat saya dari beberapa ketua PTAIS, seperti Ibu Supiatun Shafwan, MA, ketua Stai Nurul Hakim, Kediri, Lombok Barat, H. Lalu Fahri, MH, ketua Stit Palapa Nusantata, Keruak, Lotim, serta H. Sams
ul Hadi, ketua Stai Al Amin Gerisik, Lombok Barat, akhirnya kita bersepakat untuk pergi bersama. Perjalanan lebih menyenangkan atas kesertaan Dr. Hj. Zumratul Mukafah, M. Ag beserta suami bersama kami.


Sebuah perjalanan wisata yang menyenangkan. Begitu kesan saya, karena begitu menyebut madura, saya teringat makam mbah Kholil, seorang sesepuh NU dan gurunya dari Kiai Hasyim Asyari ayahanda Gus Dur. Tetapi sangat saya sesali karena waktu belum memungkinkan untuk berziarah. Sebab harus kembali ke Surabaya menuju Juanda menemui Tgh. Shafwan Hakim dan sekaligus mengantarkan ibu ketua Stai Nurul Hakim yang akan kembali ke Lombok setelah mengikuti raker kopertais di Hotel Utami. Di samping itu, menyebut Madura pasti teringat akan bebek Sinjai. Yakni masakan khas orang Madura.

Sebuah keinginan yang tertunda. Apa daya karena waktu yang tidak memungkinkan untuk menikmati lezatnya bebek Sinjai yang reyah dan nikmat itu. Diwaktu yang tersisa, kami hanya sempat membelikan batik tulis motip Madura untuk istri tercinta. Ya, semua keinginan harus tertunda sementara.

Nol kilometer di Suramadu di tengah lautan yang membelah Surabaya dengan teluk Madura. Kanan kiri terhampar lautan luas yang di atasnya tampak terlihat perahu kecil milik masyarakat dan kapal besar milik pengusaha besar. Sebuah pemandangan yang tetlalu jomplang jika ditilik dari kaca mata teori pembangunan. Itulah faktisitas pembangunan yang belum merata di negeri tercinta ini.

Nah, keberadaan jembatan Suramadu diharapkan mampu menggerakan perekonomian guna mensejahterakan masyarakat Madura. Memang belum tetlihat hasil yang menggembirakan, tetapi dari geliat perkembangan masyarakatnya sudah muncul fenomena pertumbuhan usaha masyarakat. Setidaknya geliat usaha masyarakat Madura itu muncul dari hasil identifikasi dialog di sepanjang perjalanan.

Saya pikir, banyak potensi ekonomi dan wisata yang dapat di kembangkan di teluk Madura. Baik potensi wisata alam maupun wisata religius, seperti makam para leluhur sesepuh NU. Ingat bahwa sesepuh NU ikut mewarnai pelangi zamrut katulistiwa ini, setidaknya melalui para murid atau santri Kiai Kholil, salah satunya Kiai Hasyim Asyari. Pun dengan wisata alamnya, katanya ada potensi laut yang perlu sentuhan investor, misalnya pantai cemara.

Karena, tidak sempat menikmati bebek Sinjai, dengan tidak merasa terpaksa kamipun makan di rumah makam sederhana miliknya orang Padang, yang letaknya di sebelah Galaxy Mall Surabaya. Setelah makan kami langsung menuju ke Juanda International Airport. Sesampai di Juanda kami hanya sempat bersalaman dengan Tgh. Shafwan Hakim lalu pamit kembali ke hotel tempat kami menginap. Nol kilometer sebuah perjalanan penuhnkesan. Wallahul muwafiq ila Darissalam.


0 komentar: